Kamis, 2 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Virus Corona

Dilema Pembelajaran Tatap Muka

Relevankah memaksakan pembelajaran tatap muka di tengah randahnya angka vaksinasi dan kekhawatiran akan munculnya gelombang baru penyebaran Covid-19?

Editor: Dewi Agustina
Tribun Jabar/Gani Kurniawan
Siswa dan guru mengikuti Simulasi Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di SD Negeri Cimahi Mandiri 2, Kota Cimahi, Jawa Barat, Selasa (25/5/2021). Dinas Pendidikan Kota Cimahi menggelar simulasi pembelajaran tatap muka yang dilaksanakan di 27 PAUD/TK, 102 SD, dan 38 SMP sebagai persiapan pelaksanaan pembelajaran tatap muka pada 19 Juli 2021 mendatang. 

Apabila PTM dipaksakan di seluruh Indonesia, tidak menutup kemungkinan sekolah-sekolah akan menjadi cluster baru penyebaran Covid-19 yang sangat berbahaya.

Di samping rendahnya vaksinasi dan keterbatasan infrastruktur sekolah, budaya new normal yang menjadikan prokes sebagai sebuah keharusan juga menjadi kendala.

Akan sangat susah mengatur anak-anak untuk bermain dan bergaul dengan menjaga jarak, konsisten memakai masker dan menerapkan budaya sehat; batuk, bersin, meludah sesuai prokes yang sangat ketat.

Selain itu perjalanan anak-anak menuju sekolah bisa menjadi masalah tersendiri.

Tidak semua orang tua mampu dan punya waktu untuk mengantar jemput anaknya dengan kendaraan pribadi.

Mayoritas mereka berangkat ke sekolah dengan menumpang kendaraan angkutan umum yang juga sangat berpotensi menularkan virus Covid-19.

Singkatnya, anak-anak sekolah dapat menjadi superspreader Covid-19 yang sangat berbahaya.

Potensi Learning Loss

Pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang diberlakukan selama pandemi Covid-19 merupakan opsi terbaik agar Indonesia terhindar dari learning loss.

Kehilangan satu generasi karena tidak belajar sama sekali selama pandemi memang sangat menghantui karena fasilitas pendukung dan kemampuan masing-masing peserta didik sangat berbeda.

Saat pandemi, kualitas dan efektifitas PJJ di berbagai penjuru dunia terbukti mengalami penurunan dan Indonesia bukanlah pengecualian. Terdapat beberapa kendala yang dialami untuk kasus Indonesia.

Menurut Nadiem Makarim, ada masalah seperti konektivitas yang tidak bisa diandalkan, masih banyak yang tidak punya gawai, dampak psikososial seperti bosan di rumah, serta jenuh dengan berbagai macam video conference, menyetor tugas dan prakarya, kesepian, kondisi belajar yang monoton serta banyak guru dan siswa yang mengalami depresi. Tidak berhenti sampai di situ.

Selama PJJ begitu banyak masalah domestik yang terjadi.

Dilaporkan dari berbagai daerah bahwa tingkat kekerasan dalam rumah tangga meningkat tajam termasuk kekerasan terhadap anak.

Banyak orang tua mengalami depresi berat karena di samping memikirkan ekonomi keluarga, mereka juga terpaksa mendampingi anak-anaknya dalam proses pembelajaran.

Dalam jangka panjang PJJ akan memicu terjadinya penyakit mental yang akut baik pada anak maupun pada orang tuanya (GTK Dikdas, 6 Mei 2021).

Kebijakan PTM

Halaman
1234

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved