Organisasi Profesi Kesehatan di NTB Tolak Penghapusan UU Profesi dalam RUU Kesehatan
5 organisasi profesi medis dan kesehatan Wilayah timur di NTB tegas menyatakan sikapnya menolak penghapusan UU Profesi dalam RUU Kesehatan.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lima organisasi profesi medis dan kesehatan Wilayah timur yaitu Nusa Tenggara Barat (NTB) tegas menyatakan sikapnya menolak penghapusan UU Profesi dalam RUU Kesehatan.
Lima organisasi tersebut adalah Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), dan Ikatan Bidan Indonesia (IBI).
Baca juga: PPNI Tolak UU Keperawatan Diikutsertakan dalam Pembahasan RUU Kesehatan Omnibus Law
Sebelumnya, Ketua Ikatan Dokter Indonesia Wilayah NTB, Dr. dr Rohadi, SpBS(K), sebut pihaknya mendukung perbaikan sistem kesehatan yang terdapat dalam RUU tersebut.
Terutama dalam hal pemerataan dokter spesialis untuk daerah-daerah.
Terlebih saat ini hanya sekitar 14 persen dokter yang dapat diserap pemerintah.
Namun, menurutnya kewenangan Undang-Undang profesi tidak bisa dihilangkan.
Karena hal ini sudah berjalan dengan baik dan tertib.
Baca juga: Organisasi Profesi Medis Tolak Penghapusan UU Profesi dalam RUU Kesehatan
"Penghilangan UU Profesi ini tidak hanya berpotensi negatif pada organisasi profesi, namun juga masyarakat, karena dalam hal ini masyarakat lah yang pada akhirnya merasakan efek terbesar dari penghapusan UU tersebut,” tegasnya pada konferensi pers virtual, Sabtu (5/11/2022).
Kelima organisasi profesi medis Kesehatan tersebut sepakat bahwa kebijakan kesehatan harus mengedepankan jaminan hak kesehatan terhadap masyarakat.
Dalam hal ini, menjamin praktik dari tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya.
Harus dipastikan kompetensi dan kewenangannya agar keselamatan pasien dapat tetap dijaga.
Hal ini pun ditanggapi oleh Ketua Persatuan Dokter Gigi Indonesia Wilayah NTB: drg. Bagio Ariyogo Murdjani.
UU Profesi tidak boleh dihilangkan dan harus diatur dan dilindungi oleh undang-undang tersendiri.
Karena profesi dokter, dokter gigi, perawat, apoteker, bidan ini menyangkut hak pasien.
Selain itu ada banyak risiko yang berkaitan dengan penerapan teknologi.
Serta menyangkut kepastian hukum, keadilan, dan keselamatan pasien.
Menurutnya, UU di bidang kesehatan yang sudah ada saat ini telah berjalan dengan baik.
Di antara seperti UU No 29/2004 tentang Praktik Kedokteran, UU No 36/2014 tentang Tenaga Kesehatan, UU No 38/2014 tentang Keperawatan.
Lalu ada UU No 4/2019 tentang Kebidanan, dan RUU tentang Kefarmasian.
Semua UU tersebut merujuk kepada UUD Negara RI Tahun 1945 dan UU No 36/2009 tentang Kesehatan (hasil revisi dari UU No 23/1992).
Lebih lanjut, Ketua Ikatan Apoteker Indonesia Provinsi NTB, apt. Drs. Agus Supriyanto menyatakan bahwa organisasi profesi Kesehatan tidak pernah memperoleh informasi.
Atau, diajak terlibat dalam diskusi mengenai RUU Kesehatan ini.
Demikian juga dengan pemerintah daerah dan dinas kesehatan setempat, juga tidak mengetahui hal ini.
Padahal keberadaan organisasi profesi kesehatan membantu tugas pemerintah dan dinkes daerah.
Terutama dalam pemeriksaan latar belakang anggota, penanganan etik, dan lain-lain.
Di sisi lain, kelima organisasi tersebut berpendapat, masih banyak kondisi kesehatan di wilayah timur yang lebih membutuhan perhatian segera oleh pemerintah pusat, ketimbang RUU kesehatan.
Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia Provinsi NTB: H. Muhir, S,Kep, Ners dan Ketua Ikatan Bidan Indonesia Provinsi NTB: Ni Wayan Mujuningsih, S.St., S.Sos ada beberapa hal juga yang mesti jadi perhatian.
Di antaranya biaya pendidikan yang tinggi, sehingga tidak semua siswa berpotensi sanggup melanjutkan pendidikan di fakultas kedokteran.
Lalu, pajak alat kesehatan yang tinggi menyebabkan pemerataan dan penguasaannya membutuhkan biaya tinggi.
Selain itu remunerasi yang berkeadilan bagi tenaga kesehatan sangat dibutuhkan.
Terutama di daerah 3T (terluar, tertinggal, terdepan) agar lebih banyak yang mengabdi.
Kesimpulannya, kelima organisasi profesi kesehatan di NTB ini menyatakan siap mendukung perbaikan sistem kesehatan nasional melalui UU Sistem Kesehatan nasional.
Namun tidak dengan menghilangkan UU Profesi yang sudah ada.