Tribunners / Citizen Journalism
Mustofa Kemal Attaturk Tidak Sekuler
Bagi mahasiswa UIN, IAIN dan STAIN, sepak terjang dan pemikiran Mustafa Kemal Attaturk pasti tidak asing.
Silakan saja menjalankan agama, asal tidak mengganggu hak orang lain. Simple!
Saya pernah ke Singapora, Hongkong, Macau, Amerika dan Kanada.
Umat beragama di sana punya kebebasan menjalakan ajaran agamanya, dan negara menjamin hak-hak mereka.
Apakah Turki di bawah kekuasaan Mustafa Kemal Attaturk memberi kebebasan beragama sebagaimana negara-negara sekuler tersebut? Tidak!
Jilbab dilarang, adzan diubah bahasanya, masjid dijadikan musium, semua yang berbau Islam tidak diperbolehkan ada di Turki.
Apakah ini sejuler? Tidak!
Sekuler itu memisahkan agama dari urusan negara. Bukan melarang orang menjalankan ajaran agamanya.
Jadi, kalau selama ini orang bilang bahwa Mustafa Kemal Attaturk bapak sekuler, itu salah kaprah.
Apakah tokoh seperti ini akan menjadi nama jalan di ibu kota Indonesia yang notabene sangat menghargai dan menjunjung tinggi agama?
Inilah yang menunai protes banyak pihak.
Protes tidak hanya oleh warga Jakarta, tapi telah menjadi protes nasional.
Kabarnya, Gubernur DKI telah mendapat banyak surat dari berbagai elemen masyarakat: baik organisasi, komunitas maupun daerah.
Intinya: mereka menolak Mustafa Kemal Attaturk dijadikan nama jalan di Jakarta.
Menamai jalan tidak seperti menamai jenis makanan. Ada regulasinya.
Ini diatur dalam Keputusan Gubernur No 28 Tahun 1999 tentang Pedoman Penetapan Nama Jalan, Taman dan Bangunan.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.