Kamis, 2 Oktober 2025

2 Warga Serang Banten Jadi Korban Kekerasan Aparat, Pelajar Masuk IGD

Dua warga Serang jadi korban kekerasan aparat, wartawan luka serius, pelajar SMKN 2 kritis dirawat intensif di RSUD Banten.

Editor: Glery Lazuardi
KOMPAS.com/NURWAHIDAH
POLISI - Wartawan dan pelajar di Serang, Banten, menjadi korban kekerasan aparat dalam dua insiden terpisah. Salah satu korban kini dirawat di ICU. 

TRIBUNNEWS.COM, BANTEN - Dua warga Serang, Banten, menjadi korban kekerasan oleh aparat kepolisian dalam dua insiden terpisah yang terjadi pekan lalu. 

Seorang wartawan mengalami luka serius saat meliput penyegelan pabrik, sementara seorang pelajar SMKN 2 Kota Serang kini dalam kondisi kritis di Instalasi Gawat Darurat (IGD)setelah diduga dipukul oleh petugas patroli.

Kedua kasus ini memicu keprihatinan publik dan sorotan terhadap tindakan aparat di lapangan.

Kasus pertama pemukulan terhadap wartawan hingga masuk rumah sakit di Serang, Banten terjadi pada Kamis, 21 Agustus 2025.

Insiden itu terjadi saat sejumlah jurnalis meliput kegiatan penyegelan pabrik PT Genesis Regeneration Smelting oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Kecamatan Jawilan. 

Pada pekan lalu, sejumlah wartawan dari berbagai media (TribunBanten.com, Jawa Pos TV, Detik.com, AntaraBanten, SCTV, dll) hadir atas undangan resmi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk meliput penyegelan pabrik yang diduga melanggar pengelolaan limbah B3 di Pabrik PT Genesis Regeneration Smelting, Kecamatan Jawilan, Kabupaten Serang, Banten.

Setelah sidak selesai dan pejabat KLHK meninggalkan lokasi, para jurnalis bersiap meninggalkan area.

Secara tiba-tiba, wartawan dipanggil dan diserang oleh sekelompok orang yang terdiri dari oknum keamanan pabrik, anggota ormas, diduga ada oknum Brimob.

Serangan berlangsung brutal: pemukulan, intimidasi, bahkan ancaman dengan golok dan senjata tajam. Muhammad Rifky Juliana, wartawan Tribun Banten, menjadi korban pemukulan paling parah. Hal ini, karena dia dipukul hingga jatuh ke selokan.

Atas perbuatan itu, dia mengalami sakit di pundak dan telinga berdengung.

Dilarikan ke RS Bhayangkara Banten dan menjalani visum. Beberapa wartawan lain mengalami luka ringan, sementara sebagian berhasil melarikan diri sejauh beberapa kilometer. 

Tindakan terhadap aparat kepolisian pelaku pemukulan wartawan di Banten telah memasuki tahap serius. Briptu TG, anggota Brimob Polda Banten, telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pemukulan terhadap wartawan saat peliputan penyegelan pabrik PT Genesis Regeneration Smelting.

Ia ditempatkan di penempatan khusus dan menunggu sidang etik oleh Bidang Profesi dan Pengamanan (Bidpropam) Polda Banten.

Rekannya, Briptu TF, masih berstatus saksi karena disebut berusaha melerai.

Bidpropam Polda Banten melakukan pemeriksaan intensif terhadap seluruh personel yang bertugas saat kejadian.

Polda Banten menegaskan akan menindak tegas jika terbukti ada pelanggaran prosedur atau kekerasan di luar kewenangan.

Kabid Humas Polda Banten, Kombes Pol Didik Hariyanto, menyatakan bahwa proses hukum terhadap aparat yang terlibat akan dilakukan secara profesional dan transparan, tanpa perlindungan terhadap pelaku.

Polda juga menyampaikan empati dan doa untuk korban serta berjanji mengusut kasus hingga tuntas.

“Briptu TG sudah ditetapkan tersangka, ditempatkan di penempatan khusus, dan menunggu sidang etik di Bidpropam,” kata Didik kepada wartawan, Senin (25/8/2025).

Insiden ini menjadi sorotan nasional karena menunjukkan betapa rentannya jurnalis saat menjalankan tugas di lapangan, terutama ketika meliput isu-isu sensitif seperti pelanggaran lingkungan.

Sementara itu, kasus kekerasan kedua yang dilakukan aparat kepolisian terhadap warga sipil terjadi di Jalan Syekh Nawawi Al Bantani, Kelurahan Cilaku, Kecamatan Curug, Kota Serang, pada Minggu (24/8/2025) dini hari sekitar pukul 00.30 WIB.

Seorang pelajar SMKN 2 Kota Serang bernama Violent Agara Castillo (16) diduga menjadi korban pemukulan oleh oknum anggota Polda Banten.

Korban disebut dipukul oleh anggota polisi yang sedang berpatroli hingga terjatuh dari sepeda motor yang dikendarainya.

Saat ini, Violent dalam kondisi kritis dan mendapat perawatan intensif di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Provinsi Banten.

Ayah korban, Benny Permadi, menuturkan peristiwa bermula saat anaknya memperbaiki motor di rumahnya, Kecamatan Walantaka, Kota Serang.

Kemudian, kata Benny, anaknya berpamitan untuk pergi ke bengkel dekat lampu merah Boru, tidak jauh dari lokasi kejadian.

Benny sempat melarang, namun sang anak berjanji hanya sebentar untuk mengambil beberapa suku cadang bersama lima temannya menggunakan sepeda motor.

Sesampainya di bengkel, Violent masih sempat mengabari Benny. Mereka pergi tanpa menggunakan helm.

“Perjalanan ke bengkel tidak ada masalah, sampai bengkel dia kabarin saya, terus bilang langsung pulang karena hanya ambil spare part,” kata Benny, Senin (25/8/2025).

Usai dari bengkel, lanjut Benny, Violent pulang bersama dua temannya menggunakan dua motor.

Menurut keterangan dua teman Violent, di perjalanan mereka sempat berpapasan dengan beberapa polisi yang sedang berpatroli.

Awalnya, polisi membiarkan mereka melintas. Namun saat hendak putar arah, seorang petugas diduga mengadang dan memukul Violent menggunakan helm hingga terjatuh dari motor serta mengalami luka parah di kepala.

“Dua teman anak saya yang melihat itu kemudian panik dan pulang ke rumah. Mereka bilang, ‘Pak, anaknya dipukulin polisi.’ Saya sempat tidak percaya, karena saya pikir tidak mungkin polisi sembarangan memukul,” ujar Benny.

Di lokasi kejadian, Violent sudah dalam keadaan tidak sadar. Ia kemudian dibawa ke IGD RSUD Banten dengan bantuan temannya dan sejumlah polisi.

Sekitar pukul 02.40 WIB, Benny tiba di rumah sakit dan mendapati banyak polisi yang mengantar anaknya.

Namun, beberapa polisi di lokasi mengatakan kepada Benny bahwa Violent mengalami kecelakaan lalu lintas. Mereka membantah adanya pemukulan dan mengaku hanya membantu membawa korban ke rumah sakit.

“Kawan-kawan Violent coba membantah. Mereka bilang (ke polisi) ‘Bapak kan ada di lokasi, lihat sendiri dia dipukul sampai jatuh dan pingsan.’ Logika saya, anak-anak seusia itu tidak mungkin berani berbohong menghadapi banyak polisi berseragam,” tutur Benny.

Menurut Benny, salah seorang polisi bahkan mengakui bahwa Violent tidak melaju dengan kecepatan tinggi saat mengendarai motor.

Ia meminta agar anggota yang diduga melakukan pemukulan dihadirkan, namun pihak kepolisian tetap membantah adanya tindak kekerasan.

“Kalau anak saya salah, ya ditegur. Kalau perlu dihukum push up pun saya dukung. Tapi ini anak saya cuma dua motor, jalan pelan, malah diperlakukan seperti itu. Itu yang saya sayangkan dari pihak kepolisian,” ucapnya.

Benny menegaskan, kondisi anaknya kini kritis, masih koma, dengan luka berat di kepala.

“Saya hanya minta tanggung jawab. Kawan-kawannya jelas lihat dia dipukul. Kok malah disebut kecelakaan? Saya awalnya cuma ingin tahu siapa pelakunya dan kenapa dilakukan seperti itu,” ujarnya.

