Tribunners / Citizen Journalism
Soliditas Kader Pemuda Muhammadiyah
Ketua umum dan pimpinan pusat adalah sang pembuka kunci, pengetuk pintu bagi semua upaya kader untuk mentransformasikan dirinya.
Editor:
Hasanudin Aco
Oleh: Iu Rusliana
Ketua Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah Jawa Barat
“Kita Pemuda Muhammadiyah,
Qur’an Sunnah dasar hidup kita,
membangun dengan ilmu dan amal,
dalam jihad fi sabilillaah.”
TRIBUNNEWS.COM - Kata “kita” menggambarkan kesadaran pendiri awal Pemuda Muhammadiyah bahwa soliditas, kesadaran kekitaan merupakan kunci, ruh gerakan organisasi yang didirikan sejak 1932 ini.
Usianya yang kini mencapai 86 tahun, idealnya tumbuh sebagai organisasi yang kadernya saling memajukan, membukakan pintu peran kader di berbagai lini.
Ketua umum dan pimpinan pusat adalah sang pembuka kunci, pengetuk pintu bagi semua upaya kader untuk mentransformasikan dirinya.
Jangan sampai semua panggung dikuasai sendirian oleh ketua umum dan kroninya.
Pun demikian, tugas sama dibebankan kepada pimpinan wilayah, daerah, cabang dan ranting masing-masing. Setiap level dalam perannya masing-masing akan bahu membahu saling mengaktualkan potensi masing-masing.
Kemajuan organisasi ditentukan oleh kualitas kadernya. Kualitas kader ditopang oleh proses kaderisasi yang dibangun.
Hanya saja bagi organisasi Pemuda Muhammadiyah, yang diisi kader-kader matang yang telah melewati tahapan kaderisasi di organisasi mahasiswa dan pelajar seperti Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), organisasi otonom lain dan bahkan dari non organisasi otonom, di luar proses kaderisasi formal, rasa memiliki dan soliditas jauh lebih utama.
Kenapa? Karena latarbelakang kader-kadernya. Belum lagi nuansa politik yang menjadi bagian tak terpisahkan.
Di IMM dan IPM kadernya diajarkan berdiskusi, seminar, demo dan berbagai upaya pengembangan intelektualitas. Di Pemuda Muhammadiyah yang diperkuat adalah seni lobi, politik dan sedotan ke arena politik. Kader-kadernya banyak yang juga aktif di partai politik, penyelenggara pemilu dan lembaga publik lainnya.
Akibatnya menjadi kader pemuda Muhammadiyah itu sebagian besar gerakannya sangat politis. Sejauh dibingkai oleh etika dan moralitas, ditujukan untuk kepentingan umat, hal ini menjadi kewajiban kader.
Ingat, hulu segala persoalan dan kebijakan di negeri ini adalah politik. Apatis terhadap politik adalah ketakmengertian konteks dakwah, dan itu bahaya bagi seorang kader pemuda Muhammadiyah.
Kata kita mengingatkan bahwa ketika sudah di Pemuda Muhammadiyah, baju-baju lama yang dapat merusak soliditas harus ditinggalkan.
Jika dulu adalah kader ortom, mesti diingat kini telah menjadi kader pemuda. Latarbelakang itu tak boleh melahir pengkotakan.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.