Tribunners / Citizen Journalism
Penemuan Hukum oleh Hakim dan Implikasi Terhadap Perkembangan Peradilan
Dari sudut pandang sebagian kalangan hakim, mungkin hakim praperadilan dalam Putusan Nomor 38/Pid.Prap/2012/PN.Jkt.Sel dapat dikatakan sebagai sosok y
Apabila dianalisis lebih lanjut, penemuan hukum dalam Putusan Nomor 38/Pid.Prap/2012/PN.Jkt.Sel maupun Putusan Nomor 02/Pid.Prap/2018/PN.End terlihat bahwa telah terjadi pergeseran aliran hukum yang dianut oleh hakim dalam memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara.
Meskipun Indonesia menganut sistem hukum tertulis, akan tetapi fakta menunjukan bahwa doctrine of precedent atau dalam bahasa latinnya disebut stare decicis telah masuk dalam pertimbangan dan ratio decidenci hakim dalam melakukan penemuan hukumnya, padahal aliran doktrin hukum tersebut adalah manifestasi metodologis dari lahirnya yurisprudensi, yang merupakan sumber hukum dalam sistem hukum common law.
Baca: Moeldoko: Pemerintah Siapkan Badan Strategi Pembinaan Bakat
Putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014, yang dalam amar putusannya menyatakan bahwa, “Pasal 77 huruf A KUHAP tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan."
Dari norma hukum baru yang diciptakan oleh MK, maka timbul permasalahan terkait bagaimanakah kedudukan putusan MK tersebut dalam hirarki sumber hukum formil, mengingat pada hakikatnya, MK tidak memiliki kewenangan untuk menciptakan norma hukum baru.
Saldi Isra mengemukakan bahwa MK sebagai negative legislator yakni lembaga peradilan yang berwenang membatalkan suatu undang-undang atau menyatakan suatu undang-undang tidak mengikat secara hukum.
Dengan demikian, seharusnya MK tidak menciptakan suatu norma hukum baru dengan menyatakan penetapan tersangka sebagai bagian dari objek praperadilan, karena hal tersebut diluar wewenang yang dimiliki MK.
Apa yang dilakukan MK tersebut justru menjadikan MK berfungsi sebagai “positive legislator” sepertihalnya fungsi yang dimiliki oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).
Konklusi
Disadari atau tidak, penemuan hukum oleh hakim tentu menimbulkan implikasi dan pengaruh terhadap tatanan hukum yang telah ada.
Begitupula hasil penemuan hukum oleh hakim yang memperluas objek dan ruang lingkup praperadilan, yang kemudian dalam praktiknya telah menjadi yurisprudensi serta doctrine of precedent bagi hakim-hakim selanjutnya dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara.
Upaya progresif hakim dalam melakukan penemuan hukum harus diimbangi dengan pendidikan kesadaran hukum dimasyarakat.
Sebab sering kali judex factie melakukan penemuan hukum dan menciptakan norma hukum baru diluar ketentuan Undang-undang yang hal tersebut justru dapat memicu perdebatan dalam masyarakat umum maupun di dalam kalangan ahli hukum dan para praktisi hukum.
Aspek kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan harus mampu diwujudkan secara berimbang oleh hakim dalam penemuan hukumnya. Terlepas dari perdebatan dalam menyikapi implikasi dari penemuan hukum oleh hakim, Pemerintah harus mengambil sisi positifnya sebagai bahan pembaharuan hukum dalam ius constituendum.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.