Tribunners / Citizen Journalism
Virus Corona
Dilema Pembelajaran Tatap Muka
Relevankah memaksakan pembelajaran tatap muka di tengah randahnya angka vaksinasi dan kekhawatiran akan munculnya gelombang baru penyebaran Covid-19?
"Tidak ada jawaban hitam-putih atas pertanyaan kapan sebaiknya sekolah dibuka". Demikianlah jawaban diplomatis Professor Rodney Rohde, Kepala Laboratorium Klinis di Universitas Negeri Texas, San Marco.
Menurutnya, "tidak ada ukuran yang cocok untuk semua orang".
Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak tidak sesering terkena infeksi ketimbang orang dewasa dan apabila terinfeksi dampaknya tidak terlalu parah.
Beberapa kasus terjadi di Eropa dan Australia termasuk studi tentang contact-tracing di Swiss, Cina dan Perancis.
Dari studi tersebut ditemukan bahwa anak-anak memiliki kemungkinan kecil sebagai penyebar virus ketimbang orang dewasa.
Di Perancis misalnya, seorang anak berusia 9 tahun terinfeksi picornavirus, flu yang menyebabkan beberapa macam penyakit dan SARS-CoV-2 menularkan ke 80 orang temannya di tiga sekolah.
Ajaibnya, tak satupun dari mereka terinfeksi Covid-19, meski banyak diantaranya sebatas terkena flu biasa (Saplakoglu, Livescience, July, 2020).
Studi dari Davies NG yang dimuat di Natmed bulan Juni 2020 menunjukkan bahwa remaja yang berusia di bawah 20 tahun yang terinfeksi corona virus, sangat kecil kemungkinan bergejala parah dan berdampak kematian.
Studi lainnya yang dilakukan oleh Viner RM dan Russel SJ (Lancet Child Adolesc Health, 2020) menunjukkan bahwa anak-anak sekolah memiliki sangat sedikit kontribusi dalam penyebaran virus corona.
Dalam peringatan resminya mengenai rencana pembukaan sekolah, Uni Eropa merekomendasikan beberapa hal.
Pertama, sekolah bisa saja dibuka ketika terbukti penyebaran virus menurun secara signifikan dalam waktu tertentu.
Kedua, tersedianya fasilitas kesehatan yang sanggup menangani pasien apabila terjadi penularan puncak.
Ketiga, memiliki kemampuan memadai untuk melakukan monitoring, testing dan pelacakan yang cepat serta kemampuan mengisolasi mereka yang terinfeksi.
Karena memiliki kemampuan dan kapasitas seperti tersebut di atas, negara seperti Iceland, Swedia dan Taiwan tidak pernah benar-benar menutup sekolahnya.
Negara seperti Denmark, Finlandia, Norwegia, Perancis dan Jerman secara bertahap telah membuka kembali sekolah meski pandemi belum berlalu.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.