Tribunners / Citizen Journalism
Hak Angket KPK
Konflik Kepentingan Makin Kuat, Pelemahan KPK di Depan Mata
Rapat Paripurna DPR, 26 September 2017 kemarin, ternyata tidak memberikan ketuntasan mengenai hasil kerja Pansus Hak Angket
Patut diduga, melalui Laporan Sementara Pansus, DPR berusaha mendelegitimasi keberadaan Wadah Pegawai KPK.
Sebagaimana diketahui, beberapa waktu lalu, Wadah Pegawai KPK telah mengajukan permohonan pengujian terhadap Pasal 79 ayat (3) UU MD3 terkait keabsahan KPK sebagai objek pelaksanaan hak angket DPR ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Apabila MK mengabulkan permohonan itu, Pansus Hak Angket DPR Terhadap KPK otomatis akan kehilangan legitimasinya.
Ketiga, KPK menjalankan fungsi koordinasi dan supervisi dengan cukup optimal. Data berbicara melalui Laporan Tahunan KPK 2016, khusus untuk supervisi dan koordinasi pada bidang penegakan hukum saja, KPK telah menerima 661 Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari Kejaksaan dan 255 dari Kepolisian.
Dalam konteks itu, KPK juga telah melakukan koordinasi terhadap penanganan 163 perkara dan supervisi terhadap 201 perkara. Angka yang sebenarnya jauh melampaui target KPK sendiri.
Seharusnya DPR berposisi mendukung usaha mengoptimalkan penegakan hukum terutama dalam bidang korupsi ini.
Salah satunya adalah mendorong upaya pembersihan di institusi penegak hukum lain, dalam hal ini Kepolisian dan Kejaksaan.
DPR, jika memang berniat melakukan penguatan terhadap kerja pemberantasan korupsi, bisa saja menjalankan Pansus untuk mengevaluasi kinerja Kepolisian dan Kejaksaan yang berada di bawah kekuasaan eksekutif. Terutama dengan perspektif membangun dan membenahi kedua institusi penegakan hukum ini.
Keempat, upaya praperadilan yang dilakukan oleh Setya Novanto patut diduga akan sangat berkaitan dengan rekomendasi Pansus kelak.
Tidak berlebihan jika mengatakan apabila permohonan praperadilan Setya Novanto diterima, maka akan memberikan angin segar kepada Pansus Hak Angket KPK.
Telebih pada persidangan praperadilan pada Selasa 26 September 2017 lalu, penasehat hukum Setya Novanto membawa bukti-bukti yang diperoleh dari Pansus Hak Angket KPK. Untuk itu, upaya praperadilan Setya Novanto harus menjadi perhatian bersama secara serius.
Kelima, jalannya Pansus Hak Angket terhadap KPK tidak dapat dilepaskan dari rangkaian upaya memperlemah KPK.
Pada dasarnya, tanpa melalui hak angket sekalipun, DPR tetap bisa melakukan pengawasan terhadap kinerja KPK. Masih segar dalam ingatan bahwa beberapa tahun yang lalu DPR periode 2009-2014 berusaha menghambat pembangunan Gedung Baru KPK dengan memanfaatkan kekuasaan atas fungsi anggaran yang mereka miliki.
Kali ini, bersamaan dengan kasus megakorupsi E-KTP yang sedang ditangani KPK dan diduga melibatkan Ketua DPR Setya Novanto, Pansus Hak Angket DPR Terhadap KPK sangat gencar menjalankan tugasnya dan berhasil memperpanjang masa kerjanya. Maka, sulit bagi publik untuk menganggap bahwa kedua peristiwa itu tidak saling terkait.
Pada akhirnya, Laporan Sementara yang dihasikan oleh Pansus Hak Angket DPR Terhadap KPK tidak dapat dinilai sebagai langkah upaya untuk membenahi KPK sebagai aparat penegak hukum, Faktor konflik kepentingan dan kesan mencari-cari kesalahan KPK telah tampak begitu kuat dalam kerja-kerja Pansus selama ini.
Oleh karena itu, publik harus terus mendesak DPR untuk menjalankan fungsi pengawasan sebagaimana mestinya serta tidak memanfaatkan hak kelembagaan demi melindungi oknum-oknum Anggota DPR yang terjerat kasus yang ditangani KPK.
Selain itu, Presiden Joko Widodo harus mengupayakan langkah-langkah tegas dan konkret untuk melawan usaha pelemahan KPK, sebagaimana janjinya dalam Nawacita untuk terus menguatkan KPK dan upaya pemberantasan korupsi.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.