Pembantaian Pekerja di Papua
Fakta Terbaru KKB Pasca Pembunuhan, Buat Surat ke Jokowi Hingga Tanggapan Istana
Pasca pembunuhan, pada Senin (10/12/2018), tepat di Hari HAM Sedunia, pihak KKB Papua menyerukan surat terbuka mereka untuk Presiden Jokowi.
TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah kirim 154 personel gabungan dari TNI dan Polri pasca pembunuhan pekerja yang dilakukan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di jembatan distrik Yigi, Nduga, Papua.
Tambahan personel ini akan ditempatkan di berbagai lokasi yang rawan terjadinya penyerangan oleh KKB.
Mereka akan memulihkan tanah Papua dan mengawal proyek infrastruktur sehingga pembangunan tetap berjalan.
"Masyarakat Papua butuh keamanan dan kenyamanan. Pemerintah berupaya untuk memulihkan keamanan dan kenyamanan di sana," kata Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (5/12/2018) dikutip dari Kompas.com.
Baca: Saat Pasukan Kostrad Selamatkan Tim Peneliti yang Disandera OPM di Belantara Papua 23 Tahun Silam
Namun, hal tersebut membuat pihak OPM semakin berani untuk menyuarakan keinginan mereka.
Usai melakukan pembantaian terhadap 19 pekerja proyek jembatan di Nduga, Papua, kini KKB mengeluarkan surat terbuka yang ditujukan pada Presiden Republik Indonesia.
Para pelaku pembunuhan terhadap 19 pekerja proyek jembatan di Nduga, Papua, bersembunyi di hutan-hutan, dan masih terus dikejar dan dilacak, kata juru bicara Kodam Cendrawasih, Kolonel Muhammad Aidi.
Berikut fakta terbaru OPM dilansir Tribunnews.com dari berbagai sumber:
1. Buat Surat Terbuka
Seminggu berlalu usai peristiwa penyerangan yang tewaskan sejumlah pekerja tersebut, pada 10 Desember 2018, tepat di Hari HAM Sedunia, pihak KKB Papua menyerukan surat terbuka mereka.
Surat tersebut berisi pernyataan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Surat terbuka KKB tersebut ditunjukan kepada Presiden Republik Indonesia Jokowi di Jakarta.
Baca: Benny Wenda, Pemimpin OPM yang Kini Memutuskan Tinggal di Inggris
Hal ini seperti dikutip dari akun YouTube Sekretariat Pusat TPNOPM yang mengunggah sebuah video pada 10 Desember 2018.
Dalam video berdurasi 7 menit 59 detik itu, juru bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM), Sebby Sambom, didampingi oleh Staf umum TPNPB.
"Surat terbuka,
Yang terhormat, tuan Presiden Republik Indonesia, kami pimpinan Komando Nasional Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat, Organisasi Papua Merdeka, menyampaikan dengan hati nurani kami yang tulus, kepada anda, bahwa, pembangunan Infrastruktur di Papua Barat adalah bukan yang diinginkan rakyat bangsa Papua.
Baca: PPAD: GSB-OPM Lebih Dari Terorisme
Rakyat Papua inginkan hak politik penentuan nasibnya sendiri.
Ingin pisah dari Indonesia, untuk merdeka penuh dan berdaulat dari penjajahan dari Indonesia," ujar Sebby Sambom mengawali pembacaan surat terbuka.
2. Membuat Penolakan dan Sikap OPM
Sebby Sambom lalu menyebutkan dasar hukum argumen tuntutan, tawaran, dan penolakan TPNPB.
Juru bicara TPNPB itu lalu menyampaikan penolakan dan sikap organisasinya pada pemerintah Indonesia.
"Penolakan TPNPB,
1. TPNPB menolak permintaan Indonesia untuk menyerah kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
Baca: Emanuel Bano Disebut Pernah Tidur di Rumah Anggota OPM Sebelum Jadi Korban Pembantaian di Papua
2. TPNPB menolak upaya Indonesia untuk berdamai dengan dialog Jakarta-Papua
Sikap TPNPB
1. TPNPB tidak akan menyerah dengan alasan apapun sebelum kemerdekaan bangsa Papua terwujud dari penjajahan Indonesia.
2. Perang tidak akan berhenti sampai pada sebelum tuntutan dan permintaan TPNPB dilaksanakan oleh pemerintah Republik Indonesia.
Baca: Video KKB Papua Peringatkan Jokowi Lewat Surat Terbuka: Tuan Presiden, Perang Tak akan Berhenti
Demikian isi tuntutan dan tawaran dan penolakan tentara TPNPB OPM.
Untuk itu, TPNPB menolak tawaran dalam bentuk apapun, selain yang dicantumkan dalam surat ini.
Apabila pemerintah Indonesia tidak menyetujuinya, maka TPNPB tidak akan berhenti perang," ujar Sebby Sambom.
3. Tanggapan Istana
Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai sudah tak ada lagi peluang berdialog dengan kelompok separatis untuk menyelesaikan konflik di Papua.
Kalla mengatakan Pemerintah Indonesia sudah memberikan semuanya kepada Papua kecuali kemerdekaan.
Baca: Pengakuan Seorang Korban Selamat Mengenai Deretan Kekejaman KKB Terhadap Pekerja di Nduga
"Opsi dialog itu juga pertanyaannya apanya lagi yang bisa didialogkan? Semua sudah dikasih ke daerah (Papua) kecuali kemerdekaan," kata Kalla saat ditemui di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (11/12/2018).
Ia menyebutkan, di bidang ekonomi pemerintah sudah memberikan dana otonomi khusus yang besar kepada Papua.
Karena itu Kalla merasa heran dengan pihak yang menyatakan Pemerintah Indonesia merampok kekayaan Papua melalui PT Freeport Indonesia.
Kalla menyatakan hasil yang diberikan Freeport tak sebanding dengan dana transfer yang diberikan pemerintah pusat kepada Papua.
Baca: Pasukan Gabungan TNI-Polri Tangkap Seorang Anggota KKB Papua
"Freeport itu pada tahun lalu hanya membayar pajak royalti sedikit di atas Rp 10 triliun. Dan dulu pernah Rp 18 triliun. Kita (pemerintah pusat) transfer ke Papua itu hampir Rp 100 triliun. Jadi pikiran bahwa kita ini mengambil kekayaan Papua sama sekali tidak," ujar Kalla.
Sementara itu, di sektor politik pemerintah telah memberikan keistimewaan bagi Papua.
Kalla mengatakan di Papua hanya penduduk asli yang bisa menjadi bupati dan gubernur.
Hal itu tak terjadi di Aceh yang sama-sama dilanda masalah separatisme.
Baca: Tokoh Masyarakat Papua Jelaskan Perbedaan Istilah KKB dan KSB
Bahkan, kata Kalla, saat ini pemerintah yang sedang membangun jalan Trans Papua demi kemajuan masyarakat di sana justru dipandang negatif oleh kelompok separatis.
Mereka, kata Kalla, menilai dengan dibangunnya jalan Trans Papua justru semakin mendatangkan orang dari luar untuk menguasai Papua.
"Jadi politik sudah dikasih, ekonomi sudah dikuasai. Apanya lagi yang bisa didialogkan coba? Semua sudah maksimum," ujar Kalla.
"Maka tinggal juga pemahaman yang dilakukan oleh masing-masing pihak pimpinan-pimpinan untuk memahami supaya bersih birokrasi di sana, supaya apa yang telah diberikan dinikmati semua pihak," lanjut dia.
(Tribunnews.com/Whiesa)