Tribunners / Citizen Journalism
Dari Desa Menuju Kairo; Gebrakan Monumental Kyai Imam Jazuli
Kabar terbaru dari Pesantren Bina Insan Mulia tentu saja membuat saya pribadi tercengang dan takjub.
Editor:
Husein Sanusi
Dari Desa Menuju Kairo; Gebrakan Monumental Kyai Imam Jazuli
Oleh: Salamun Ali Mafaz*
TRIBUNNEWS.COM - Pesantren itu terletak di bawah kaki gunung nan sejuk, tidak nampak gedung-gedung menjulang di sekitarnya, hanya ada sawah, ladang, pepohonan yang rimbun. Dahulu sebelum Kyai Imam babad alas, Desa Tegal Koneng jauh dari radar orang-orang modern. Tapi sekarang, desa itu bagaikan mercusuar yang diketahui banyak kalangan.
Keberadaan Pesantren Bina Insan Mulia inilah yang membuat magnet masyarakat berbondong-bondong datang, untuk menitipkan anak-anaknya pesantren dan untuk menimba ilmu dan amalan.
Kabar terbaru dari Pesantren Bina Insan Mulia tentu saja membuat saya pribadi tercengang dan takjub. Betapa tidak, tahun ini pesantren ini memberangkatkan 90 alumninya untuk studi ke Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir.
Sebuah gebrakan monumental Kyai Imam Jazuli yang jarang dilakukan khalayak. Hebatnya lagi, para alumni yang diberangkatkan ini bukanlah dari golongan orang-orang yang dari sisi ekonomi kelas atas, melainkan anak-anak kampung dari kalangan ekonomi biasa. Sungguh beruntungnya menjadi alumni Pesantren Bina Insan Mulia, jalan untuk menlanjutkan studi ke luar negeri terbuka lebar.
Kuliah di Universitas Al-Azhar Kairo Mesir merupakan impian banyak santri, karena kuliah di kampus tertua kedua di dunia ini tidak sembarang orang bisa, harus mereka yang orang pilihan. Karena kuliah di Al-Azhar membutuhkan persiapan yang matang, baik materi maupun skill.
Nah, Pesantren Bina Insan Mulia mampu mengatasi kedua syarat itu, secara materi pesantren mencoba melakukan kerjasama dengan beberapa pihak baik program beasiswa ataupun mandiri.
Secara skill, santri-santri sudah dipersiapkan matang dengan metode pembelajaran di pesantren ini berbasis program dan kompetensi.
Seperti kemampuan al-Quran ada program tahsin Bima-Qu, dan tahfidz Bima-Qu, sementara untuk program bahasa, santri wajib mengikuti program Amtsilaty dan bagi yang ingin melanjutkan ke Al-Azhar dan Universitas di Timur Tengah lainnya di Bina Insan Mulia ada bimbingan khusus dari pembimbing alumnus Al-Azhar berdasarkan buku Silsilah Al-Azhar Lighoirin Natiqin yang merupakan pembelajaran bahasa Arab mengacu pada kurikulum Al-Azhar Kairo, Mesir.
Selain kedua program ini, santri di pesantren ini juga diasah secara batinnya dengan melakukan amalan Dalail Khairat, berpuasa dan membaca shalawat.
Bisa kuliah di Universitas Al-Azhar merupakan kebanggaan bagi santri dan wali santri, terlebih bagi mereka yang tergolong dari kalangan ekonomi biasa, bisa kuliah di Al-Azhar merupakan keberuntungan hidup.
Ketika saya mendapatkan kabar tahun ini 90 alumni Bina Insan Mulia berangkat studi di Al-Azhar, perasaan saya bergejolak campur aduk, ada haru, senang, bahagia, dan sedih saat mengingat masa lalu saya semasa menjadi santri. Ya, Al-Azhar merupakan impian saya untuk melanjutkan studi. Kampus yang didirikan masa Dinasti Fatimiah tahun 970 M merupakan kampus sentral pembelajaran Islam yang ada di Kairo, Mesir yang selalu saya impikan.
Keinginan saya akhirnya kandas karena selain persoalan biaya, juga minimnya akses dan informasi yang saya ketahui saat itu agar bisa berkuliah di Al-Azhar.
Jadi, gebrakan monumental Kyai Imam Jazuli membuka jalan dari desa menuju Kairo itu sungguh luar biasa. Ingin rasanya saya menjadi santri kembali dan bisa mewujudkan impian studi ke Al-Azhar ini.
Dalam pandangan Kyai Imam, hak memperoleh pendidikan merupakan hak semua warga bangsa dalam istilah lain hak semua santri, karenanya gebrakan ini sebenarnya suatu revolusi mental yang fundamental harus terus dilanjutkan.
Gebrakan pertama, di mata Kyai Imam, semua santri berhak bisa melanjutkan kuliah dimanapun tanpa memandang asal-usul latar belakang mereka, bagi mereka yang memenuhi syarat maka pintu terbuka lebar.
