Penelitian Microsoft: AI Lebih Baik daripada Dokter untuk Mendiagnosis Masalah Kesehatan yang Rumit
Penelitian Microsoft menemukan bahwa sistem kecerdasan buatan (AI) lebih baik dari pada dokter manusia dalam hal mendiagnosis penyakit kompleks.
Penulis:
Tiara Shelavie
Editor:
Siti Nurjannah Wulandari
Sebagai alternatif, Microsoft mengembangkan sistem AI yang meniru cara kerja dokter di dunia nyata.
Sistem ini dirancang untuk berpikir secara bertahap, misalnya, mengajukan pertanyaan spesifik dan merekomendasikan tes diagnostik sebelum menyimpulkan diagnosis akhir.
Sebagai contoh, pasien dengan gejala batuk dan demam mungkin perlu menjalani tes darah dan rontgen dada sebelum dokter menetapkan diagnosis pneumonia.
Pendekatan baru ini memanfaatkan studi kasus kompleks dari New England Journal of Medicine (NEJM).
Tim Suleyman mengubah lebih dari 300 studi menjadi “tantangan kasus interaktif” yang digunakan untuk menguji pendekatan tersebut.
Model AI yang digunakan dalam pengujian mencakup berbagai sistem dari sejumlah pengembang, termasuk OpenAI (pembuat ChatGPT), Meta, Anthropic, Grok milik Elon Musk, dan Gemini dari Google.
Microsoft juga mengembangkan sistem AI khusus yang bertindak sebagai agen koordinasi, disebut “orkestrasi diagnostik”, untuk bekerja bersama model-model tersebut dalam menentukan tes yang diperlukan dan kemungkinan diagnosisnya.
Sistem orkestrasi ini pada dasarnya meniru diskusi panel dokter dalam membuat keputusan medis.
Meskipun hasil awalnya menjanjikan, Microsoft mengakui bahwa teknologi ini belum siap untuk diterapkan dalam praktik klinis.
Diperlukan pengujian lebih lanjut, terutama untuk menilai kinerja sistem “orkestrator” dalam menangani gejala-gejala umum.
Baca juga: Polri Pamer Robot Anjing AI K9 saat Parade HUT ke-79 Bhayangkara: Mampu Deteksi Bom
10 Pekerjaan yang (Masih) Aman dari AI Versi Paybump
Mengutip Paybump, sebuah platform pengembangan karier, AI memang unggul dalam pemrosesan data cepat.
Namun, AI masih memiliki banyak keterbatasan, seperti:
1. Kecerdasan Emosional: AI dapat mengenali pola, tetapi tidak dapat berempati terhadap seseorang yang cemas, sedih, atau stres.
2. Kreativitas: AI hanya menghasilkan karya berdasarkan perintah, bukan imajinasi atau pengalaman hidup.
3. Penilaian Etika dan Intuisi: AI tidak bisa mengambil keputusan di area abu-abu atau mempertimbangkan nilai-nilai moral seperti manusia.
Sumber: TribunSolo.com
Penjelasan Dokter Kondisi Anak Cacingan di Bengkulu: Banyak Sekali Cacing di Usus Halus dan Besar |
![]() |
---|
BPJS Kesehatan: Lansia Tak Wajib Daftar Berobat di Mobile JKN, Bisa Manual Dipandu Petugas Faskes |
![]() |
---|
Transplantasi dari Donor Meninggal Dunia Jadi Harapan Baru Pasien Gagal Ginjal |
![]() |
---|
Total Pembiayaan Gangguan Kesehatan Jiwa Alami Tren Naik, Nilainya Tembus Rp 6,7 Triliun |
![]() |
---|
Penyakit Jantung Bisa Dicegah Jika Dikenali Sejak Dini, Ini Caranya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.