Wisata Kalsel
Panjat Gunung Halau-halau di Kalsel, Lintah Menerobos Celana Dalam, Kelamin Bengkak
Ini kisah suka duka pemanjat gunung Halau-halau di Kalimantan Selatan. Tak sadar lintah masuk celana dalam, menggigit sampai kelamin bengkak.
TRIBUNNEWS.COM.COM, BANJARMASIN - Ingin tahu rasanya menjelajah pedalaman Kalimantan Selatan dan bertemu binatang-binatang pengisap darah yang menyebalkan seperti semut sebesar kelingking manusia?
Pernahkah menyaksikan langsung wujud burung anggang, burung langka yang kerap dijadikan aksesori kepala oleh suku Dayak?
Penasaran juga bagaimana rasanya bisa mencapai puncak Gunung Halau-halau yang merupakan gunung tertinggi di Kalimantan Selatan?
Pemuda warga Banjarbaru bernama Yoanda Ferry alias Jenggo ini pernah merasakan suka dukanya.
Pemuda pecinta alam ini pun bersedia menuturkan pengalaman serunya mendaki gunung itu yang dilakukannya pada 14 Agustus 2014 hingga 18 Agustus 2014 silam kepada BPost.
Gunung Halau-halau terletak di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan.
Ketinggiannya mencapai 1901 mdpl sehingga diklaim sebagai gunung tertinggi di Kalimantan Selatan.
Yoanda Ferry, seorang pemanjat gunung
Hutan yang ada di kaki gunung ini merupakan hutan adat suku Dayak setempat.
Bisa dikatakan, hutan di gunung ini semacam surga tersembunyinya Kalimantan Selatan karena keindahan alamnya serta aneka binatang dan tumbuhan aneh-aneh yang ada di sana.
Pepohonan di hutan-hutan di Kalimantan Selatan biasanya berbatang kecil.
Nah, di sini, tuturnya, batangnya besar.
“Aneh saja menurut saya. Baru sekali ini seumur hidup, saya melihat pohon besar-besar dengan akarnya yang juga besar-besar ada di provinsi ini,” urainya.
Dia pergi ke sana bersama beberapa orang temannya.
Perjalanan dimulainya dari kota tempatnya tinggal, yaitu Banjarbaru ke ibukota Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Barabai. Ke sana, dia menggunakan mobil taksi Colt mendaki puncaknya selama dua hari.
Dari Banjarbaru ke Barabai diperlukan ongkos transportasi Rp 40.000 per orang.
Jarak perjalanannya sekitar 3-3,5 jam.
Dari Barabai lanjut ke Kecamatan Birayang naik mobil yang bagian belakangnya terbuka. Tarifnya antara Rp 20.000 hingga Rp 30.000 sekali jalan.
Nah, dari Birayang ini dia melanjutkan perjalanan ke Desa Batu Kambar yang berjarak sekitar 30 kilometer.
“Ke Batu Kambar kami diantar oleh anggota organisasi pecinta alam setempat menggunakan mobil ambulance. Nah, dari sini pendakian dimulai. Sehari, kami bisa mendaki antara 8-9 jam,” tuturnya.

Sejumlah pemanjat gunung menggelar persiapan sebelum memanjat Gunung Halau-halau di Kalsel (Yoanda Ferry)
Hari pertama, dia memulai perjalanan pukul 08.00 Wita Desa Batu Kambar.
Setelah satu jam perjalanan, dia sampai ke desa kedua, yaitu Desa Kiyu. Di sini dia dan teman-temannya harus registrasi.
Setelah itu barulah masuk area hutannya.
“Seru banget, jalannya setapak dan turun naik,” jelasnya.
Siangnya, tepat pukul 12.00 Wita, mereka sampai di puncak Tiranggang.
Di sana, dia dan teman-temannya bersantai dulu untuk istirahat dan makan.
Dan sore harinya, pukul16.30 Wita, mereka tiba di pos 1, yaitu di Sungai Karuh.
“Di sini kami berkemah sebab tidak memungkinkan melanjutkan pendakian malam hari karena alamat bakal apes bertemu hewan-hewan berbahaya seperti lintah. Lintahnya itu tipenya yang masuk tiba-tiba ke dalam baju tanpa kita sadari, tahu-tahunya darah kita sudah diisapnya dan kulit kita jadi bengkak-bengkak. Serangga di sana juga ada yang berbahaya seperti semut sebesar kelingking manusia. Kalau jalan malam, bisa tak melihat keberadaan mereka ini, tahu-tahunya saja sudah menggigit kita,” bebernya.
Selama pendakian, ada salah satu temannya, laki-laki yang sempat diisap darahnya oleh lintah ini.
Dia baru menyadarinya saat sudah tiba di puncak gunung dan merasa alat kelaminnya bengkak.
Ternyata setelah dilihat ada lintah di dalam celana dalamnya.
Ular dan Babi Hutan
Di sini banyak juga binatang buas dan berbahaya seperti ular, babi hutan dan beruang namun selama mendaki dia bersyukur tak pernah bertemu mereka itu.
Selama pendakian ini, dia tak hanya takjub melihat keanekaragaman hayati di hutan ini, tetapi juga oleh pesona burung anggang.
Burung yang paruhnya besar dan bengkok serta bulunya berwarna-warni indah ini tergolong hewan langka yang hidup di pedalaman Kalimantan.

Yoanda Ferry dan Gunung Halau-halau di Kalimantan Selatan yang pernah dia taklukkan (Yoanda Ferry)
“Baru sekali ini melihat burung itu. Benar-benar pengalaman menakjubkan saat tiba-tiba saja kawanan burung itu terbang di langit tepat di atas kami. Terbangnya cepat sekali. Kami hanya melihatnya sekelebatan, tetapi menariknya bunyi kibasan sayapnya nyaring sekali. Menurut informasi yang kami dapat dari pemandu kami, panjang sayap burung ini mencapai dua meter. Sayapnya saja dua meter, pasti badannya besar sekali. Burung ini bertanduk,” bebernya.
Selama pendakian, mereka dipandu seorang pemandu dari komunitas pecinta alam setempat.
Sebab, jika tidak dipandu bisa tersesat, karena selama di jalan pendaki bakal menemui beberapa simpangan yang membingungkan.
Ada simpangan menuju Desa Juhu (desa tertinggi di Kalsel), ada yang tembus ke Loksado di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, bahkan ada yang tembus ke Kabupaten Tanahbumbu dan Kabupaten Kotabaru.
Treknya, walau tergolong rumit, namun dia bersyukur tak pernah mengalami kecelakaan apa pun. Dia dan teman-temannya tiba di puncak gunung ini di hari kedua, tepat pukul 18.00 Wita.
“Trek di hari kedua ini benar-benar sadis. Kanan kiri kami jurang. Jadi, harus benar-benar berhati-hati, tetapi kalau sudah sampai puncaknya, rasa lelahnya benar-benar sirna saat melihat keindahan alam Kalimantan Selatan dari puncak gunung tertinggi di provinsi ini. Kabarnya, pemandangan sunset dan sunrise di sini bagus banget lho. Sayangnya, kami tidak bisa melihatnya karena saat itu kondisi awannya tebal sekali,” katanya.
Di atas puncak gunung ini, bisa dilihat keindahan gunung lainnya, yaitu Halau-halau Laki dan Halau-halau Bini. Jika beruntung saat langit sedang jernih, kita bisa melihat Kabupaten Kotabaru, kabupaten paling ujung di sebelah timur laut Kalimantan Selatan dan pulaunya terpisah dari Pulau Kalimantan.
“Konon, dari Kotabaru kita juga bisa melihat langsung puncak gunung ini kalau memakai teropong,” katanya.
Hawa di puncaknya lumayan dingin, namun berbeda dengan hawa pegunungan di Jawa. Di sini, hawa dinginnya khas dingin hutan hujan Kalimantan.
Untuk pendakian ini, seorang bisa membutuhkan biaya sekitar Rp 400.000. Itu sudah termasuk logistik dan transportasi.
“Alamnya indah sekali, sayangnya ada saja pendaki di sana yang senang membuang sampah sembarangan dan menulis namanya di batang-batang pohon di situ. Pesan saya, kalau mendaki di sana sebaiknya sampahnya dibawa turun lagi dan buanglah pada tempatnya, jangan merusak batang pohonnya karena hutan itu hutan adat milik orang Dayak setempat. Ibaratnya, kita tamu masa iya nyampah sembarangan di tempat tuan rumah? Kan nggak sopan,” pungkasnya. (Yayu Fathilal)