Tribunners / Citizen Journalism
Pemilihan Presiden 2019
Kejutan Itu Biasa: Surprise di Tengah Euforia Deklarasi Capres Cawapres
Saat Jokowi di last minutes menyebut Maruf Amin banyak orang terkejut. Kejutan lain datang dari kubu Prabowo
Oleh Xavier Quentin Pranata*
TRIBUNNEWS.COM - Maunya bikin kejutan, ternyata justru terkejut duluan. Suatu kali saya diundang bicara di Melbourne. Setelah memasukkan koper ke apartemen, saya diajak makan oleh panitia di China Town. Selesai makan, saya pamit sebentar untuk ke toilet. Selesai dengan urusan saya, saya tidak melihat seorang mahasiswa pun di resto kuno itu.
Entah mereka menghilang ke mana. Saya memutuskan untuk pulang ke aparteman dengan berjalan kaki karena jaraknya memang tidak terlalu jauh. Saat hendak membaringkan tubuh karena lelah, hape saya bergetar. Dari panitia. Rupanya mereka sibuk mencari saya yang tiba-tiba ‘menghilang’, padahal, merekalah yang lebih dulu ‘menghilangkan diri’.
Rupanya, mereka ingin ngerjain saya sebagai acara sambutan yang unik. Setelah mereka tahu bahwa saya dulu pernah tinggal di ibukota Victoria ini, mereka tertawa terbahak-bahak sambil berkata, “Wah, maunya pengin ngerjain Bapak, tidak tahunya kami yang dikerjain.”
Saya ikut tertawa sendirian di kamar. Mereka ingin membuat kejutan, ternyata justru terkejut. Hidup memang penuh kejutan. Namun, kejutan yang terlalu sering membuatnya jadi biasa. Hal itulah yang terjadi pada hingar bingar deklarasi capres cawepres yang baru saja lewat namun beritanya masih hangat mengepul.

Saat Jokowi di last minutes memutuskan untuk menggandeng Ma’ruf Amin menjadi cawapresnya, banyak orang—termasuk saya—yang terkejut. Analisa banyak orang mulai dari obrolan di warung kopi pinggir jalan, rekan-rekan wartawan sampai pengamat politik serius mengarah di Mahfud MD yang rekam jejak maupun kinerjanya di trias politika—ekskutif, legislatif dan yudikatif sudah terbukti. Keterkejutan kami bukan faktor Ma’run Amin, melainkan gagal majunya Mahfud MD yang di injury time masih menunggu di sebuah resto untuk dipanggil deklarasi. “Kaget ya, kecewa tidak,” ujar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini.
Kejutan lainnya adalah cawapres Prabowo. Nama-nama yang ada di atas seperti Anis Baswedan dan AHY bisa tersingkir di last minutes. Lebih mengejutkan lagi, yang menggantikan orang yang selama ini tidak masuk bursa karena elektabilitasnya yang rendah. Jurus bangau yang sering ditampilkan di ranah publik oleh wagub DKI ini sangat ampuh.Istilahnya menyalip di tikungan tanpa klakson lagi. Yang terdengar santer justru mahar Rp 500 miliar yang sampai detik saya menulis ini masih diteliti oleh Bawaslu kebenarannya.
Kuda Hitam Itu Bernama Sandiaga
Kejutan lain datang dari kubu Prabowo. Jika minggu-minggu sebelum deklarasi ramai dibahas di WAG (Whatsapp Group) bahwa Prabowo belum tentu maju. Istilahnya bisa jadi pendiri Gerindra ini memilih untuk menjadi ‘king maker’ ketimbang mencalonkan lagi jadi raja yang bisa kalah lagi. Dalam hal ini saya menduga bahwa Prabowo tidak akan jadi king maker because he wants to be a king himself. Hal ini mengingatkan saya akan tokoh reformasi yang sebenarnya lebih cocok menjadi king maker tetapi ambisius juga untuk menjadi king himself ternyata terpuruk. Prabowo punya mental baja yang tidak gampang menyerah.
Bursa cawapres Prabowo diramaikan dengan nama-nama kondang seperti Anis Baswedan dan lain-lain. Bahkan gubernur DKI ini digadang-gadang merupakan cawapres yang paling pas untuk mendampingi Prabowo melawan Jokowi siapa pun wakilnya. Munculnya nama Sandiaga Uno di menit-menit terakhir membuat banyak orang terhenyak, kecuali Johana, salah satu teman saya yang sejak awal berkata, “Bisa saja Sandi yang jadi cawapres Prabowo.”
Jujur saja ‘ramalan’ Johana itu saya ragukan penggenapannya. Saya pun meragukan ‘nubutan’ seorang penulis kawakan yang mengatakan, “Bisa jadi Jokowi memilih Chairul Tanjung.” Seandainya, Jokowi benar-benar memilih CT, maka rematch Prabowo-Jokowi untuk tahun 2019 bakal ramai karena cawapresnya sama-sama pengusaha ‘muda’ yang sama-sama punya ‘logistik’ melimpah. Bukankah sudah menjadi rahasia umum bahwa logistik mampu meng-KO logika politik?
Mampukah Bangau Terbang Lebih Tinggi Lagi?
Di dalam berbagai foto yang diunggah ke media sosial, Sandi sering memperagakan jurus bangaunya dengan kedua tangan yang melengkung seperti sayap bangau. Dalam kontestasi pilgub DKI lalu dia—bersama Anis—sanggup mengalahkan petahana yang sebenarnya menang di putaran pertama. Kini, saat dia sukses menyalip atasannya, bisakah dia meraih simpati publik dengan menyumbangkan suara yang signifikan untuk Prabowo yang juga atasanya di Gerindra?

Bangau adalah jenis burung yang masuk dalam famili Ciconiidae. Burung jenis ini suka berpindah tempat di ketinggian. Cocok. Sandi ingin bermain jurus lompat dari satu tonggak tinggi ke tonggak tinggi lainnya seperti yang biasa ditunjukkan oleh pemain barongsai. Dibandingkan Anis yang lebih pandai main retorika, Sandi lebih jago bermain bahasa tubuh. Ingat hari terakhir menjabat sebagai wagub, dia mencium mobil dinasnya?
Burung bangau juga dikenal sering berdiri di atas satu kaki. Alasannya di samping untuk penyamaran, agar dianggap sebagai ranting kayu sehingga tidak disergap predatornya, berdiri dengan satu kaki memudahkannya untuk terbang saat darurat. Bagi Sandi, berdiri dengan satu kaki ternyata membuatnya fleksible untuk melompat dari satu jabatan ke jabatan lain yang lebih tinggi, meskipun penuh dengan teka-teki dan ketidakpastian. Sang bangau ini memang berhasil menjadi cawapres Prabowo yang dengan gemilang mengalahkan AHY yang sudah terlanjur pasang foto dirinya di baliho yang besar-besar. Namun, apakah dia bersama Prabowo berhasil menang tahun depan? Kejutan apa lagi yang bisa kita nantikan?
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.