Kasus Guru Tampar Muri di Demak, Ahmad Zuhdi Tolak Pengembalian Uang Damai Rp12,5 Juta: Saya Ikhlas
Ia sempat dituntut membayar "uang damai" sebesar Rp25 juta setelah menampar seorang murid yang melempar sandal ke arahnya
Editor:
Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, DEMAK — Apa jadinya jika seorang guru menegur murid, lalu diminta membayar kompensasi hingga belasan juta rupiah?
Kenyataan ini dialami Ahmad Zuhdi (63), guru Madrasah Diniyah (Madin) di Kabupaten Demak, Jawa Tengah.
Ia sempat dituntut membayar "uang damai" sebesar Rp25 juta setelah menampar seorang murid yang melempar sandal ke arahnya saat sedang mengajar.
Zuhdi menjelaskan bahwa tamparan itu adalah bentuk teguran dalam konteks pendidikan.
“Saya tidak bermaksud menyakiti. Selama 30 tahun saya mengajar, tak pernah ada anak yang saya lukai,” ujarnya.
Namun, tindakan tersebut langsung disambut reaksi keras dari wali murid berinisial SM, seorang mantan caleg DPRD yang gagal terpilih.
Ia menuntut uang damai hingga puluhan juta rupiah.
Baca juga: Diduga Tampar Murid, Guru Madrasah di Demak Disebut Didenda Rp25 Juta
Zuhdi yang bergaji hanya Rp450 ribu setiap empat bulan tak sanggup membayar.
Ia pun menjual sepeda motor dan berutang, dibantu rekan-rekan guru yang ikut urunan demi solidaritas.
Namun, kejadian tak terduga terjadi pada Sabtu, 19 Juli 2025.
SM datang ke rumah Zuhdi di Desa Cangkring B, Kecamatan Karanganyar, untuk mengembalikan uang damai Rp12,5 juta jumlah yang telah disepakati lewat mediasi dan menyampaikan permintaan maaf secara langsung melalui perwakilan keluarganya.
Zuhdi menyambut baik kedatangan tersebut, namun menolak uang itu dikembalikan.
“Saya ikhlas. Biarlah ini jadi pelajaran bersama,” katanya tenang.
Kepala Desa Cangkring B, Zamharir, menyebut bahwa Zuhdi telah memaafkan sejak awal, bahkan sebelum permintaan maaf disampaikan.
“Tidak ada dendam. Uang itu diikhlaskan lahir batin,” ujarnya.
Kronologi : Berawal Sandal Terbang hingga Uang yang Harus Dicari
Insiden bermula pada 30 April 2025, saat Zuhdi sedang mengajar siswa kelas 5 di Madin tempat ia mengabdi lebih dari 30 tahun.
Tiba-tiba, sebuah sandal dilempar oleh salah satu siswa dan mengenai peci yang dikenakannya. Saat diminta kejujuran, murid-murid saling diam. Setelah didesak, seorang siswa menunjuk temannya, D, sebagai pelaku.
Zuhdi mengaku emosinya tersulut. Ia menampar D sebagai bentuk teguran.
Bagi Zuhdi, itu adalah cara mendisiplinkan, bukan melukai.
Namun, bagi keluarga murid, tindakan itu dianggap sebagai kekerasan, hingga muncul tuntutan kompensasi senilai Rp25 juta.

Setelah mediasi, nominalnya disepakati turun menjadi Rp12,5 juta.
Namun jumlah itu tetap berat.
Zuhdi tak punya simpanan. Untuk membayar, ia menjual sepeda motornya dan berutang, dibantu rekan-rekan guru yang merasa prihatin.
Tidak ada bantuan dari lembaga, tidak ada pendampingan hukum.
Simpati Publik dan Daya Dorong Media Sosial
Kasus ini langsung viral dan memicu gelombang empati di media sosial.
Banyak netizen menyayangkan langkah wali murid yang dianggap berlebihan.
Tak sedikit pula yang menawarkan donasi untuk membantu Zuhdi.
Dukungan juga datang dari tokoh nasional.
Gus Miftah menyebut peristiwa ini sebagai “tamparan balik” bagi sistem pendidikan yang selama ini abai terhadap guru nonformal.
Wakil Gubernur Jateng, Taj Yasin Maimoen, menyampaikan keprihatinannya atas lemahnya perlindungan sosial terhadap guru Madin.