Sementara itu, Kabid Humas Polda Banten, Kombes Pol Didik Hariyanto, mengatakan pada malam kejadian Direktorat Samapta (Ditsamapta) memang melakukan Patroli Maung Presisi di beberapa titik.

Tujuannya untuk mencegah tindak kriminal seperti pencurian dengan kekerasan (curas), pencurian dengan pemberatan (curat), dan pencurian kendaraan bermotor (curanmor).

Didik menjelaskan, polisi saat itu juga menerima laporan adanya aktivitas balap liar di Jalan Syekh Nawawi Al Bantani.

“Tim segera menuju lokasi. Namun sesampainya di sana, para pelaku balap liar membubarkan diri karena panik melihat kedatangan petugas. Salah satu di antaranya jatuh, dan itu informasi awal yang kami terima,” kata Didik dalam keterangan tertulis.

Pemuda yang jatuh tersebut diketahui adalah Violent. Ia kemudian dibawa personel Ditsamapta ke RSUD Banten.

Mengenai dugaan adanya kekerasan, Didik tidak menampik dan menyatakan saat ini kasus tersebut masih dalam penyelidikan.

“Kami memahami keprihatinan publik dan keluarga korban. Namun kami tegaskan, proses klarifikasi dan penyelidikan masih berjalan. Semua pihak berhak mendapat perlakuan adil sesuai hukum,” ujarnya.

Bidpropam Polda Banten juga sedang memeriksa personel yang bertugas pada malam itu untuk memastikan kebenaran dugaan pelanggaran.

“Jika terbukti ada pelanggaran atau kekerasan di luar prosedur, tentu akan kami tindak tegas sesuai hukum yang berlaku,” tutur Didik.

“Kami turut mendoakan kesembuhan Violent Agara dan menyampaikan empati mendalam kepada keluarga,” imbuhnya.

Pada Juni 2025, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Ombudsman RI mencatat institusi Polri menjadi institusi yang paling banyak diadukan dalam dugaan praktik penyiksaan.

Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto mengatakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia serta buruknya pelayanan kepolisian kepada masyarakat merupakan fakta yang dirasakan publik.

Menurut dia, catatan dari dua lembaga negara tersebut semestinya menjadi dasar evaluasi serius bagi institusi kepolisian. Namun, menurutnya, yang terjadi justru sebaliknya.

"Apa yang menjadi catatan Komnas HAM dan Ombudsman RI itu merupakan realitas yang ada di masyarakat. Pelanggaran yang dilakukan oleh personel kepolisian terkait dengan HAM Itu nyata adanya,”.

“Alih-alih melakukan evaluasi, kepolisian justru menunjukkan sikap toleran terhadap pelanggaran yang dilakukan anggotanya. Sanksi terhadap pelanggar kerap tidak segera dijatuhkan. Tak sedikit juga pelanggar yang kemudian justru mendapat promosi jabatan atau kenaikan pangkat,” ujarnya.

Dia menjelaskan aparat kepolisian harus mengevaluasi diri dan menjalankan perannya sebagai pelindung, pelayan, dan pengayom masyarakat.

Selain itu, dia menyoroti lemahnya peran Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) sebagai lembaga pengawas. Menurutnya, secara struktur maupun kewenangan, Kompolnas tidak mampu menjalankan fungsinya secara optimal.

Kata dia, Kompolnas sampai hari ini masih jauh dari harapan maupun konsep awal pembentukannya sebagai lembaga pengawas independen.

Sejauh ini, dia menilai, Kompolnas terlihat hanya menjadi alat legitimasi terhadap kebijakan kepolisian ataupun perilaku anggota kepolisian yang menyimpang dari tugas pokok dan fungsinya.

"Catatan-catatan itu tentunya harus segera dievaluasi oleh kepolisian. Harus segera dibenahi dan jangan melanggengkan budaya impunitas di dalam institusinya," tambahnya.

Artikel ini telah tayang di TribunBanten.com dengan judul Pelajar SMKN 2 Serang Diduga Dipukul Oknum Anggota Polda Banten hingga Koma, Keluarga Minta Keadilan, 

Sumber: Tribun Banten
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved