Selasa, 7 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Beda Orang Australia dan Indonesia Ketika Pergi ke Kebun Bunga

Mereka datang untuk mengagumi bukan merusak. Mereka tahu, bukan hanya mereka saja yang ingin menikmati.

Tribun Jogja/Imam Thohari
Bocah cilik bergaya saat difoto keluarganya berlatar kebun bunga lili di Dusun Ngasemayu, Desa Salam, Patuk, Gunungkidul, Sabtu (28/11/2015). 

Oleh : niningoz

TRIBUNNERS - Seminggu ini postingan kebun bunga Lili yang ada di Gunung Kidul, Yogyakarta selalu muncul setiap kali saya mengunjungi akun facebook.

Meskipun harus puas hanya dengan melihatnya lewat foto, hamparan bunga Lili yang berwarna oranye tetap mampu membuat saya berdecak kagum.

Timbulah harapan. Meski setelah study master saya tidak bisa berfoto dengan tulip yang ada di Australia, saya masih bisa berswafoto di hamparan bunga Lili di Yogyakarta.

Terlebih lagi jarak antara Babarsari, tempat saya tinggal dengan Gunung Kidul dekat. Untuk berfoto dengan bunga tulip, tidak perlu terbang ke negeri Tulip, Belanda atau benua Eropa.

Di Australiapun bisa. Kesempatan untuk berfoto di tengah cantiknya warna-warni bunga tulip bisa dilakukan di The Tesselaar Tulip Festival. The Tesselar Tulip Festival adalah salah satu festival bunga tulip terbesar di Melbourne, Australia.

Sama seperti bunga Lili di Gunung Kidul yang musiman, keindahan bunga tulip di The Tesselar Tulip Festival juga hanya bisa dinikmati setahun sekali. Biasanya pada saat musim semi, tepatnya pada September-Oktober. Bertempat di Tulip Farm, 357 Monbulk Road, Melbourne, Victoria, The Tesselar Tulip Festival buka jam 10.00- 17.00.

Biaya yang dikenakan bervariasi. Untuk dewasa AU$24 dan gratis untuk anak-anak dibawah 16 tahun. Sedangkan untuk mahasiswa seperti saya, cukup membayar dengan AU$20 karena dapat diskon atau istilahnya concession.

Deretan tulip berwarna merah, putih, oranye, kuning, maupun ungu siap untuk dikagumi ataupun jadi ajang swafoto baik sendiri maupun dengan teman atau keluarga.

Setiap hari, terutama ketika hari Sabtu dan Minggu, ratusan bahkan ribuan wisatawan memadati kebun tulip ini. Sama seperti kebun Lily milik Pak Sukadi, di Gunung Kidul.

Bedanya, tidak ada gurat kekecewaan para pengunjung di kebun tulip. Pengunjung yang datang di awal festival dimulai maupun yang datang di akhir sama-sama masih bisa menikmati kecantikan bunga tulip untuk difoto sepuasnya.

Padahal disana tidak ada petugas yang mengawasi setiap saat. Hanya ada papan peringatan bertuliskan “Please don’t pick the tulips”. Namun, pengunjung bisa menahan keegoisannya untuk memetik atau merusak bunga tulip.

Mereka datang untuk mengagumi bukan merusak. Mereka tahu, bukan hanya mereka saja yang ingin menikmati.

Sedangkan, hal yang sama tidak terjadi di Gunung Kidul. Keindahan bunga Lili telah hilang terinjak-injak oleh sekelompok orang yang memikirkan diri sendiri. Demi foto keren untuk diperlihatkan (baca: dipamerkan) ke teman atau media sosial.

Akibatnya, banyak orang yang jauh-jauh datang ke Gunung Kidul harus pulang dengan tangan hampa tanpa sebuah foto berhias indahnya bunga Lili.

Halaman
12

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved