Minggu, 5 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Solusi Konflik Agraria di Sumatera Utara

Tingkat kegentingan konflik agraria di Sumatera Utara dapat dilihat dari pernyataan Presiden Joko Widodo

Editor: Eko Sutriyanto
Istimewa
Saurlin Siagian S.Sos MA 

Namun, publik terkejut tidak ada proses pengesahan Ranperda ini hingga 12 bulan berikutnya. Ranperda ini perlu segera disahkan oleh DPRD Propinsi Sumatera Utara untuk mengisi kekosongan pengakuan Masyarakat Adat di level propinsi. 

Opsi lain, adalah Presiden perlu membuat Instruksi Presiden (Inpres) khusus penyelesaian konflik agraria di Sumatera Utara.

Inpres bisa berisi mandat yang otoritatif, kelembagaan khusus, dan rentang waktu operasi terukur.

Lembaga ini harus berposisi kuat dan bisa melakukan eksekusi, memiliki kewenangan lintas kelembagaan, dan jika perlu menyebutkan daftar kasus yang harus diselesaikan, sehingga memiliki hasil yang nyata, sangkil dan mangkus diakhir tugasnya. 

Pada praktiknya, intervensi langsung presiden sudah terjadi namun dalam bentuk kasuistik melalui keterlibatan KSP.

Dalam beberapa kasus, Keterlibatan orang orang Presiden telah berkontribusi pada setidak-tidaknya titik terang penyelesaian kasus. 

Masyarakat adat Danau Toba menggelar aksi di Kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kementerian LHK), Jakarta, Senin (12/8/2019). Masyarakat adat meminta agar pemerintah mengurangi konsesi lahan PT TPL, dan mengembalikan hak kelola hutan/tanah adat kepada masyarakat adat. (Tribunnews.com/Chaerul Umam)
Masyarakat adat Danau Toba menggelar aksi di Kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kementerian LHK), Jakarta, Senin (12/8/2019). Masyarakat adat meminta agar pemerintah mengurangi konsesi lahan PT TPL, dan mengembalikan hak kelola hutan/tanah adat kepada masyarakat adat. (Tribunnews.com/Chaerul Umam) ((Tribunnews.com/Chaerul Umam))

Sebagai contoh, di Pantai Barat, keberhasilan pengakuan hutan adat Pandumaan Sipituhuta berawal dari – salah satunya- intervensi KSP sejak tahun 2016 yang menyodorkan 11 lokasi untuk diurus oleh Kementerian KLHK.

Meskipun, dari 11 kasus yang ada, KLHK hanya meloloskan 1 cadangan hutan adat dengan luas sekitar 5.000 hektar Pandumaan-Sipituhuta itu saja. 

Di Pantai Timur, KSP juga melakukan intervensi langsung terhadap kasus tanah dua desa di Deli Serdang.

Untuk kasus ini, Kepala KSP mengeluarkan SK Kepala Staf Presiden no 9/2020 tentang penyelesaian konflik agraria desa Simalingkar dan desa Sei Mencirim, Kabupaten Deli Serdang.

Hasilya, KSP melaporkan sebanyak 1.408 warga, terdiri dari: 716 warga desa Simalingkar dan 692 warga desa Sei Mencirim teridentifikasi sebagai penerima tapak tanah masing masing seluas 150 meter, dan tanah diusulkan dengan skema pinjam pakai seluas 2500 meter persegi. Klaim KSP ini masih diragukan oleh masyarakat sipil karena pada kenyataannya warga belum mendapatkan haknya. 

Dua kasus reforma agraria mini ini memiliki peta jalan yang lebih terang setelah intervensi langsung Presiden.

Meskipun, KSP jadinya seperti lembaga yang mengurus kasuistik.

Seharusnya presiden bisa menyelesaikan urusan yang lebih besar, yakni penguatan kebijakan dan kelembagaan nasional, mengkordinasikan lintas Kementerian dan Lembaga supaya melakukan percepatan operasi birokrasi, dan mendorong pemerintah daerah untuk melaksanakan politik presiden di tingkat lapangan. 

Waktu semakin pendek untuk Pemerintah Joko Widodo memberikan warisan keadilan bagi rakyat kecil, sebagaimana janji Nawacita 2014.

Halaman
1234

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved