Tribunners / Citizen Journalism
Menimbang Kehadiran KAMI dan Melawan Narasi Kebencian
KAMI sebagai organisasi butuh kader-kader yang profesional-intelektual bukan yang sekedar emosional.
Menimbang Kehadiran KAMI dan Melawan Narasi Kebencian
Oleh: KH. Imam Jazuli, Lc., M.A*
Di alam demokrasi, suara rakyat sangat dihargai. Tidak terkecuali aspirasi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI).
Kehadirannya di pentas politik turut mewarnai upaya penguatan peran masyarakat sipil. Sekali pun KAMI cenderung gegabah. Mulai dari deklarasi yang menyebabkan kerumunan massa hingga isu PKI yang tidak kontekstual.
Penolakan beberapa daerah atas deklarasi KAMI masuk di akal. Pandemi Covid-19 menuntut setiap orang untuk isolasi diri.
Sebisa mungkin segalanya dilakukan secara virtual. Bahkan aktivitas ekonomi sudah perlahan-lahan beralih ke dunia digital.
Apalagi persoalan politik. Sudah selayaknya KAMI belajar untuk menghormati protokol kesehatan dan mengajari publik berpolitik praktis berbasis dunia maya ini.
Kehadiran KAMI sangat positif. Hak untuk membentuk sebuah perkumpulan sudah dijamin Undang-undang. Pasal 1 angka 1 UU Nomor 17 tahun 2017 tentang Ormas menjamin organisasi seperti KAMI menyuarakan aspirasinya.
Masyarakat membutuhkan KAMI tentu di antaranya sebagai wacana alternatif di luar kekuasaan. KAMI bisa hadir ketika semua ormas besar berafiliasi pada kekuasaan. Itu disebut penguatan masyarakat sipil.
Namun, hak yang sudah dijamin oleh undang-undang jangan digunakan untuk melanggar peraturan perundang-undangan yang lain.
Larangan berkumpul seperti mengadakan deklrasi yang menyebabkan kerumunan juga diatur oleh undang-undang. Misalnya, Maklumat Kapolri Nomor Mak/2/III/2020 tentang Kepatuhan terhadap Kebijakan Pemerintah dalam Penanganan Penyebaran Virus Corona (Covid-19). Atau, Pasal 216 dan 218 KUHP.
Bukan saja KAMI, semua pihak sudah seharusnya menjadi teladan bahwa berpikir secara komprehensif adalah bagian dari pendidikan politik.
Tidak dapat dibenarkan bertindak sesuka hati hanya karena merasa telah dilegitimasi oleh hukum tertentu. Walaupun pada kenyataannya, di saat yang sama, menodai aturan hukum yang lain.
Model perilaku berpolitik yang parsial semacam itu merupakan cerminan dari pembodohan publik. Bukan pendidikan politik yang ideal.
Dalam kasus lain, KAMI boleh menyuarakan anti kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI). Undang-undang Nomor 27 tahun 1999 tentang Kejahatan terhadap Keamanan Negara memang melarang ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisine dalam segala bentuk dan perwujudannya.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.