Tribunners / Citizen Journalism
KH Imam Jazuli: Kritik Nalar Atas Ideologi HTI
Sebagaimana negara kita punya Pancasila sebagai ideologi ideal karena negara kita multi etnis dan multi religi.
Kritik Nalar Atas Ideologi HTI
Oleh KH. Imam Jazuli Lc., MA
Sebagaimana yang mafhum dipahami, Hizbu Tahrir Internasional (HTI) adalah organisasi politik pan-Islamis yang didirikan resmi antara bulan November 1952 dan awal 1953 di Yerusalem.
Menurut Michael. R. Fischbach, pendirian Hizbut Tahrir datang bersamaan dengan lahirnya gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir. Ia lahir dari gagasan Taqiuddin al-Nabhani, yang berupaya merevolusi sistem politik seluruh negera di dunia.
Organisasi ini mengklaim "ideologinya sebagai ideologi Islam-kaffah", yang diantara tujuan besarnya adalah membentuk "Khilafah Islam" atau negara Islam, karena perintah/kewajiban, terutama dalam rangka memenuhi seruan Allah dalam QS. Ali Imran, 104: “Hendaklah ada di antara kalian segolongan umat.”
Dalam ayat ini, sesungguhnya Allah telah memerintahkan umat Islam agar di antara mereka ada suatu jamaah (kelompok) yang terorganisasi. Kelompok ini memiliki dua tugas: (1) mengajak pada al-Khayr, yakni mengajak pada al-Islâm; (2) memerintahkan kebajikan (melaksanakan syariat) dan mencegah kemungkaran (mencegah pelanggaran terhadap syariat).
Hujjah HTI berikutnya adalah: “Siapa saja yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang Allah turunkan, mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (QS al-Maidah, 44).
Sementara, Kekhalifahan baru yang diidamkan tersebut punya jargon demi terwujudnya persatuan komunitas Muslim (Ummah) dalam negara Islam kesatuan (bukan federal) dari negara-negara mayoritas Muslim. Mulai dari Maroko di Afrika Utara ke Filipina selatan di Asia Tenggara.
Negara yang diusulkan akan menegakkan hukum Syariah Islam, kembali ke "tempat yang selayaknya sebagai negara pertama di dunia", dan membawa "dakwah Islam" ke seluruh dunia.
Karena itu, bagi mereka semua mabda’ (ideologi) selain Islam, seperti kapitalisme dan sosialisme (termasuk di dalamnya komunisme), tidak lain merupakan ideologi-ideologi destruktif dan bertentangan dengan fitrah kemanusiaan.
Berikut ini, beberapa kritik atas ideologi atau dalil/hujjah HTI;
Pertama, menurut al-Imam al-Wahidi an-Naisaburi, dalam bukunya Asbabu Nuzul, ayat diatas, sama sekali tak terkait dengan politik, apalagi perintah mendirikan negara Islam (Khilafah), tetapi murni anjuran untuk berdakwah, agar setiap orang mendapatkan hidayah-islam.
Menurutnya, hadis ini terkait dengan perintah pada kebaikan, dan pencegahan pada kemungkaran. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman Al-Hasyimi, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ja’far, telah menceritakan kepadaku Amr ibnu Abu Amr, dari Abdullah ibnu Abdur Rahman Al-Asyhal, dari Huzaifah ibnul Yaman, bahwa Nabi pernah bersabda: Demi Rabb yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, kalian benar-benar harus memerintahkan kepada kebajikan dan melarang perbuatan mungkar."(Cairo: Nasyr City, Muasasah Halabi, 1967, h. 1388).
Kedua, yang menjadi titik poin pada QS. al-Maidah, 44 diatas adalah kata man lam yahkum (tidak memutus suatu perintah). Kata yahkum, terambil dari akar kata hakama, yang berarti menghalangi. Seperti hukum yang berfungsi menghalangi terjadinya kefasadan, keburukan, penganiayaan dan juga ketidak adilan.
Biasanya fungsi ini disebut sebagai hakim. Yang perlu dicatat adalah, seluruh firman Allah dan Sabda Rasulallah, bersifat Muhkam. Allah berfirman; Kitabun uhkimat ayatuhu (Q.S. Hud, 1). Dalam terminilogi fiqih, hukum biasanya diartikan sebagai perintah dan larangan, seperti kewajiban shalat, berpuasa, zakat, haji dan larangan mencuri, berzina, menikahi perempuan tertentu dan lain sebagainya.
Biasanya kata muhkam, ayat yang diidentifikasi dengan jelas, lagi tegas maknanya dan tidak membutuhkan penjelasan lain di luar dirinya. Selain itu, kata ini sering disandingkan dengan lawan katanya; Mutasyabih (yang masih samar).
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.