Blog Tribunners
Catatan Sepakbola
Naturalisasi sebagai Jalan Pintas PSSI
Bayu, yang masih duduk di kelas enam Sekolah Dasar, memiliki satu mimpi dalam hidupnya: menjadi pemain sepakbola hebat.
TRIBUNNEWS.COM - Bayu, yang masih duduk di kelas enam Sekolah Dasar, memiliki satu mimpi dalam hidupnya: menjadi pemain sepakbola hebat. Setiap hari dengan penuh semangat, ia menggiring bola menyusuri gang-gang di sekitar rumahnya untuk sampai ke lapangan bulutangkis dan berlatih sendiri di sana.
Berkat kerja keras dan bantuan teman-temannya, akhirnya Bayu bisa mewujudkan impiannya. Ia masuk Tim Nasional U-13 yang akan mewakili Indonesia berlaga di arena internasional.
Itulah sekilas cerita film Garuda di Dadaku yang cukup menggugah nasionalisme kita pada Tanah Air. Bagi Bayu, membela Timnas Indonesia adalah sebuah kebanggaan. "Garuda di dadaku, Garuda kebanggaanku..." Lagu itu menjadi inspirasi bagi seorang Bayu.
Nah, akankah anak-anak Indonesia lainnya yang juga memiliki mimpi memperkuat Tim Merah Putih dengan lambang burung Garuda di dada kiri bisa mewujudkan mimpi-mimpinya seperti Bayu?
Tampaknya peluang ke arah itu mulai menipis. Harapan untuk mengikuti jejak seperti Bambang Pamungkas, Ricky Yacobi, Heri Kiswanto, (alm) Ronny Pattinasarany, atau legenda asal Makassar, Ramang, bisa jadi bakal menguap begitu saja.
Ini menyusul "kebijakan" baru Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI). Induk sepakbola tertinggi di Tanah Air ini lebih mengutamakan pemain naturalisasi untuk memperkuat Tim Merah Putih.
PSSI yang telah gagal melakukan pembinaan, bukannya lebih mengintensifkan pembinaan dengan menggelar turnamen-turnamen tingkat junior untuk menjaring bakat-bakat muda potensial.
Tapi lebih menempuh jalan pintas dengan mencari pemain asing keturunan Indonesia di luar negeri, khususnya Belanda. PSSI pun telah melakukan perburuan ke Belanda untuk mencari pemain yang layak dinaturalisasi menjadi pemain timnas.
Sejauh ini, PSSI lewat Badan Tim Nasional (BTN) telah mendapatkan lima pemain Belanda yang disiapkan membela timnas.
Mereka adalah duet striker, John van Beukering dari klub Go Ahead Eagles dan Sergio van Dijk dari Adelaide United. Tiga pemainnya lainnya David Ririhena (belakang) dari Top Oss, Tom Hiariej dari Groningen, dan Michael Timisela (gelandang) dari VVV Venlo.
Dua nama pertama, langsung mendapat kesempatan melakukan debut bersama Pasukan Garuda dalam laga uji coba melawan Uruguay di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta, 8 Oktober mendatang. Tiga nama lainnya belum bisa tampil karena belum ada izin dari klubnya dan Federasi Sepakbola Belanda.
Menurut Sekjen PSSI, Nugraha Besoes, kelima pemain tersebut sudah setuju untuk membela Timnas Indonesia. Walaupun, proses untuk menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) cukup berat.
"Kelimanya sudah di atas 21 tahun, jadi harus melalui jalur biasa untuk menjadi WNI. Ada jalur cepat yakni menggunakan UUD No 12 Pasal 20, tapi itu pun harus mendapat izin Presiden dan pertimbangan DPR. Karena harus ada kepentingan nasional dan orang itu memiliki sumbangsih bagi negara," beber Nugraha.
Sebelumnya PSSI telah mengantongi beberapa nama, seperti Kim Jeffrey (Jerman) dan Irfan Bachim (Belanda). Kedua pemain muda ini kini memperkuat klub Persema Malang di Indonesia Super League (ISL).
Selain dua pemain ini, PSSI juga ingin menaturalisasi pemain asal Uruguay, Christian "El Loco" Gonzales. Pemain Persib Bandung tersebut berpeluang menjadi pemain timnas karena sudah lebih dari lima tahun bermain di Indonesia dan beristrikan Eva, dari Jawa Timur.
Langkah PSSI melakukan naturalisasi ini tak lebih dari sistem pembinaan yang gagal total. PSSI hanya sibuk mempertahankan posisi Nurdin Halid sebagai Ketua Umum yang memiliki reputasi buruk di mata masyarakat pencinta sepakbola Indonesia.
Selama ini PSSI hanya fokus menggelar ISL yang diikuti klub-klub profesional. Ini karena ISL memiliki dana melimpah dari sponsor. Ini menjadi ladang penghasilan PSSI.
Sementara kompetisi tingkat junior yang menjadi muara lahirnya pemain-pemain berbakat tidak lagi mendapat perhatian. Bisa ditebak, kompetisi ini minim sponsor.
PSSI memang sudah menginstruksikan klub-klub ISL membina pemain-pemain muda lewat tim juniornya. Namun usaha tersebut menjadi mentah karena kebijakan dari PSSI yang memperbolehkan tiap klub diperkuat lima pemain asing.
Kondisi ini membuat kesempatan pemain muda untuk tampil guna menambah jam terbang menjadi kecil. Pemain-pemain muda lokal hanya menjadi pelengkap tim, paling untung duduk di bangku cadangan.
Alhasil, kini regenerasi di Timnas Indonesia begitu jomplang. Tidak ada lagi penerus Bambang Pamungkas yang sudah memasuki usia 30 tahun. Sekian tahun Timnas hanya mengandalkan wajah-wajah yang itu-itu saja.
Kegagalan pembinaan itu terlihat jelas dalam berbagai ajang di tingkat junior. Yang masih melekat di ingatan kita --dan sangat sulit dipercaya-- adalah kekalahan Timnas U-16 0-2 dari Timor Leste pada Kejuaraan Sepakbola U-16 Asia Tenggara di Solo, belum lama ini.
Sebelumnya, Indonesia juga kalah dari tim sekelas Laos 0-2 pada penyisihan Grup B SEA Games XXV Laos, Desember lalu. Laos negara kecil yang dalam sejarah tak pernah menang atas Indonesia.
Di tingkat senior, prestasi sepakbola Indonesia juga makin terpuruk. Sejak tahun 1991 usai meraih medali emas di SEA Games, Indonesia tak pernah lagi meraih prestasi membanggakan.
Satu-satunya gelar yang didapat adalah Piala Kemerdekaan 2008 setelah Libya memilih WO di babak final menyusul aksi tak sportif yang dilakukan ofisial timnas pada pelatih Libya saat jeda.
Indonesia memang sempat memberi kebanggaan saat tampil heroik pada Piala Asia 2007 di Jakarta. Namun setelah itu timnas kembali melempem, bahkan untuk kali pertama gagal lolos ke Piala Asia 2011.
Inilah wajah persepakbolaan Indonesia. Penuh dengan masalah di tubuh PSSI dan buram dengan prestasi. Kekecewaan masyarakat sepakbola Indonesia pun sudah terakumulasi.
Kini PSSI berupaya memperbaiki citranya lewat jalan pintas dengan naturalisasi. Skuad timnas akan diisi pemain-pemain asing, yang tidak hafal apalagi menjiwai lagu Kebangsaan Indonesia Raya.
Kalau begitu, masih adakah rasa kebanggaan kita terhadap timnas?
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.