Minggu, 5 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Membaca Politik Pragmatis Jokowi dan Politik Keumatan NU

Politik keumatan yang NU perjuangkan kalah penting dari visi ekonomi dan kesejahteraan Jokowi selama 5 tahun ke depan.

Editor: Husein Sanusi
Istimewa
KH. Imam Jazuli, Lc. MA, Alumnus Univeraitas al Azhar Mesir, Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Wakil Ketua Rabithah ma'ahid Islamiyah- asosiasi pondok pesantren se Indonesia- Pengurus Besar Nahdlatul ulama (PBNU) periode 2010-2015. 

Tidak tertutup peluang, dengan berkaca pada komposisi kabinet, visi kesejahteraan ekonomi Jokowi hanya kamuflase. Sebagaimana orang-orang NU ditinggal pergi, seluruh rakyat Indonesia terancam mengalami nasib serupa. Terlebih bila sampai terbongkar bahwa maksud tersembunyi dari visi kesejahteraan ekonomi tersebut adalah kesejahteraan kroni-kroni terdekat.

Tidak tepat janji dalam politik mungkin terjadi. Periode 2019-2024 adalah “peluang terakhir”. Jokowi perlu mempersiapkan kepentingan dirinya di masa depan, yang melampaui batas masa jabatan kepresidenan. Dia harus mampu meningkatkan kesejahteraan ekonomi, baik untuk seluruh rakyat Indonesia maupun untuk kroni-kroninya sesama pengusaha semata.

Hal tersebut jauh lebih prospektif bagi seorang mantan pengusaha mebel dari pada berbalas budi kepada satu ormas yang bergelut dengan isu agama. Sementara NU berada di posisi jauh dari pragmatisme-materialis Jokowi.

Di mata warga NU, Isu kesejahteraan ekonomi kalah penting dibanding isu persaudaraan, kerukunan, persatuan, dan nasionalisme. Jika tujuan bernegara hanya untuk mendatangkan investasi dan kesejahteraan ekonomi saja, kita tidak asing dengan isu-isu ini. Di bangku kuliah kita sudah belajar apa yang pernah terjadi di jaman kolonialisme.

Ir. Soekarno pernah menulis, “ketika kapitalisme modern sudah dewasa, kelebihan modal atau surplus kapital mereka ingin dimasukkan ke Indonesia. Mereka tidak sabar menunggu di pintu gerbang Indonesia. Mereka memekik dengan semboyan-semboyan seperti kebebasan buruh, kebebasan menyewa tanah, dan persaingan bebas,” (Soekarno, Mencapai Indonesia Merdeka, Bandung: Segara Arsy, 2019; 11).

Politik NU bukan politik pragmatis-materialistis seperti Jokowi, yang hanya menyangkut urusan perut. Tetapi, politik NU adalah politik keumatan. Hidup berbangsa dan bernegara tidak saja mengejar kebahagiaan material. Nilai-nilai ideal kemanusiaan dan keagamaan jauh lebih mulia dari yang pragmatis-materialistis. Ini yang akan terus PBNU dan warga Nahdliyyin perjuangkan sekali pun harus berjalan sendirian.

*Penulis adalah alumni Universitas Al-Azhar, Mesir; Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon; Wakil Ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah (Asosiasi Pondok Pesantren se-Indonesia); Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Periode 2010-2015.

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved