Tribunners / Citizen Journalism
Untung Masih Pakai PLTU
Banjir di Jakarta membuka mata kita semua. Ternyata banyak hal mesti kita lakukan

TRIBUNNEWS.COM - Banjir di Jakarta membuka mata kita semua. Ternyata banyak hal mesti kita lakukan bersama untuk membangun kota Jakarta. Tidak mudah dan pasti tidak bisa dilakukan hanya oleh Jokowi dan Ahok saja, tetapi harus mulai dari kita sendiri, masing-masing dimulai dari keluarga kita dan lingkungan kita.
Setelah banjir dan banyak korban kesulitan hidup bahkan ada yang meninggal gara-gara banjir, terdengar pula banyak kritikan kepada pihak pemerintah. Menjadi bukti nyata kini bagi kita semua, akibat banjir, bahwa tidak mudah mengelola sesuatu yang beresiko tinggi, yaitu soal Pembangkit Listrik.
Pemberitaan dan pengakuan Direktur Operasi Jawa-Bali PLN, Ngurah Adnyana, Minggu, tanggal 20 Januari 2013 membuktikan bahwa untuk mengelola Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) 530 MW saja, dengan banjir kemarin itu, sudah bermasalah. Lampu harus mati, tenaga listrik berkurang, dan mungkin masih ada dampak lain terhadap PLTGU itu akibat banjir, yang tidak kita ketahui dan tidak diungkapkan pihak PLTU kepada umum.
Masih beruntung, kata orang Jawa, ya selalu beruntung mungkin, kita masih berhadapan dengan PLTGU. Penulis tak habis pikir seandainya kita sudah menggunakan pembangkit listrik tenaga nuklir. Apa yang akan terjadi?
Kecanggihan teknologi saat ini dan segala perencanaan boleh saja dibuat manusia. Kenyataan yang ada, bukti konkrit di Jepang 11 Maret 2011, manusia Jepang yang sangat teliti, penuh perencanaan masa depan dan sempurna dengan kemajuan teknologinya, harus menelan pil pahit sampai detik ini, pengaruh radioaktif masih besar di sekitar PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir) Fukushima akibat meledak saat bencana alam terjadi.
Penduduk setempat masih mengungsi sampai kini, belum boleh balik ke rumahnya semula. Makanan banyak tercemar radioaktif. Bahkan terus terang penulis yang suka sekali sashimi, ikan-ikan, sudah sejak tahun lalu enryo shimasu, sungkan, untuk makan ikan, karena takut tercemar radioaktif juga.
Kebocoran dan polusi radioaktif sampai ke laut tempat PLTN Fukushima dan tentu tak tahu mengalir ke mana air laut itu, pasti juga sampai ke Tokyo.
Pengelolaan PLTN sangat detil dan harus sangat hati-hati, kalau tak mau disebut harus sempurna. Tak ada kata maaf, sedikit pun salah, sedikitpun meluber atau merembes yang seharusnya tak boleh terjadi, berdampak luas sekali.
PLTGU mungkin boleh rusak atau terhenti dengan seribu satu alasan, mungkin tak sampai berdampak kepada tubuh dan kesehatan manusia. Tapi PLTN dengan kadar radioaktifnya, akan merusak tubuh kesehatan manusia dan berdampak seumur hidup.
Contoh paling nyata kasus Chernobyl tahun 1986. Hasil penelitian dan dipresentasikan pada konperensi duni atahun 2006, sedikitnya 4000 orang terkena kanker thyroid akibat ledakan nuklir tersebut. Masyarakatnya menjadi korban cacat sampai kini, seumur hidup.
Demikian pula dampak bom atom Hiroshima dan Nagasaki kepada manusianya. Walau telah lebih dari 50 tahun, beberapa korban yang masih hidup saat ini masih sangat sedih dan jelas tak akan bisa melupakan tragedi yang menimpanya sampai dia meninggal.
Siapkah Indonesia akan nuklir? Lepas dari siap atau tidak, setidaknya dua negara maju, Jerman dan Jepang telah memutuskan untuk menghentikan nuklir. Bahkan Jepang sejak tahun lalu sudah mencanangkan tahun 2030 Bebas Nuklir, tak ada lagi PLTN. Target tersebut mungkin akan lebih cepat lagi karena mayoritas masyarakat Jepang kini semakin kuat untuk anti penggunaan PLTN.
Tenaga alternatif mulai banyak dipakai, mulai matahari, gas, dan bahkan Jepang berencana membangun 143 turbin angin lepas pantai untuk menghasilkan sekitar 21 persen dari total energi yang dihasilkan dari pembangkit listrik nuklir yang kini tidak berfungsi lagi. Kekuatan energi ini masih dua kali kekuatan pembangkil listrik angin lepas pantai terbesar di dunia saat ini, Greater Gabbard di Inggris. Mereka hanya menghasilkan 504 megawatt dengan 140 turbin. Energi ini cukup untuk kekuatan hampir satu juta rumah.
Mantan Perdana Menteri Jepang Naoto sudah menginstruksikan agar tahun 2030 semua rumah tangga di Jepang menggunakan tenaga matahari. Pengalaman Jepang mengembangkan teknologi pembangkit listrik tenaga matahari sedikitnya 40 tahun, terlama dan penguasaan teknologi terbaik di dunia saat ini.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.