Tukimah Terkejut PBB Tahun 2025 Naik dari Rp 161 Ribu Jadi Rp 872 Ribu
Salah satu faktor penentuan nilai Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) itu kenaikan NJOP di wilayah imbasnya harga pajak pun naik.
Editor:
willy Widianto
TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Tukimah kaget bukan main saat melihat berkas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). PBB P-2 yang semula hanya sekitar Rp 161 ribu pada tahun 2024 kini naik menjadi kurang lebih Rp 872 ribu.
Baca juga: Pemprov DKI Bebaskan Pokok Pajak Bumi dan Bangunan Tahun 2024, Ini Persyaratannya
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) atas lahan seluas 1.242 meter persegi naik dari Rp 425.370.000 menjadi Rp 1.067.484.000 dalam satu tahun. Lahan yang dimaksud bukan hanya rumah yang ditinggali Tukimah. Tiga bangunan berdiri di sana, yakni rumah yang dia huni sekaligus warungnya, rumah adiknya di sebelah, dan satu lagi bangunan kecil di bagian belakang.
Semua lokasi tersebut berada di Baran Kauman, Baran, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Seluruhnya berdiri di atas tanah atas nama Koyimah, yang telah meninggal dunia. Status kepemilikan lahan secara administratif belum dipisahkan, sehingga satu objek pajak dihitung dalam satu NJOP besar.
“Ya harapannya tahun ini bisa diturunkan pajaknya, itu saja, tidak neko-neko saya. Kami ingin mengajukan keringanan, mudah-mudahan ada perhatian,” kata Tukimah.
Kepala Badan Keuangan Daerah (BKUD) Kabupaten Semarang, Rudibdo, menanggapi keluhan semacam ini dengan menjelaskan bahwa penetapan nilai PBB bukan dilakukan secara sembarangan.
Satu diantara faktor penentuan nilai Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) yakni kenaikan NJOP di sebuah wilayah yang berimbas pada naiknya harga pajak.
“Kami tidak memukul rata, namun melakukan penilaian selektif didasarkan pada kenaikan NJOP yang disesuaikan nilai pasar setempat, juga hasil verifikasi lapangan,” kata Rudibdo.
Dalam persoalan yang menimpa warga seperti Tukimah, pihaknya telah melakukan pemeriksaan terhadap lokasi yang dimaksud.
“Setelah kami cek, lokasi tersebut terletak dekat dengan Jalan Raya Ambarawa–Bandungan, yang merupakan jalan provinsi atau kelas dua. Selain itu, lokasi tersebut sudah belasan tahun belum dilakukan penilaian terbatas, maka saat dilakukan penilaian ulang, NJOP-nya menjadi naik,” ujar Rudibdo.
Jalan Ambarawa–Bandungan, lanjut dia, saat ini juga menjadi akses utama menuju kawasan atau klaster pariwisata. Kegiatan ekonomi dan mobilitas masyarakat di sepanjang jalan tersebut meningkat, sehingga nilai lahan pun turut terdongkrak.
Baca juga: Pajak Bumi dan Bangunan dari Swasta Diserahkan 100 Persen untuk Pembangunan Daerah
Menurut dia, biasanya nilai tanah mengalami peningkatan signifikan karena adanya pembangunan, permukiman baru, hingga nilai transaksi aktual yang terjadi di sekitar lokasi. Rudibdo menambahkan, parameternya bukanlah persentase, namun nilai transaksi dan kejadian di masing-masing wilayah.
Nilai itu juga disandingkan dengan Zona Nilai Tanah (ZNT) yang dikeluarkan Kantor Pertanahan/Badan Pertanahan Nasional (BPN). “Disamping harga pasaran dan ZNT dari BPN, verifikasi di lapangan juga diperkuat oleh tanda tangan berstempel perangkat desa atau kelurahan setempat,” ujar dia.
Meski demikian, Rudibdo menegaskan bahwa terdapat ruang keberatan bagi warga yang merasa tidak mampu atau ingin mengajukan keringanan atas ketetapan pajak yang diterima.
“Mekanismenya diatur dalam Perda 13 Tahun 2023 dan Perbup 87 dan 89 dan Bupati juga memberi ruang untuk insentif fiskal, seperti pengurangan atau penundaan pajak. Keringanan itu juga memperhatikan kondisi yang ada di lapangan, kemampuan warga membayar pajak, kondisi perekonomian lokal, regional, dan global,” ungkap Rudibdo.
Pijakan kebijakan itu tertuang dalam sejumlah regulasi, yakni UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, PP Nomor 35 Tahun 2023, Perda Kabupaten Semarang Nomor 13 Tahun 2023, serta Peraturan Bupati Nomor 87 dan 89 Tahun 2023.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.