Keluar Cacing dari Mulut dan Hidung Balita di Bengkulu, Ada Gumpalan Diduga Cacing di Perutnya
Pilu, Nur Sabrina, balita berusia 1 tahun 8 bulan warga Seluma, Bengkulu alami peyakit tak biasa keluar cacing dari mulut dan hidung.
TRIBUNNEWS.COM, SELUMA - Kasus cacingan kembali terjadi, kali ini di Seluma Bengkulu.
Nur Sabrina, balita berusia 1 tahun 8 bulan, warga Desa Sungai Petai, Kecamatan Talo Kecil, Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu jadi korbannya.
Balita ini mengeluarkan cacing gelang atau Ascaris dari mulut dan hidung.
Cacingan adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing parasit (seperti cacing gelang, cacing tambang, cacing cambuk).
Infeksi cacing ini biasanya masuk melalui telur cacing ke tubuh manusia.
Biasanya melalui makanan/minuman yang tercemar, tanah, atau kuku tangan yang kotor.
Baca juga: Penjelasan Lengkap Kemenkes Soal Penyebab Kematian Balita di Sukabumi, Bukan Cacingan, Tapi Sepsis
Sebelumnya kasus balita cacingan pernah viral di Sukabumi, Jawa Barat.
Balita ini bernama Raya, meninggal karena cacingan akut yang dideritanya.
Awal Mula Cacing Keluar dari Hidung dan Mulut Balita di Seluma Bengkulu
Direktur RSUD Tais, dr. Eva Debora Siahaan, mengatakan kejadian ini pertama kali diketahui pihak keluarga pada Minggu, 13 September 2025, sekitar pukul 18.00 WIB.
Saat itu, cacing gelang sebesar sapu lidi keluar dari hidung dan mulut pasien.
"Saat ini Sabrina telah kami rawat intensif di RSUD Tais. Cacing gelang masih keluar dari hidung dan mulutnya," terang Eva kepada Tribunbengkulu.com, Senin siang, 15 September 2025.
Hasil Rontgen Ada Gumpalan di Perut Pasien, Diduga Kumpulan Cacing
Eva menjelaskan, bantuan pernapasan terus diberikan kepada pasien agar pasokan oksigen tetap maksimal dan normal.
Pihaknya juga berupaya mengeluarkan cacing yang ada di dalam tubuh pasien.
"Hasil rontgen menunjukkan ada gumpalan di perut pasien yang diduga kumpulan cacing ini. Kami masih berupaya untuk mengeluarkan cacing ini dari tubuh pasien," jelasnya.
Awalnya Pasien Demam Tinggi, Batu Berdahak dan Gelisah
Lebih lanjut, Eva menerangkan bahwa penyakit ini awalnya diketahui ketika pasien mengalami demam tinggi, batuk berdahak, serta terlihat gelisah.
Pada saat demam tersebut, cacing mulai keluar dari hidung dan mulut pasien.
"Oleh orang tua, kemarin, 14 September 2025, pasien diantar ke kami. Saat ini sedang kita rawat intensif," kata Eva.
Pasien Sering Main Tanah
Direktur RSUD Tais menuturkan, penyebab pasien terjangkit penyakit cacing ini berkaitan dengan pola hidup yang tidak sehat.
Pasien sering bermain di tanah tanpa memakai sandal, lalu tanpa mencuci tangan dan kaki langsung menyantap makanan menggunakan tangan.
"Jadi, telur cacing ini menempel di tangan dan masuk ke mulut. Berkembang biak di perut hingga menjadi banyak seperti ini," ungkap Eva Debora.
Baca juga: Beda dari Cacingan Balita Raya, Kasus Pertama Cacing Pemakan Daging pada Manusia Terkonfirmasi
Menyikapi hal tersebut, dr. Eva mengingatkan para orang tua untuk selalu menjaga kebersihan anak.
Jika keluar rumah, biasakan memakai sandal dan yang terpenting cuci tangan serta kaki sebelum makan.
"Terpenting juga, setiap enam bulan atau setahun sekali berikan obat cacing pada anak. Ini penting agar anak terhindar dari penyakit cacing ini," pesan Eva Debora.
Kisah Balita Raya di Sukabumi
Viral di media sosial soal meninggalnya Balita di Sukabumi, Jawa Barat bernama Raya karena cacingan akut yang dideritanya.
Kisah Raya ini langsung jadi sorotan publik, terlebih setelah video Raya yang sedang dirawat di rumah sakit dan video yang memperlihatkan sejumlah cacing diangkat dari tubuh Raya tersebar di media sosial.
Salah satu pengunggah video Raya adalah akun Facebook Rumah Teduh yang menyebarkan video saat Raya dirawat di Intensive Care Unit (ICU).
Kepala Desa Cianaga, Wardi Sutandi, Raya membenarkan Raya merupakan warganya.
Raya yang meninggal pada 22 Juli 2025 lalu, merupakan anak dari pasangan Udin (32) dan Endah (38).
Menurut Wardi, orang tua Raya memiliki keterbelakangan mental sehingga daya asuh pada Raya berkurang.
"Kedua orang tuanya memiliki keterbelakangan mental, sehingga daya asuh terhadap anaknya kurang, tidak tahu persis bagaimana kondisi anaknya,” kata Wardi kepada awak media di RSUD Sekarwangi Cibadak, Selasa (19/8/2025).
Sebelum meninggal Raya memang terbiasa hidup di lingkungan yang tidak sehat.
Raya sering bermain dibawah kolong rumah bersama ayam yang ada disekitar rumahnya.
Hasilnya, Raya disebut kerap menderita demam dan kemudian didiagnosis menderita penyakit paru-paru.
Namun nahas, karena keluarganya tidak memiliki Kartu Keluarga (KK) dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), pengobatan Raya mengalami kendala.
Setelah penyakit Raya sudah parah, ia baru mendapat bantuan dari rumah teduh untuk menjalani pengobatan.
Rumah teduh merupakan rumah singgah bagi pasien dari kalangan masyarakat kurang mampu
"Setelah penyakitnya makin parah, kemudian ada salah satu keluarga yang kenal dengan rumah teduh (filantropi) laporan, langsung dijemput pakai ambulans."
"Pemerintah desa sudah taunya sampai situ. Tapi sebelum dibawa (rumah teduh), Raya ini sering keluar masuk klinik dan Puskesmas," beber Wardi.
Pengobatan Cacing
Anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Infeksi Penyakit Tropik IDAI, DR Dr. Riyadi, SpA, Subs IPT(K), MKes menjelaskan, secara umum obat cacing memang bisa digunakan untuk berbagai jenis cacing.
Aturan penggunaan dan dosis bisa berbeda-beda, bergantung usia dan jenis cacing yang menyerang tubuh.
“Di atas satu tahun, Albendazole aman. Buat semua jenis cacing, yang membedakan nanti ada yang diminumnya sehari, ada yang harus diminumnya tiga hari, nah itu ya, dosis hampir sama semua."
"Di bawah satu tahun, kita bisa pilih yang Pirantel Pamoat. Itu untuk di bawah satu tahun,” jelasnya pada diskusi media virtual, Minggu (24/8/2025).
Menurutnya, obat cacing termasuk obat yang sederhana dan tidak rumit.
Dosisnya pun mudah disesuaikan dengan usia maupun berat badan.
Namun, tantangan sebenarnya justru ada pada ketersediaan obat tersebut di fasilitas kesehatan.
“Yang penting adalah ketersediaannya. Karena obatnya murah, mudah, kadang-kadang nggak kepikiran rumah sakit besar untuk menyediakan. Jadi kadang-kadang tidak mudah ketemu,” ungkapnya.
Meski begitu, masyarakat tidak perlu cemas. Ia menegaskan bahwa dinas kesehatan umumnya selalu menyediakan obat cacing.
Masyarakat bisa mendapatkannya dengan mudah bila dibutuhkan.
Baca juga: Buntut Kematian Balita Akibat Cacingan, Pemerintah Ubah SOP BPJS Hingga Rujukan Puskesmas
Pertanyaan kedua yang banyak diajukan masyarakat adalah, apakah cacingan bisa sembuh sendiri jika dibiarkan tanpa pengobatan?
Dr Riyadi menegaskan, cacingan tidak akan sembuh dengan sendirinya.
Pasalnya, cacing dalam tubuh dapat bertahan hidup hingga bertahun-tahun, bahkan menghasilkan telur dan larva baru yang memperburuk kondisi penderita.
“Namanya juga mikroorganisme. Yang terjadi kalau kita biarin tadi, dia bisa hidup 1-2 tahun. Yang dewasanya mati, ngeluarin cacing. Cacingnya itu ngeluarin telur, larva. Jadi generasi yang kedua yang hidup dalam tubuh. Jadi obat cacing, kalau cacingan harus diminum,” tegasnya.
Jika dibiarkan, gejala cacingan biasanya akan semakin terasa, mulai dari gangguan pencernaan, penurunan nafsu makan, hingga gangguan gizi.
Karena itu, pengobatan dengan obat cacing tetap wajib dilakukan.
Dokter mengimbau masyarakat agar tidak menyepelekan cacingan, terutama pada anak-anak.
Konsumsi obat cacing perlu dilakukan sesuai indikasi medis, dosis yang tepat, dan tentunya mengikuti arahan tenaga kesehatan.
Dengan pengobatan yang tepat, cacingan bisa diatasi dengan efektif dan risiko komplikasi dapat dicegah.
(tribun network/thf/TribunBengkulu.com/Tribunnews.com)
Artikel ini telah tayang di Tribunbengkulu.com dengan judul Breaking News: Keluar Cacing dari Mulut dan Hidung Balita di Seluma Bengkulu, Kini Dirawat Intensif,
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Beda dari Cacingan Balita Raya, Kasus Pertama Cacing Pemakan Daging pada Manusia Terkonfirmasi,
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.