Tribunners / Citizen Journalism
Pentahapan Vaksinasi Covid-19 Berdasarkan Panduan WHO
Indonesia dan beberapa negara di dunia sudah memulai vaksinasi COVID-19, sementara negara-negara lain akan segera menyusul.
Oleh: Prof Tjandra Yoga Aditama Guru Besar FKUI & Universitas YARSI. Mantan Direktur WHO SEARO dan Mantan Dirjen P2P & Ka Balitbangkes
TRIBUNNEWS.COM - Indonesia dan beberapa negara di dunia sudah memulai vaksinasi COVID-19, sementara negara-negara lain akan segera menyusul.
Artinya kebutuhan akan vaksin di dunia akan terus meningkat. Di sisi lain, karena ini vaksin baru maka produksinya tentu juga tidak tak terbatas.
Karena itu World Health Organization (WHO) mengeluarkan panduan rekomendasi untuk kemungkinan pentahapan / prioritasi kelompok masyarakat mana yang akan di vaksin sesuai dengan ketersediaan vaksin di suatu negara.
Rekomendasi ini membagi tiga skenario ketersediaan vaksin, dan untuk masing-masing skenario disampaikan berbagai kemungkinan prioritas yang dapat dipilih oleh suatu negara, tentu dengan memperhatikan situasi lokal negara itu.
Skenario pertama adalah bila ketersediaan vaksin amat terbatas, hanya tersedia untuk 1 sampai 10 persen populasi di negara itu.
Dalam skenario pertama ini maka vaksin direkomendasikan diberikan pada dua kelompok. Pertama, disebut stadium 1a pada awal peluncuran vaksin, di mana vaksin direkomendasikan diberikan ke petugas kesehatan yang “berisiko tinggi sampai sangat tinggi” tertular penyakit COVID-19.
Kelompok ke dua, disebut stadium 1b adalah kelompok usia tua yang risiko tinggi tertular. Batas usia yang dipilih disesuaikan dengan situasi epidemilogi negara setempat.
Kelompok usia tua memang patut jadi prioritas karena risiko tertular, risiko sakit menjadi berat dan risiko kematiannya tinggi.
Di sisi lain, kalau kelompok usia tua terlindungi dengan vaksin maka angka kesakitan dan angka kematian akibat COVID-19 di negara itu akan dapat menurun.
Skenario ke dua adalah kalau vaksin tersedia dalam jumlah terbatas, yaitu untuk 11 sampai 20 persen populasi suatu negara.
Ada lima pilihan prioritas yang mungkin mendapat vaksin di keadaan ini. Pertama adalah kelompok usia tua yang belum tercakup pada skenario pertama stadium 1b di atas.
Kedua adalah mereka yang punya ko-morbid (penyakit penyerta) yang secara jelas meningkatkan risiko untuk mendapat sakit COVID-19 yang berat dan bahkan kematian.
Ke tiga adalah kelompok sosio demografik tertentu yang juga secara nyata meningkatan risiko untuk mendapat sakit COVID-19 yang berat dan bahkan kematian.
Kelompok ini dapat berbeda dari satu negara ke negara lainnya, tergantung situasi masing-masing, misalnya saja para pengungsi, atau orang miskin dan terlantar, mereka yang tinggal di daerah konflik dan lain-lain.
Ke empat adalah pekerja kesehatan yang malakukan program imunisasi, baik imunisasi rutin maupun vaksinasi COVID-19.
Prioritas ke lima adalah guru dan petugas sekolah yang prioritas tinggi, misalnya di daerah-daerah yang sulit/tidak dapat melakukan pelajaran secara daring.
Sementara itu skenario ke tiga adalah kalau jumlah vaksin ada dalam kondisi sedang (moderate), artinya tersedia untuk 21 sampai 50 persen populasi negara.
Untuk ini ada enam pilihan prioritas. Pertama adalah guru dan petugas sekolah yang lain, yang tidak termasuk prioritas ke lima di skenario ke dua di atas.
Ke dua adalah petugas lapangan esensial di luar bidang kesehatan dan sekolah, seperti misalnya polisi, pegawai negeri yang langsung melayani publik, pekerja transportasi, mereka yang bekerja di bidang pangan dan lain-lain.
Prioritas ke tiga dalam skenario ini adalah wanita hamil dan prioritas ke empat adalah petugas kesehatan yang memiliki risiko ringan sampai sedang untuk tertular COVID-19.
Tentu penilaian risiko ini dapat tergantung dari analisa mendalam di negara masing-masing. Prioritas ke lima adalah petugas yang terlibat dalam produksi vaksin dan juga petugas laboratorium lain yang ber risiko tertular.
Sementara itu, prioritas ke enam dalam skenario ke tiga ini adalah kelompok masyarakat yang tidak memungkinan “menjaga jarak” dengan baik.
Hal ini juga mungkin berbeda dari satu negara ke negara lainnya, tapi contohnya adalah mereka yang tinggal di daerah kumuh padat, orang yang hidup dalam barak padat, dan lain-lain.
Tentu prioritas pentahapan berbeda dari satu negara dan negara lainnya, dan juga berbeda bila situasi epidemiologi pandemi mengalami tingkas tertentu, baik amat tinggi maupun sudah amat rendah serta berbeda pula sesuai implementasi kegiatan 3 T (test, trace, treat) yang sedang berjalan.
Juga penetapan prioritasi ini dapat berubah sesuai perkembangan dan perjalanan pandemi di waktu mendatang, dan tentunya kemungkinan pengembangan vaksin dalam bulan-bulan mendatang ini.
Akhirnya, kita semua menyadari bahwa vaksinasi memang bagian penting dalam penanganan pandemi, tapi juga harus dilakukan bersama upaya lain, baik pencegahan, deteksi dan pengendalian penularan di masyarakat serta pengobatan kasus yang ada.(*)
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.