Tribunners / Citizen Journalism
Virus Corona
Sistem Dua Shift, Tak Ada Lagi Setumpuk Kertas di Meja Pimpinan
Yang terbaru, sekaligus bisa menjadi tradisi dan peradaban baru bangsa ini ke depan adalah pengaturan shift jam kerja karyawan.
Tentang ini, Sekretaris Daerah DKI Jakarta sempat membuat aturan sejenis dengan jeda dua jam.
“Kami pun rapat intensif degan Pemprov DKI, akhirnya mereka setuju untuk merevisi peraturannya, disesuaikan dengan SE Gugus Tugas, yakni jeda tiga jam,” ujar Wisnu pula.
Evaluasi Shift
Tentu, pelaksanaan sistem kerja dua shift akan menemui kendala. Pada galibnya, sesuatu yang baru selalu diawali dengan penyesuaian-penyesuaian.
Misal, per tanggal 22 Juni kabar dari Bogor, masih terjadi penumpukan penumpang.
“Keseluruhan, beberapa hari sejak dilaksanakan sistem shift, situasi relatif terkendali,” ujar Wisnu.
Tak kelah penting adalah dukungan pemberitaan yang positif. Dalam sebuah bincang pribadi, Roso Daras, wartawan senior memberikan komentarnya dengan nada kelakar.
"Bandingkan judul tulisan ‘Keren, Warga Patuh Antre Demi Protokol Kesehatan’ dengan judul ‘Akibat PSBB Antrean Mengular Sampai Satu Kilometer. Padahal isi beritanya sama. Judul pertama memuat spirit positif sedangkan judul kedua insinuatif," ungkap Roso.
Tak terkecuali pemberitaan seputar Surat Edaran Ketua Gugus Tugas Covid-19, tentang pengaturan shift.
Sudut pandang media juga terbelah antara yang memilih angle positif dengan angle yang insinuatif. Secara positif, pengaturan shift harus dilihat sebagai sebuah keniscayaan dalam adaptasi kebiasaan baru.
Pengaturan shift akan mengurangi penumpukan manusia di stasiun dan terminal. Juga mengurangi kemacetan akut di Jakarta dan sekitarnya.
Inilah kondisi yang dibutuhkan menyongsong adaptasi kebiasaan baru dengan tetap melaksanakan protokol kesehatan.
Hanya dengan cara ini, tujuan menyeimbangkan penanganan sektor kesehatan dan ekonomi bisa berjalan paralel.
Sebaliknya, angle negatif justru akan menyoal produktivitas pegawai, karena aset SDM seperti dibelah dua.
Sudut pandang seperti ini, menurut Roso, kurang tepat. Sebab, kita sedang hidup dalam situasi yang tidak normal. Keliru jika ukuran kenormalan yang digunakan. “Bahasa sederhananya, ‘bisa bekerja saja sudah bagus’,” tandasnya.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.