Tribunners / Citizen Journalism
Pemilu 2019
Haruskah Mempertahankan Pemilu Serentak?
Fakta pasca pemilu serentak nasional 17 April 2019 ini harus dimaknai sebagai tragedi nasional.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 20/PUU-XVIII/2019 memperbolehkan penggunaan e-KTP dan surat keterangan (Suket) perekaman e-KTP untuk memilih.
Kurangnya penjelasan kepada public dikalahkan oleh isu hoaks ditengah antusiasme public mengikuti pilpres membuat pemilih yang tidak terdaftar berduyun-duyun mendatangi TPS.
Padahal Putusan MK mempersyaratkan lokasi pemilih harus sesuai alamat KTP.
Belum lagi tekanan dari para saksi atau caleg yang ingin “bermain mata” dengan petugas TPS.
Kedua, surat suara pilpres yang sederhana sangat berbeda dengan surat suara pileg yang teramat rumit.
Jumlah 5 (lima) jenis surat suara di setiap TPS telah menyulitkan KPPS memastikan perolehan suara setiap partai ditambah perolehan setiap caleg untuk satu partai yang sama terhadap perolehan suara 14 (empat belas) partai politik bagi level DPRD Kabupaten/Kota, DPRD Provinsi, DPR RI dan para caleg DPD RI.
Setiap petugas TPS harus secermat mungkin memastikan perolehan suara setiap partai dan setiap caleg yang dituangkan dalam Formulir C-1 yang menjadi basis penghitungan suara di tingkat TPS bagi masing-masing 5 (lima) kotak suara.
Jika menggunakan hitungan sederhana dengan 14 partai politik untuk pemilu nasional dan jika setiap partai politik mengusulkan 7 (tujuh) orang caleg saja masing-masing di tiga surat suara, maka untuk setiap DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten sudah berjumlah 294 orang caleg (7 caleg x 14 partai politik x 3 jenis surat suara DPR/D).
Ini belum termasuk perolehan suara atas nama partai politik yang surat suaranya tidak mencoblos caleg.
Belum lagi harus memastikan perolehan suara masing-masing calon DPD RI, seperti dari Provinsi Jawa Barat ada 59 orang calon DPD RI.
Kerumitan luar biasa ini meminta adrenalin psikologis sangat tinggi dan kesehatan fisik sangat prima untuk memastikan akurasi dan validitas penghitungan suara.
Petugas KPPS yang sudah mengawal surat suara sehari sebelumnya, sangat mungkin bekerja selama 36 jam sepenuh waktu tanpa istirahat dengan gaji dibawah Rp 400.000 (empat ratus ribu rupiah).
Usulan Pemilu Serentak
Setidaknya ada dua usulan perbaikan yang mungkin bisa ditempuh mengurani risiko kehilangan nyawa seperti yang terjadi di Pemilu serentak Nasional 2019.
Pertama, mengembalikan pemilu serentak ke semangat awal yakni model pemilu serentak nasional untuk memilih Presiden, DPR RI, bersama DPD RI, dan pemilu serentak nasional untuk Gubernur bersama DPRD Provinsi, serta Bupati/Walikota bersama DPRD Kabupaten/Kota.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.