Kyai Imam ingin membangkitkan motivasi dan perasaan santri agar percaya diri, dalam pandangan ahli psikologi seperti Louis Thurstone (1928), Rensist Likert (1932), dan Charlest Osgood yang mendefinisikan sikap manusia adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan.
Kyai Imampun menyadarkan kepada santrinya bahwa sikap sebagai suatu pola prilaku, tendensi, atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial. Atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimulasi sosial yang telah terkondisikan. Dengan demikian, santri harus mampu bersaing, membaca situasi sosial masyarakat yang semakin berkembang.
Kedua, revolusi mental yang ditunjukkan Kyai Imam yaitu ingin memberikan motivasi, mendobrak tradisi, sudut pandang, persepsi, opini yang ada di masyarakat yang bisa kuliah di luar negeri hanya dari mereka orang-orang kaya dan keturunan darah biru saja.
Ketiga, Kyai Imam menunjukkan sikap humanisnya kepada kita, tidak mengkotak-kotakkan kalangan tertentu yang difasilitasi bisa studi ke Al-Azhar, misal titipan pejabat, titipan Kyai Khos atau semacamnya, tapi bagi Kyai Imam, siapapun mereka dari alumni Bina Insan Mulia bisa melanjutkan studi ke luar negeri asal ada semangat dan tekad.
Keempat, Kyai Imam ingin mendobrak tradisi, yang hanya bisa kuliah di Al-Azhar hanya keturunan orang-orang kaya dan dari kalangan darah biru. Dalam konteks wacana di pesantren, yang bisa melanjutkan studi ke Al-Azhar selama ini didominasi dari keturunan Kyai (Gus, Lora) karena kelak diharapkan sepulang dari studi bisa melanjutkan estafet orang tuanya mengasuh pesantren.
Bagi Kyai Imam, pola pikir seperti ini tentu saja membuat mereka yang bukan kalangan keturunan darah biru menjadi pesimis, karena itulah Kyai Imam memberikan semangat kelak mereka sepulang studi di Al-Azhar agar dapat memiliki kiprah di masyarakat, apapun perannya yang penting bermanfaat, bukan sekedar berfikir melanjutkan estafet tapi bagaimana dapat membangun dan merintis sendiri.
Semangat Kyai Imam sejalan dengan pandangan Ibnu Hazm (w.1066) seorang filosof dari Andalusia, di dalam kitabnya al-Akhlaq wa al-Siyar yang dengan jelas mengkritik seseorang yang terlalu bangga dengan keturunannya. Ibnu Hazm mengatakan bahwa kemuliaan seseorang bukanlah ditentukan dari keturunannya, apakah seseorang akan mulia karena keturunan Nabi, belum tentu. Karena Kan’an putra Nabi Nuh menjadi orang yang ingkar, begitupun Nabi Ibrahim terlahir dari seorang bapak yang berprofesi sebagai pembuat berhala.
Dalam konteks ini, Kyai Imam memutus mata rantai yang selama ini terjadi perlombaan antar tokoh agama untuk saling memberangkatkan studi keturunannya ke luar negeri khususnya ke Al-Azhar.
Tradisi aristokrasi dan estafet yang timbul dari faktor keturunan dan kekayaan dipangkas habis Kyai Imam untuk membuka jalan kepada siapapun santri bisa melanjutkan studi ke Al-Azhar.
Kalau urusan studi saja masih memperhitungkan nasab, bukankah perhitungan nasab merupakan warisan bangsa Arab? Tegasnya, jika seseorang kehilangan nasab, maka akan hancur kepribadiannya dan tidak dihargai di masyarakat.
Dalam pandangan Khalil Abdul Karim Arab merupakan sumber dari beragam hukum, sistem dan norma yang banyak dipegang kalangan pesantren, bedanya agak dilokalistik saja.
Superioritas keturunan menjadi modal simbolik dan modal ekonomi di masyarakat demi memuluskan tradisi aristokrasi dan keestafetan. Pernik-pernik keturunan, dzuriyat menjadi modal menyisihkan mereka yang tergolong dari kalangan biasa.
Kyai Imam menunjukkan dirinya sebagai khadimul ummah atau pelayan masyarakat. Karenanya, tidak ada lagi persoalan nasab membuat kapling-kapling dalam urusan studi.
Gebrakan monumental Kyai Imam harus terus didukung, karena tanpa ini, harapan santri-santri terutama dari kalangan biasa untuk mewujudkan studi ke luar negeri. Dari Desa Ke Kairo tidak akan tertulis dalam catatan sejarah tanpa Gebrakan Monumental Kyai Imam Jazuli.
Selamat dan sukses kepada 90 alumni Pesantren Bina Insan Mulia yang Studi ke Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir.
*Pimpinan dan Pengasuh Pondok Pesantren Gema Insan Cendekia (GIC) Karawang, Ketua Induk Koperasi Pondok Pesantren (INKOPONTREN) Pusat Bidang Industri Seni, Budaya dan Pariwisata, Penulis Novel Best Seller Mecca I’m Coming difilemkan MD Pictures dan Dapur Film dan.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.