Selasa, 30 September 2025

Tribunners / Citizen Journalism

KNPI Mana yang Sah?

Saat ini muncul pertanyaan mana KNPI yang sah ditengah dualisme kepemimpinan KNPI.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-inlihat foto KNPI Mana yang Sah?
Ist for tribunnews.com
Fajlurrahman Jurdi.

KTUN dapat dicabut apabila terdapat cacat wewenang, prosedur, dan/atau substansi.

Pencabutan KTUN dapat dilakukan oleh pejabat pemerintahan yang menetapkan KTUN, oleh atasan pejabat yang menetapkan KTUN, atau atas perintah pengadilan.

Begitu juga dengan pembatalan KTUN, berlaku hal yang sama. Jadi, perlu ditegaskan, tidak ada istilah “blokir KTUN”.

Dalam surat jabawan Menteri Hukum dan HAM bernomor; AHU.UM.01.01-45 tertanggal 29 Januari 2020 yang menjawab permohonan pemblokiran atas Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor AHU-0000037.AH.01.08. Tahun 2019 Tanggal 17 Januari 2019 yang dilakukan oleh Haris Pratama, ada tiga poin menegasan yang menunjukan adanya kepastian hukum bagi perkumpulan KNPI mana yang diakui legalitasnya.

Pertama, yang dimaksud dengan pemblokiran dalam angka 1 surat itu adalah pemblokiran terhadap akses Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH), agar tidak ada lagi yang mendaftarkan nama yang sama dengan perkumpulan KNPI yang telah ditetapkan dengan Surat Keputusan Tanggal 17 Januari 2019.

Jadi bukan pemblokiran Surat Keputusan tentang status Badan Hukum KNPI versi Fajriansyah, tetapi pemblokiran “sistem” persuratan elektronik Kementerian Hukum dan HAM agar tidak ada lagi orang yang mendaftarkan nama badan hukum dengan nama KNPI atau yang serupa dengan itu.

Hal ini dijelaskan kembali dalam angka 2 surat Kemenetrian Hukum dan HAM tertanggal 29 Januari 2020.

Dengan demikian, hanya satu KNPI, yakni “perkumpulan KNPI” yang saat ini diketuai oleh Fajriansyah di tingkat pusat dan di Sulsel diketuai oleh Kanita Maruddani. Selain itu, maka seharusnya dan sebaiknya tidak boleh menggunakan nama KNPI.

Kedua, Jika dimaknai secara lebih seksama dan lebih teliti, pada angka 3 surat itu merupakan larangan dan jika boleh secara agak tegas adalah ancaman, bagi siapapun yang menggunakan kode khusus QR yang diberikan oleh Kementerian Hukum dan HAM kepada KNPI untuk digunakan dalam persuratan mereka.

Dengan kode ini, maka KNPI bisa memohon bantuan dana kepada lembaga-lembaga resmi, seperti bantuan hibah, dan sebagainya.

Penggunaan kode ini hanya boleh dilakukan oleh KNPI yang telah disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM, dan jika ada organisasi selain itu, baik yang mengatasnamakan KNPI maupun yang serupa dengan itu menggunakan kode QR, maka dia dapat di pidana.

Dengan demikian, berakhirlah pula dualisme KNPI.

Sekarang KNPI hanya satu, di DPP dketuai oleh Fajriansyah dan di Provinsi Sulsel diketuai oleh Kanita Maruddani.

Selain itu, bisa jadi OTB (organisasi tanpa bentuk) atau yang serupa dengan itu.

Karena itu, perlu kehati-hatian bagi pemerintah daerah dalam memberikan dana hibah kepada KNPI, khususnya di Sulsel.

Periksa terlebih dahulu aspek legalitasnya, agar tidak menjadi persoalan hukum dikemudian hari.

Karena jika diberikan dana hibah kepada organisasi yang tidak legal, yang kerepotan juga pemerintah sendiri, karena pasti akan berujung pada masalah hukum. Karenanya, hindari masalah hukum selagi bisa dihindari.

Wallahu A’lam bishowab.

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan