Sabtu, 4 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Pilpres 2019

Jokowi, Prabowo dan Kuda Tunggangan

Jokowi menaiki kuda putih bernama Salero, Prabowo menaiki kuda cokelat bernama Principe.

Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM
Presiden Jokowi bersama Ketua Umum DPP Partai Gerindra Prabowo Subianto. 

Begitu Bung Karno tumbang pada 1966, Soeharto yang menggantikannya kemudian memanggil pulang Soemitro dari pelariannya di luar negeri dan kemudian diangkat menjadi arsitek ekonomi rezim Orde Baru.

Selain itu, Prabowo berlatar belakang Tentara Nasional Indonesia (TNI), dengan jabatan terakhir Panglima Komando Cadangan Strategis TNI Angkatan Darat (Pangkostrad), dan TNI identik sebagai musuh PKI, karena TNI-lah organ utama yang menumpas pemberontakan PKI.

Mengapa HTI lebih mudah menunggangi Prabowo daripada Jokowi? Padahal, Prabowo selalu mengklaim Pancasilais dan patriotis, sesuatu yang bertentangan dengan paham khilafah.

Pertama, untuk menunggangi Jokowi, jelas HTI akan lebih kesulitan, karena Jokowi-lah Presiden yang membubarkan HTI melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) No 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas UU No 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, dan juga Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM No AHU-30.AH.01.08 Tahun 2017 tentang Pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan HAM No AHU-0028.60.10.2014 tentang Pengesahan Pendirian Badan Hukum Perkumpulan HTI.

Kedua, terjadi simbiose mutualisme antara Prabowo dan HTI. Prabowo butuh suara HTI dalam kontestasi pilpres, sementara HTI butuh topangan Prabowo karena bila Prabowo menang maka HTI bisa dihidupkan kembali.

HTI kini dalam kondisi mati suri bahkan zombie, sehingga butuh Prabowo untuk menghidupkannya kembali bila kelak menjadi Presiden. Sebaliknya bila Prabowo kalah, maka HTI akan menjadi mumi untuk minimal lima tahun ke depan.

Meski berkali-kali mengelak dikaitkan dengan HTI, termasuk dalam kampanyenya di Manado, Minggu (31/3/2019), namun dalam kampanye Prabowo itu berkibar Al Liwa, bendera yang diidentikkan dengan HTI.

Ustaz Bachtiar Nashir kemudian mengulangi klaimnya itu dalam kampanye Prabowo-Sandiaga Uno di Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Minggu (7/4), dengan menyebut mereka yang menuduh Prabowo hendak mendirikan khilafah adalah “tolol”.

Mungkin saja Prabowo memanfaatkan HTI hanya untuk kepentingan pilpres, karena bila mengacu pada latar belakangnya yang TNI dengan Sapta Marga-nya, serta statemen-statemennya yang Pancasilais dan patriotis, nyaris tidak mungkin Prabowo akan membiarkan berdirinya negara khilafah. HTI hanya dipakai Prabowo sebagai kuda tunggangan sesaat.

Lalu, apa kuda tunggangan Jokowi? Antara lain mereka yang menolak ide negara khilafah.

Mereka itulah silent majority (mayoritas diam)? Apakah mereka para keturunan dan simpatisan PKI?

Bisa jadi, tapi tidak seluruhnya. Faktanya, para penganut Islam moderat banyak yang mendukung Jokowi.

Apakah bila Jokowi menang lalu PKI akan bangkit dari kuburnya? Belum tentu, bahkan bisa dikatakan mustahil.

Sebab, PKI sudah dibubarkan melalui Ketetapan MPRS No XXV/MPRS/1966, dan kini tak ada lagi lembaga negara yang berwenang mencabut Ketetapan MPRS, termasuk Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI sendiri.

Kalau memang mau menghidupkan PKI, bukankah peluang Jokowi terbuka sejak terpilih menjadi Presiden pada 2014? Mengapa harus menunggu terpilih kembali?

Halaman
123

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved