Tribunners / Citizen Journalism
Keberhasilan dan Tantangan Pembangunan Infrastruktur Pekerjaan Umum di Indonesia
Permukiman kumuh terbentuk karena pembangunan kota-kota yang kurang merata sehingga menimbulkan kemiskinan yang dibarengi tingkat penduduk yang padat.
Melalui program-program padat karya tunai, pemerintah telah mengalokasi anggaran Rp18 triliun lebih yang pelaksanaannya disalurkan melalui kementerian dan lembaga terkait.
Untuk Kementerian PUPR sendiri dialokasikan anggaran sebesar Rp 11 triliun lebih yang ditujukan untuk operasional dan pemeliharaan rutin berbagai infrastruktur PUPR seperti irigasi, jalan dan jembatan.
Secara total, keberhasilan program padat karya tunai ini mampu menyerap lebih dari seratus ribu tenaga kerja selama terjadi pandemi covid-19.
Tantangan pembangunan infrastruktur terutama ada di sektor permukiman atau kecipta-karyaan sehingga perlu mendapat perhatian, terutama dalam penanganan permukiman kumuh di kawasan perkotaan.
Seperti diketahui, permukiman kumuh terbentuk karena pembangunan kota-kota yang kurang merata sehingga menimbulkan kemiskinan yang dibarengi tingkat penduduk yang padat.
Sebagai lingkungan hunian, permukiman kumuh tidak memenuhi kriteria permukiman layak huni.
Baik dari sisi standar bangunan, pemenuhan prasarana permukiman, maupun status tanahnya.
Pada praktiknya, memperhatikan masih luasnya dan terus berkembangnya permukiman kumuh di kota-kota besar, maka program-program pengembangan prasarana permukiman belum bisa dinilai berhasil.
Tantangan yang dihadapi terutama dalam hal pendampingan komunitas permukiman dan penyediaan tanah dalam area-area permukiman baru, di mana berbagai proyek pengembangan permukiman hanya terfokus pada penyediaan prasarana semata.
Oleh karena itu, pemerintah perlu segera membuat kajian tentang bagaimana strategi pembangunan dan pengembangan infrastruktur permukiman, baik oleh pemerintah pusat (Ditjen Cipta Karya) maupun pemerintah daerah dalam penanganan permukiman kumuh secara tuntas menuju kota-kota tanpa kumuh.
Sebagai contoh, pelaksanaan program KOTAKU (Kota Tanpa Kumuh) perlu mendapatkan evaluasi yang mendalam dan menyeluruh.
Program KOTAKU adalah program pencegahan munculnya permukiman kumuh yang merupakan upaya Direktorat Pengembangan Kawasan Permukiman, Ditjen Cipta Karya dalam rangka meningkatkan peran masyarakat dan memperkuat Pemerintah Daerah dalam percepatan penanganan kawasan permukim-an kumuh dalam rangka mewujudkan permukiman yang layak huni.
Target sebenarnya pada akhirnya berupa kota-kota yang bebas kumuh di Indonesia, terutama kota-kota metropolitan (Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Semarang, Palembang, Makassar, Batam, Denpasar, dan lain-lain) mengingat semakin besar suatu kota maka semakin luas dan semakin kompleks permasalahan permukiman kumuh yang dihadapi.
Secara umum, tantangan penanganan permukiman kumuh di kota-kota metropolitan dan kota-kota besar adalah bagaimana membuat program yang terpadu dan komprehensif.
Komprehensif dan terpadu maksudnya adalah bukan hanya memiliki komponen prasarana jalan, MCK dan saluran drainase, namun juga menyentuh elemen-elemen lain yang strategis, yaitu seperti pendampingan komunitas, peruntukan tata ruang, pengadaan lahan, hingga manajemen kenaikan nilai lahan.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.