Nikita Mirzani Tersangka
Mantan Staf Ahli Kapolri Soroti Hilangnya Pasal Pemerasan di Kasus Nikita Mirzani vs Reza Gladys
Eks Staf Ahli Kapolri Ricky Sitohang angkat bicara soal hilangnya pasal pemerasan dalam dakwaan kasus Nikita vs Reza.
TRIBUNNEWS.COM - Sidang kasus antara Nikita Mirzani dan Reza Gladys kembali menyita perhatian publik.
Dalam sidang dakwaan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (24/6), Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak mencantumkan pasal pemerasan dalam surat dakwaan terhadap Nikita, yang sebelumnya sempat ramai dibicarakan dalam laporan polisi.
Sebelumnya, kuasa hukum Nikita Mirzani, Fahmi Bachmid, juga mengatakan bahwa kasus kliennya tidak dicantumkannya pasal 368 tentang pemerasan dalam dakwaan JPU.
Padahal, sebelumnya pasal yang selama ini disangkakan dan dilaporkan kepada Nikita Mirzani merupakan pasal pemerasan, yakni pasal 368, yang bahkan menjadi dasar penahanannya.
Menanggapi hal tersebut, mantan Staf Ahli Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Ricky Sitohang, turut angkat bicara.
Ia menekankan pentingnya masyarakat memahami hukum secara utuh, tanpa tendensi berpihak.
"Ulasan saya sampaikan kepada rekan-rekan media dan juga kepada masyarakat, biar orang awam itu ngerti, biar paham hukum. "
"Sehingga dengan seperti ini, saya berikan edukasi. Saya enggak punya kepentingan apa-apa, tapi saya mohon juga kepada yang memberikan komentar, enggak usah berpihak-pihaklah, apalagi statusnya sebagai pengacara," kata Ricky, dikutip Tribunnews dari YouTube Intens Investigasi, Jumat (4/7/2025).
Ricky juga menjelaskan bahwa perubahan pasal dalam proses hukum adalah hal yang bisa terjadi, terutama setelah dilakukan koordinasi antara penyidik dan JPU.
Baca juga: Dengarkan Kesaksian Putrinya, Nikita Mirzani Tutup Pintu Maaf untuk Vadel Badjideh
"Kita masuk pada pokok permasalahan ya. Jadi seperti yang sudah saya ulas, masalah penerapan daripada pasal dari JPU, orang kan suka berpolemik. Kenapa kok berubah dari 368 ke 369 ayat 1 junto 55 dan TPPU?."
"Kan tadinya dari penyidik itu 368. Tapi di dalam perjalanannya ada P1, koordinasi antara JPU dengan penyidik. Akhirnya pada saat penyerahan tahap dua, diputuskanlah bahwa pasalnya dirubah jadi 369 ayat 1 junto 55, tapi ranahnya tetap pemerasan," jelasnya.
Ia juga menanggapi anggapan bahwa kasus ini hanyalah pencemaran nama baik.
Menurut Ricky, pemahaman tersebut keliru dan tidak sesuai dengan substansi hukum.
"Jangan dibilang itu pencemaran nama baik. Jangan dipotong. Pencemaran nama baik itu berada di pasal 310 dan 311.
"Kalau mau ujaran kebencian, segala macam, itu masuk di pasal 27 Undang-Undang ITE. Tidak ada relevansinya kepada pasal pemerasan," tegasnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.