Minggu, 5 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Kredibilitas Partai dan Wabah Korupsi

Kritik bagi pemimpin “sok kuasa” seringkali dimaknai sebagai perlawanan, padahal, jika sehat berpikir, justru kader kritislah jauh.

KOMPAS/PRIYOMBODO
Ilustrasi 

Sebagai partai warisan Orde Baru dan telah melakukan perombakan paradigma namun tidak memengaruhi watak dan karakter Orba-nya dalam kepemimpinan.

Sebagai partai yang dimanjakan penguasa dimasa lalu, apalagi sedang dipimpin “anak mami” yang belum pernah teruji oleh zaman yang menggeliat dalam tekanan, partai ini masih sangat terkesan opurtunis tanpa ideologi perjuangan yang jelas.

Kemana angin kencang penguasa berhembus, disana ia berlindung, terlepas apakah ide sang penguasa untuk kepentingan rakyat atau tidak yang penting selalu ingin menempel ke penguasa. Soal kredibilitas urusan kesekian yang penting ikut seolah berkuasa tanpa rasa malu.

Dalam soal calon Wakil Presiden Jokowi 2019, ketua umum-nya pun tidak berani mencalonkan diri. Ketika disebut namanya sebagai cawapres di media dengan cepat menyampaikan dan menyangkalnya.

Sungguh ironi, partai besar pemenang pemilu kedua keder disebut sebagai calon Wakil Presiden apalagi maju sebagai Presiden?, sangat tidak bernyali.

Berbanding terbalik dengan partai lain seperti PAN atau PKS. Walau perolehan suaranya jauh dibanding partai Golkar, PAN dan PKS berani mengusung ketua umumnya untuk maju dalam kontestasi pemilu 2019.

Bahkan PKS menawarkan sembilan kader terbaiknya untuk menjadi calon Presiden. Disini, bukan soal besar atau kecil, tapi soal nyali pemimpin dan pada akhirnya rakyatlah akan menentukan.

Wabah Korupsi

Kredibilitas partai tentu tidak bertumpuh pada pemimpinnya, juga pada pengurus secara kolektif. Karenanya, kepengurusan yang solid, berintegritas dan tidak bermasalah hukum akan turut memengaruhi sebuah partai menjadi kredibel.

Tahun 2009, kita dikejutkan dengan partai Demokrat. Partai baru yang didirikan oleh mantan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu menjadi fenomenal tetapi ambruk dalam waktu sekejap karena ulah pengurusnya yang menjadi gembong korupsi dalam pelbagai kasus yang didalangi Nazaruddin, mantan bendahara umum partai Demokrat.

Pelbagai kasus korupsi yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK yang melibatkan pejabat pemerintah daerah belakangan ini merupakan kader-kader partai. Terdapat kader PDIP, Golkar, Nasdem, PAN, PKS, Demokrat, dan lain-lain telah berhasil menyumbangkan kadernya masuk kedalam bui KPK dan memengaruhi kredibiltas partai akibat ulah kadernya. Karena cara partai memilih pemimpin kepala daerah bukan berdasarkan prestasi dan integritas tetapi kolusi dan isi tas.

Kredibilitas tidak dibangun dalam waktu singkat, setahun atau dua tahun. Ia dikonstruksi secara sosial oleh publik melalui proses panjang dan melelahkan, penuh perjuangan dan bahkan berdarah-darah hingga mendapatkan kepercayaan rakyat.

Ketika PDIP memenangkan pemilu 1999, itu wajar, karena saat itu merupakan simbol partai perlawanan pemerintah, simbol wong cilik dan menderita selama bertahun-tahun dibawah rezim Soeharto.

Tetapi saat memerintah tidak dapat menjalankan kepercayaan rakyat, ia pun rontok pada pemilu berikutnya, 2004. Pemilu 2009 hanya peringkat ketiga dan baru pemiu 2014 kembali menang dan menempatkan kadernya sebagai Presiden.

Pemilu 2019 bukan tidak mungkin PDIP kalah jika kadernya semakin memenuhi jeruji penjara KPK akibat korupsi dan pemerintahan Jokowi melakukan kesalahan fatal dalam sikap dan kebijakan politik nasional.

Halaman
123

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved