Kamis, 2 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

AA Permana, Putra Bali-Lombok di Jantung Bangsa-bangsa

Dan hari itu, di bawah langit New York yang cerah, saya berjumpa putra kebanggaan Dewa Made Risna Winangun.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-inlihat foto AA Permana, Putra Bali-Lombok di Jantung Bangsa-bangsa
Ist/Tribunnews.com
AA Permana, senior Officer United Nations (UN) Force (kiri) berfoto bersama Wapres Jusuf Kalla dan Menlu Retno LP Marsudi.

Empat tahun di Kupang, sejak 1996, akhirnya pada Desember tahun 2000 ia dipindahtugaskan ke Polda Bali Unit Provoost (Propam) sampai tahun 2004.

Selama empat tahun berdinas di Kupang, ia pun bersinggungan dengan United Nations Officer tahun 1998/1999 yang tengah berdinas sebagai staf mission UNTAET (United Nations Transitional Administration in East Timor/ Administrasi Sementara PBB di Timor Timur) dan UNAMET (United Nations Mission in East Timor).

Seperti alur cerita flashback, pendulum hidup Permana menandakan arah lain di tahun 2002, saat berlangsung KTT di Nusa Dua Bali. Di situlah, atas kehendak Tuhan, Permana berjumpa kembali dengan UN Officer yang ia kenal di Timor Timur beberapa tahun lalu.

Dalam event KTT di Nusa Dua Bali itu, Polda Bali bertugas mengamankan jalannya acara. Permana satu di antara banyak anggota polisi yang terlibat.

Dalam salah satu dialog, rekan UN Officer yang merupakan sahabat lamanya sewaktu berdians di NTT menawarinya bergabung menjadi polisi di Markas Besar PBB.

Spontan Permana berpikir, “peluang yang menantang.”

Permana membiarkan nalurinya yang meminta ia mempersiapkan dan menjajal peluang menjadi petugas kepolisian di Markas Besar PBB.

Persiapan matang akhir tahun 2003, dan ia pun mengikuti Tes Seleksi Anggota Kepolisian PBB dengan persyaratan utama, pernah mengikuti dinas militer atau kepolisian sekurang-kurangnya lima tahun, dan usia saat pendaftaran tidak lebih dari 32 tahun.

Adapun persyaratan tambahan lain adalah kemampuan berbahasa Inggris aktif (fluent), atau penguasaan bahasa asing lain, seperti Spanyol, Arab, China, dan Rusia. Penguasaan lebih dari satu bahasa asing akan menjadi nilai tambah tersendiri.

“Pendeknya, tes seleksi masuk menjadi UN Officer kurang lebih sama dengan tes masuk ke akademi kepolisian atau akademi militer di Indonesia. Selain tes akademik, juga ada tes kesehatan, tes jasmani, tes menembak, psikotes, dan wawancara,” ujar Permana, yang kini menguasai bahasa Inggris, Spanyol, dan Jerman, itu.

Usai menjalani tes yang ia jalani di New York, dan atas beban biaya sendiri, Permana pun menunggu, sambil melanjutkan dinasnya di Polda Bali.

Bukan seminggu-dua ia menunggu. Hampir setahun kemudian, tahun 2004, barulah kabar gembira itu pun datang. Ya, Permana diterima menjadi UN Officer.

Entah perasaan apa yang berkecamuk di dada. Antara sedih harus meninggalkan Kepolisian RI yang telah mendidik dan membentuk dirinya hingga saat ini, dan rasa senang –tepatnya bangga—bisa berkarier di lembaga dunia.

Antara sedih harus meninggalkan pulau Bali dan Lombok, serta rasa bangga bisa berkarier di level internasional. Di tengah suasana hati seperti itulah, Permana mengurus pengunduran diri dari Polri, dan bertolak ke New York, setelahnya.

Sebagai “orang baru”, Permana pun melakoni rotasi tugas, mulai dari Junior Patrol Officer, kemudian masuk berbagai unit atau squad. Untuk sampai ke posisi unit pengawalan Sekjen PBB, juga melewati seleksi ketat, dan Permana lolos.

Halaman
1234

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved