Kemendagri Temukan 29 Daerah Belum Gunakan SIPD RI, Padahal Sudah Diwajibkan Sejak 2022
29 Pemda belum terapkan SIPD RI. Kemendagri dorong percepatan demi akuntabilitas dan efisiensi pengelolaan pendapatan daerah.
TRIBUNNEWS.COM - Sebanyak 29 pemerintah daerah di Indonesia masih belum mengimplementasikan Sistem Informasi Pemerintahan Daerah Republik Indonesia (SIPD RI) dalam pengelolaan pendapatan daerah, meskipun sistem tersebut telah ditetapkan sebagai wajib oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sejak 2022.
SIPD RI adalah sebuah sistem terpadu yang dikembangkan oleh Kementerian Dalam Negeri untuk mendukung tata kelola pemerintahan daerah yang transparan, efisien, dan terintegrasi secara nasional.
SIPD bertujuan menghapus ego-sektoral, menyederhanakan proses administrasi, dan meningkatkan akuntabilitas publik dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
SIPD berfungsi untuk menyusun rencana kerja pemerintah daerah secara sistematis. Mengelola anggaran dan pelaporan keuangan daerah secara digital. Menyediakan data real-time untuk menilai efektivitas program dan kegiatan pemerintah daerah. Menyatukan data dari seluruh kabupaten/kota dan provinsi dengan data pemerintah pusat
Kemendagri melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Keuangan Daerah (Keuda) mendorong Pemerintah Daerah untuk segera mengimplementasikan SIPD dalam pengelolaan keuangan daerah.
Hal ini disampaikan Direktur Pendapatan Daerah Ditjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri, Teguh Narutomo dalam acara Rapat Asistensi Pengelolaan Pendapatan Daerah dalam SIPD RI yang berlangsung secara hybrid.
Teguh mengatakan untuk memastikan penerapan SIPD RI yang telah dikembangkan Kementerian Dalam Negeri, dalam hal ini Ditjen Bina Keuangan Daerah senantiasa melakukan asistensi serta mendorong pemerintah daerah dalam penerapannya agar proses adaptasi menuju pengelolaan keuangan daerah yang termutakhir melalui SIPD RI dapat berjalan dengan baik.
“Terkait Implementasi SIPD Pendapatan kami telah mengeluarkan Surat Nomor 970/10061/Keuda Tanggal 13 April 2022 dan Surat Nomor 900.1.13/2161/Keuda Tanggal 27 Mei 2025 yang menghimbau terhadap Kepala Daerah yang belum menggunakan SIPD RI Modul Penatausahaan Pendapatan untuk menginput data realisasi pendapatan daerah melalui SIPD RI Modul Penatausahaan Pendapatan,” jelas Teguh Narutomo.
Oleh karena itu Teguh Narutomo menekankan pentingnya Pemerintah Daerah (Pemda) untuk segera mengimplementasikan SIPD RI.
Hal ini penting dilakukan guna meningkatkan kinerja serta akuntabilitas pemerintah dalam mendukung tercapainya program nasional, mempercepat penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) dan Satu Data Indonesia.
“Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dalam Pasal 391 menyebutkan bahwa Pemerintah Daerah wajib menyediakan informasi Pemerintahan Daerah, yang dikelola dalam suatu Sistem Informasi Pemerintahan Daerah. Serta Pasal 395 bahwa Pemerintah Daerah dapat menyediakan dan mengelola informasi Pemerintahan Daerah lainnya,” tegas Teguh Narutomo.
Teguh Narutomo menegaskan penggunaan aplikasi SIPD RI bersifat wajib/mandatory bagi semua pemerintah daerah.
“Berdasarkan data pada aplikasi terdapat 517 Daerah yang telah menggunakan SIPD RI Modul Penatausahaan Pendapatan, sedangkan 29 Daerah lainnya belum menggunakan SIPD RI Modul Penatausahaan Pendapatan,” kata Teguh Narutomo.
Senada dengan Direktur Pendapatan Daerah Ditjen Bina Keuangan Daerah, Kepala Subdirektorat Pendapatan Daerah Wilayah III Direktorat Pendapatan Daerah Ditjen Bina Keuangan Daerah, Wanto mengatakan kegiatan Asistensi Pengelolaan Pendapatan Daerah dalam SIPD RI ini dilakukan untuk memastikan penerapan SIPD RI yang telah dikembangkan Kementerian Dalam Negeri dapat berjalan dengan baik.
Melalui kegiatan ini, Ditjen Bina Keuangan Daerah senantiasa melakukan pembinaan/pendampingan serta mendorong pemerintah daerah dalam guna tercapainya pengelolaan keuangan daerah yang termutakhir melalui SIPD RI.
“Melalui pengelolaan pendapatan daerah dalam SIPD Rl diharapkan dapat mengakomodir pengelolaan sumber-sumber pendapatan sesuai peraturan perundang-undangan,” ujar Wanto.
Sementara itu, Ditjen Bina Keuangan Daerah mendorong pertumbuhan ekonomi daerah melalui kerja sama koordinasi percepatan penyediaan pembiayaan utang daerah berbentuk pinjaman daerah.
Upaya ini merupakan langkaah strategis untuk pembiayaan infrastruktur dalam rangka pelaksanaan kebijakan fiskal nasional melalui penugasan kepada PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero).
Hal ini disampaikan Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah, Agus Fatoni dalam acara Rapat Koordinasi Skema Pembiayaan Kreatif khususnya dalam bentuk pinjaman daerah melalui penugasan kepada PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero).
Fatoni mengatakan penyediaan pembiayaan infrastruktur daerah dalam rangka pelaksanaan kebijakan fiskal nasional adalah berupa Pinjaman Tunai dan/atau Pinjaman Kegiatan yang dilaksanakan oleh PT SMI (“Pinjaman”).
Hal ini berdasarkan penugasan Menteri Keuangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, serta Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Kebijakan Fiskal Nasional, termasuk peraturan pelaksanaannya.
Dia menjelaskan Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD), didesain untuk memperkuat desentralisasi fiskal guna mewujudkan kesejahteraan.
“Melalui UU ini, diharapkan akan mewujudkan alokasi sumber daya nasional yang efisien dan efektif dengan menciptakan HKPD yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan. Dalam hal ini berkaitan dengan pinjaman bersumber dari pertama pemerintah dan/atau. Kedua, PT SMI, yang jangka waktunya melebihi sisa masa jabatan Kepala Daerah. Karenanya, pemberian Pinjaman kepada Pemerintah Daerah harus mendapatkan pertimbangan Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (“Tiga Menteri”),” jelas Fatoni.
Fatoni menjelaskan Pinjaman yang bersumber dari PT SMI adalah pinjaman yang dananya bersumber dari ekuitas atau kas Perseroan, antara lain, Penyertaan Modal Negara (“PMN”) dan hasil kegiatan fund raising, diantaranya pinjaman dari Pemerintah, pinjaman dari lembaga keuangan, penerbitan surat berharga dan/atau pembiayaan lainnya.
“Disepakati bahwa yang termasuk dalam Pinjaman yang bersumber dari Pemerintah adalah pinjaman yang dananya dianggarkan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (“APBN”) yang dialokasikan untuk penyediaan pinjaman kepada Pemerintah Daerah,” kata Fatoni.
Meskipun demikian, Fatoni menegaskan perlunya kehati-hatian terhadap pinjaman daerah yang melewati masa jabatan kepala daerah, dikarenakan akan membebani kepala daerah yang baru serta pentingnya pemantauan dan evaluasi secara berkelanjutan.
“Terhadap Pinjaman yang telah disetujui, dapat dilakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala oleh Para Pihak baik secara bersama-sama maupun terpisah untuk memastikan proyek pembangunan infrastruktur daerah berjalan sesuai rencana dan Pemerintah Daerah dapat menyelesaikan kewajiban pembayaran Pinjaman, serta mengawal agar Pinjaman tersebut tidak menjadi beban Pemerintah Pusat,” ujar Fatoni.
Kemendagri: Pencopotan Kepala SMPN 1 Prabumulih oleh Wali Kota Tidak Sesuai Mekanisme |
![]() |
---|
Kementerian Dalam Negeri Periksa Wali Kota Prabumulih Imbas Dugaan Pencopotan Kepala Sekolah SMPN 1 |
![]() |
---|
Mendagri Berterima Kasih Atas Dukungan Komisi II DPR terhadap Peningkatan Kinerja Kemendagri TA 2026 |
![]() |
---|
Gaji Pekerja Proyek Desa yang Dibiayai Bank Dunia Belum Dibayar, Koordinator Tagih ke Kemendagri |
![]() |
---|
Tinjau Mal Pelayanan Publik Makassar, Mendagri Tito Apresiasi Layanan Terpadu dengan Gerai PBG&BPHTB |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.