Jumat, 3 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Kritik Fenomena Hijrah Masa Kini, Tulisan Nyai Badriyah Fayoumi Dipuisikan

Puisi ini berisi tentang fenomena Hijrah yang banyak digandrungi sekelompok komunitas tertentu yang saat ini dinilai beda dengan di masa Nabi Muhammad

Editor: Husein Sanusi
zoom-inlihat foto Kritik Fenomena Hijrah Masa Kini, Tulisan Nyai Badriyah Fayoumi Dipuisikan
Pesantren Bina Insan Mulia/Istimewa
Tsaura Benazir Helmaye Jazuli

TRIBUNNEWS.COM - Fenomena Hijrah di masa kini seperti telah menjadi trend untuk menandai sekelompok komunitas yang ingin memperbaiki kehidupannya terutama dari sisi spiritual.

Hijrah sejatinya berasal dari bahasa Arab yang artinya berpindah. Jika kata Hijrah dikorelasikan dengan Nabi Muhammad SAW, adalah sebuah peristiwa pindahnya Nabi Muhammad dari Makkah ke Madinah untuk membangun peradaban yang lebih baik.

Namun, pemaknaan Hijrah di masa kini tampaknya sudah berbeda. Terinspirasi dari tulisan Dra. Hj. Badriyah Fayumi, Lc., M.A., seorang Azhariyyin kelahiran Pati, 5 Agustus 1971.

Sebuah puisi keren, ciamik, menarik dan menggelitik berjudul "Hijrah Nabi Dulu dan Fenomena Kini, Hijrah yang telah Berbalik Arah" dibacakan oleh Tsaura Benazir Helmaye Jazuli beredar di media-media sosial.

Tsaura Benazir Helmaye Jazuli adalah santri Pondok Pesantren Mahasina, Bekasi, yakni Putri ke-3 KH. Imam Jazuli Lc. MA, Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon.

Puisi ini berisikan kritik terhadap fenomena Hijrah yang dinilai salah arah. Berikut teks lengkap puisi tersebut:

Hijrah Nabi Dulu dan Fenomena Kini

Dulu,
Nabi hijrah itu meninggalkan Makkah yang kejam, memusuhi perbedaan dan tak memberi ruang pada tauhid dan pencerahan.

Dulu,
Nabi hijrah ke Madinah itu membangun peradaban, merukunkan yang bermusuhan, memberi ruang dan penghormatan atas perbedaan, hingga Muslim dan Yahudi pun hidup berdampingan dalam damai di bawah sebuah kesepakatan.

Meski Makkah menorehkan banyak luka, di hati Nabi yang ada hanya rindu dan cinta. Hijrah tak menjadi sekat pembatas untuk tetap menyapa dan mengikat hati dengan Makkah.

Hijrah tak menjadikan Nabi dan sahabat tak bergaul dengan kelompok lain karena merasa paling beriman dan berjasa membangun Madinah. Hijrah tak menjadikan Nabi menolak berdialog dengan mereka yang memusuhinya, bahkan tak memasalahkan musuh2nya yang belum mau mengakui risalahnya. Perjanjian Hudaibiyah adalah salah satu buktinya.

Begitulah hijrah Nabi ; tak pernah menjadi penghalang toleransi; tak jadi penghambat komunikasi dengan semua yang berbeda, apalagi pemutus silaturrahim dengan kawan dan saudara.

Hingga saat Fathu Makkah tiba, Makkah pun menerima Islam tanpa ada kekerasan. Semua yang memusuhi dimaafkan, yang bermusuhan didamaikan, dan semua merasa dimuliakan. Begitulah hijrah Nabi ; Mempersatukan. Mendamaikan. Mempersaudarakan. Memanusiakan.

Kini,
Fenomena hijrah terlihat berbelok arah;
hijrah diciriutamakan dengan berganti model pakaian, mengikuti pengajian2 yang ditentukan, tak lagi berkawan dengan yang tidak sepemikiran, memandang rendah kepada yang dianggap "belum hijrah" dan menganggap diri lebih islami karena hanya menggunakan produk2 yang diproduksi dan dijual kawan sendiri.

Padahal, hijrah Nabi yang dikabarkan dalam kitab2 sirah nabawiyah tidaklah demikian.
Hijrah Nabi justru mendorong pembauran dengan penduduk Madinah yang beraneka suku dan keyakinan.
Nabi tak mentang2 meski berada di jalur kebenaran. Muamalah dan perdagangan terbuka untuk semua kalangan.

Halaman
12

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved