Jumat, 3 Oktober 2025

Film Romo Soegija

Penggal Dulu Kepala Saya, Maka Tuan Boleh Memakainya

"Ini adalah tempat yang suci. Saya tidak akan memberi izin. Penggal dahulu kepala saya, maka Tuan baru boleh memakainya."

Editor: Domu D. Ambarita
zoom-inlihat foto Penggal Dulu Kepala Saya, Maka Tuan Boleh Memakainya
Romokanjengthemovie.com
Uskup Albertus Soegijapranata

Film layar lebar Soegija berkisah tentang perjuangan dan kepahlawanan Monsinyur Albertus Soegijapranata, segera diputar di bioskop-bioskop 7 Juni 2012. Siapa sosok Soegija, dan apa perannya sehingga layak difilmkan?

Pastor FX Murti Hadi Wijayanto SJ selaku produser Film Soegija mengatakan Vatikan adalah salah satu dari negera-negara pertama yang mengakui kedaulatan Indonesia. "Ini Adalah jasa Monsinyur Soegijapranata," ujar Romo Murti. Berikut tulisan Romo Murti disajikan tribunnews.com secara bersambung.

1942, Jepang masuk ke Hindia Belanda. Masuknya tentara Jepang dalam kancah peperangan menjadikan Perang Dunia ke-2 semakin memanas. Tanggal 8 Desember 1941 tentara Jepang menyerang sebuah Pangkalan Militer Amerika Serikat di Pearl Harbour dan juga mengobarkan Perang Pacific termasuk Hindia Belanda dan berhasil merebut wilayah Hindia Belanda dari kekuasaan Belanda.

Salib berat Rama Kanjeng, sapaan Monsinyur Albertus Soegijapranata, uskup pribumi pertama di gereja Katolik Indonesia, pun mulai dipikul. Semua yang berbau Belanda disita oleh Pemerintah Jepang. Para imam, suster dan tenaga-tenaga Gereja ditangkap dan dimasukkan ke interniran.

Sekolah-sekolah yang dikelola oleh para imam dan suster disita, tidak terkecuali seminari menengah. Anak-anak jawa dipulangkan, para seminaris dititipkan di pastoran-pastoran untuk melanjutkan pendidikan calon imam dalam diaspora. Tinggallah Rama Kanjeng bersama beberapa imam Jawa yang merawat iman umat di wilayah Vikariat Semarang.

Dalam kondisi yang sulit ini Rama Kanjeng tetap berusaha menunjukkan sikap heroiknya terutama ketika gereja Randusari ingin disita oleh tentara Jepang untuk dijadikan Markas tentara, dengan tegas Rama Kanjeng menjawab, "Ini adalah tempat yang suci. Saya tidak akan memberi izin. Penggal dahulu kepala saya, maka Tuan baru boleh memakainya."

Pimpinan tentara itu masih mendesak Rama Kanjeng untuk segera menyerahkan aset Gereja Randusari. Dan beliau masih bisa menjawab tegas, "Gedung Bioskop itu masih cukup luas. Dan tempatnya pasti juga strategis." Inilah cara Rama Kanjeng berdiplomasi.

Pada kesempatan lain, Gereja Atmodirono juga ingin disita oleh tentara Jepang. Segera Rama Kanjeng meminta orang-orang untuk mengisi ruangan-ruangan yang kosong. Karena masih tetap tampak ada ruang yang kosong, segera ia meminta supaya pintu-pintu itu ditempeli tulisan nama romo-romo supaya semua ruangan terlihat ada penghuninya. Dengan cara-cara seperti inilah Rama Kanjeng berhasil untuk menyelamatkan harta Gereja.

6 dan 9 Agustus 1945, pengeboman Hirosima dan Nagasaki. Serangan balik bom atom Amerika atas Hirosima dan Nagasaki mengakhiri ekspansi Jepang di wilayah Asia Pasifik. Dalam kondisi kekosongan pemerintahan ini, Bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945.

Pemerintahan Jepang diambil alih oleh Sekutu yang dipimpin oleh Inggris. Dan yang menjadi ancaman berat bagi bangsa Indonesia yang baru saja merdeka ini adalah penyusupan Belanda dalam tubuh sekutu dengan maksud ingin menguasai kembali wilayah Indonesia.

Pada masa-masa peralihan antara pemerintahan Jepang dengan Sekutu yang diboncengi oleh Belanda dan sekaligus masa berdirinya Indonesia sebagai bangsa inilah peran Rama Kanjeng juga cukup besar sebagai Pimpinan Gereja Katolik sekaligus sebagai warga negara Indonesia.

15 - 20 Oktober 1945, pertempuran 5 hari di Semarang. Hari itu adalah hari kedatangan tentara sekutu di Kota Semarang, Ibu Kota Jawa Tengah. Hari-hari sebelumnya kota Semarang menjadi kota mati yang mencekam karena kontak fisik antara pemuda-pemuda Semarang melawan tentara Jepang.

Kota Semarang sudah diblokade tentara Jepang karena kemarahan mereka atas penyerangan pemuda-pemuda Semarang sebelum hari-hari mencekam itu. Tidak terkecuali Pastoran Gedangan tempat Rama Kanjeng tinggal menjadi incaran tentara-tentara Jepang.

Kedatangan tentara sekutu dimanfaatkan Rama Kanjeng untuk kembali mengekspresikan keunggulannya dalam berdiplomasi. Rama Kanjeng mendesak pimpinan tentara sekutu untuk mengadakan perundingan dengan pimpinan tentara Jepang.

Rama Kanjeng berhasil mempertemukan dua pimpinan itu di Pastoran Gedangan. Dari Perundingan itu, Rama Kanjeng juga mendapatkan info dari pimpinan Tentara Jepang bahwa malam tanggal 20 Oktober itu, tentara Jepang akan menjebak pemuda-pemuda Semarang dan menghabisi mereka di daerah Karang Tempel.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved