Program Makan Bergizi Gratis
Ribuan Siswa Keracunan MBG di Jabar, Dedi Mulyadi Soroti 3 Hal Utama hingga Harus Dievaluasi
2.051 siswa di Jabar keracunan makanan MBG. Dedi Mulyadi evaluasi kualitas menu dan kemampuan penyelenggara.
Editor:
Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Jawa Barat memicu kekhawatiran nasional setelah 2.051 siswa mengalami keracunan makanan, menjadikan provinsi ini sebagai wilayah dengan kasus terbanyak dari total 5.626 insiden di 16 provinsi.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, langsung turun tangan dan menyoroti tiga titik krusial yang harus segera dievaluasi
Penyebab utama keracunan adalah ketimpangan antara jumlah penerima MBG dan tenaga pelayan gizi (SPPG), serta buruknya manajemen penyajian makanan.
Contohnya, makanan dimasak pukul 01.00 dini hari dan baru disajikan pukul 12.00 siang. Hal ini menyebabkan potensi kontaminasi tinggi.
Rentang waktu yang terlalu lama antara proses memasak dan penyajian makanan seperti dari pukul 01.00 dini hari hingga 12.00 siang berisiko tinggi menyebabkan kontaminasi.
Makanan yang disimpan terlalu lama pada suhu ruang (antara 5°C–60°C) masuk dalam zona bahayapertumbuhan mikroorganisme.
Bakteri seperti Salmonella, E. coli, dan Staphylococcus aureus dapat berkembang biak dengan cepat dalam waktu beberapa jam.
Jika makanan tidak langsung didinginkan atau dipanaskan ulang sebelum disajikan, maka risiko kontaminasi meningkat. Proses pemanasan ulang harus mencapai suhu minimal 74°C untuk membunuh bakteri, dan ini sering kali tidak dilakukan secara konsisten.
Makanan yang dimasak dini hari lalu didistribusikan ke berbagai titik layanan bisa mengalami kontaminasi silang dari wadah, kendaraan, atau tangan petugas.
Semakin lama waktu tempuh dan semakin banyak titik distribusi, semakin besar peluang makanan terpapar lingkungan yang tidak steril.
Selain risiko kesehatan, makanan yang disimpan terlalu lama bisa mengalami penurunan rasa, tekstur, dan kandungan gizi, membuatnya tidak layak konsumsi terutama bagi anak-anak.
Sistem imun anak-anak belum sekuat orang dewasa, sehingga mereka lebih rentan terhadap efek keracunan makanan meskipun kontaminasinya tergolong ringan.
Dedi Mulyadi Soroti 3 Hal Utama Hingga Harus Dievaluasi
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyoroti tiga hal penting yang menurutnya harus segera dievaluasi dalam pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis, atau MBG, di wilayahnya.
Tujuannya jelas, agar kasus keracunan makanan yang menimpa ribuan siswa di Jabar tidak lagi terulang.
Dedi menyebut, ada tiga persoalan utama yang membuat makanan dalam program MBG berisiko tidak layak disantap.
Ia menegaskan, meski sejauh ini kasus keracunan MBG belum menimbulkan korban jiwa, namun trauma pada siswa jelas nyata.
Hal yang perlu dievaluasi, yakni soal kualitas menu makanan yang disajikan serta kemampuan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) sebagai vendor pelaksana kegiatan.
"Pertama gini loh, penyelenggara kegiatannya mampu atau tidak. Yang kedua, makanan yang disajikan sesuai dengan harga atau tidak," ungkap Dedi saat ditemui di Bale Pakuan, Kota Bogor, Rabu (24/9/2025).
"Kedua hal itu yang akan menjadi objek penyelidikan saya. Artinya, saya akan mengevaluasi dalam dua hal itu," sambungnya.
Dedi mengaku bahwa dirinya akan bertemu dengan pengelola SPPG di Jawa Barat pada pekan ini.
Hal itu dilakukan untuk melihat serta memastikan unsur kelayakan pelayanan.
Jika ditemukan adanya pengelola SPPG yang tidak memenuhi standar pelayanan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat akan mengambil tindakan tegas berupa penggantian.
"Kalau ternyata tidak mampu dan angka keracunan tetap tinggi, tentu harus ada evaluasi. Vendor pelaksana yang tidak sesuai dengan harapan harus diganti," sebutnya.
Sejauh ini, lanjut Dedi, kasus keracunan yang terjadi diakibatkan karena ketimpangan antara jumlah peserta penerima MBG dengan jumlah pelayan di SPPG.
Selain itu, faktor jarak distribusi dan pola penyajian makanan yang tidak sesuai turut memperburuk keadaan.
"Misalnya, masaknya jam 1 malam, tapi disajikan jam 12 siang. Jarak waktunya terlalu lama, itu perlu dievaluasi. Kalau penyelenggara tidak mampu, ya harus diganti dengan yang lebih mampu," imbuh dia.
Untuk diketahui, jumlah kasus keracunan MBG saat ini tengah menjadi sorotan publik.
Ratusan siswa di 16 provinsi mengalami keracunan usai menyantap menu MBG dengan total mencapai 5.626 kasus.
Dari 5.000-an kasus keracunan MBG, Jawa Barat menjadi provinsi dengan jumlah kasus keracunan terbanyak di Indonesia sebanyak 2.051 kasus.
Siswa Alami Trauma
Ia khawatir insiden tersebut dapat menimbulkan trauma psikologis bagi anak-anak, yang berpotensi menghambat mereka untuk mengonsumsi menu MBG kembali.
"Itu menimbulkan trauma, traumanya adalah anak yang harusnya mendapat asupan gizi, itu kan menjadi keracunan, kan menjadi trauma. Traumanya nanti mereka tidak mau makan lagi terhadap makanan yang disajikan, sedangkan makanan (MBG) yang disajikan itu kan tiap hari dilakukan," tambah Dedi saat ditemui di Bale Pakuan, Bogor, Rabu (24/9/2025).
Dedi juga menyoroti buruknya manajemen penyelenggaraan yang menyebabkan maraknya kasus keracunan MBG.
"Ini disebabkan karena ada ketidakseimbangan antara jumlah penerima layanan dengan tenaga atau pelayan yang tersedia, ditambah manajemen penyajian makanan yang kurang tepat," jelasnya.
Contohnya, makanan sering kali dimasak pada tengah malam dan baru disajikan dalam jumlah besar keesokan harinya.
"Yang dilayaninya sekian ribu orang, kemudian jumlah yang melayaninya hanya sedikit, ditambah lagi jarak yang ditempuh jauh, kemudian ditambah lagi juga ingin memberikan layanan secara sekaligus. Misalnya, masaknya jam 1 malam atau masaknya jam 12 malam, disajikannya jam 12 siang, kan jarak waktunya lama," ungkapnya.
Sebagai langkah responsif, Dedi segera memanggil pengelola MBG di Jabar pada pekan depan. Evaluasi akan difokuskan pada dua hal, yaitu kemampuan penyelenggara dalam melaksanakan kegiatan serta kesesuaian kualitas makanan dengan harga yang ditetapkan pemerintah.
"Kalau penyelenggara tidak mampu, atau vendor tidak punya kemampuan, ya harus diganti," ucapnya.
Meskipun kasus keracunan tidak menimbulkan korban jiwa, Dedi menekankan, fakta bahwa Jawa Barat menjadi provinsi dengan jumlah kasus terbanyak sudah cukup menjadi alasan kuat untuk melakukan evaluasi besar-besaran.
Menanggapi wacana moratorium program MBG akibat maraknya kasus keracunan, Dedi menegaskan perlunya evaluasi terlebih dahulu terhadap penyelenggara.
"Kalau ternyata tidak mampu dan kualitasnya menurun, ya harus dievaluasi. Orang yang memegang amanah tapi tidak sesuai harapan harus diganti," tegasnya.
Sumber: Tribun Jabar
Program Makan Bergizi Gratis
Siswa di Lampung Timur Keracunan Usai Santap MBG Roti Sosis, Alami Nyeri Ulu Hati hingga Mata Merah |
---|
NU DKI dan Apmaki Dukung Langkah Pemerintah Pakai Produk dalam Negeri untuk MBG |
---|
Sempat Dibantah BGN, Surat 'Tutup Mulut' jika Terjadi Keracunan MBG Terbukti di Banyumas |
---|
TNI Kelola 452 SPPG Untuk Program Makan Bergizi Gratis, Pengawasannya Dilakukan Berlapis |
---|
KPAI Sebut Kasus Keracunan MBG Bisa Menimbulkan Dampak Psikologis Bagi Anak |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.