“Jika seorang guru yang digaji Rp450 ribu per empat bulan harus membayar belasan juta karena menegur murid, maka ada yang keliru dalam sistem ini,” kata seorang aktivis pendidikan di Demak.
Deretan Kasus Guru Tampar Siswa
Lamongan Jawa Timur
Kasus mencuat dari SMPN 1 Kembangbahu, Lamongan, Jawa Timur, pada September 2024.
Sebuah video yang merekam seorang guru menampar siswanya menjadi viral di media sosial.
Reaksi publik pun bermunculan, mendorong Dinas Pendidikan turun tangan.
Melalui mediasi antara guru, pihak sekolah, dan Dinas Pendidikan Lamongan, perdamaian berhasil tercapai.
Namun, meski siswa dan orang tua sepakat menyelesaikan perkara secara kekeluargaan, sang guru tetap dikenai sanksi disipliner.
Ia ditarik dari tugas mengajar untuk sementara waktu sebagai bentuk tanggung jawab profesional dan evaluasi institusi.
Malang Jawa Timur
Dua bulan kemudian, insiden serupa terjadi di sebuah SMP swasta di Malang, Jawa Timur, pada Desember 2024.
Seorang guru honorer dilaporkan menampar siswanya setelah merasa tersulut oleh ucapan kasar dari murid tersebut.
Kasus ini sempat masuk ke ranah hukum setelah orang tua melapor ke kepolisian.
Namun setelah serangkaian mediasi yang melibatkan Polres Malang, sekolah, dan pelapor, akhirnya disepakati penyelesaian damai.
Pihak keluarga siswa memutuskan mencabut laporan, dengan catatan sang guru mengakui kesalahan dan berkomitmen memperbaiki pendekatan dalam mengajar.
Kotamobagu Sulut
Awal tahun 2025, dunia pendidikan kembali dihadapkan pada kasus guru menampar murid, kali ini terjadi di SMAN 1 Kotamobagu, Sulawesi Utara.
Kejadian bermula dari ketegangan dalam kelas saat seorang siswa datang terlambat. Guru yang merasa kesal menampar siswa tersebut di depan rekan-rekannya.
Beruntung, penyelesaian bisa dilakukan secara kekeluargaan melalui mediasi internal sekolah.
Pihak keluarga tidak menempuh jalur hukum dan memilih memaafkan, dengan harapan kejadian serupa tak terulang. Guru bersangkutan diberi teguran dan pembinaan oleh pihak sekolah serta dinas terkait.
Tasikmalaya Jawa Barat
Seorang oknum guru olahraga di SDN Cipakat, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, dilaporkan ke polisi karena menampar seorang murid kelas 1.
Oknum guru tersebut menampar pipi kiri dan kanan murid tersebut pada 29 Oktober 2024.
Orangtua korban awalnya mengaku tidak ingin melanjutkan kasus tersebut ke ranah hukum. Namun, langkah tersebut diambil karena tidak ada itikad baik dari sekolah.
Lina, ibu korban menjelaskan kronologi pelaporannya kepada kepolisian dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Tasikmalaya.
Korban awalnya bertengkar dengan temannya. Kemudian, seorang oknum guru penjaskes mendatangi anaknya dan langsung menamparnya.
"Jadi, setelah kejadian itu, anak saya tidak langsung menangis, ia pergi ke kantin dan menangis sendirian, lalu ditemani oleh temannya," kata Lina, ibu korban, saat dikonfirmasi wartawan pada Jumat (8/11/2024).
Meskipun sempat ditampar, anaknya tetap mengikuti kegiatan olahraga bersama teman-temannya.
"Anak saya mengadu kepada saya sambil menangis saat pulang sekolah, katanya dia ‘dikepret’. Dari situ, kami mendatangi sekolah, dan memang oknum guru itu mengakui perbuatannya dengan alasan khilaf karena sedang sakit," jelas Lina.
Keesokan harinya, Lina bersama suaminya melaporkan kejadian tersebut ke Polres Tasikmalaya. (Tribunjabar.id/Rheina) (Kompas.com/Nur Zaidi)
Oknum Guru SMP di Demak Tendang Kepala Siswa, Begini Kata Dinas Pendidikan dan Kebudayaan |
![]() |
---|
Mengenal Si Gundul, Sapi yang Sempat Hampir Mati, Kini Jadi Hewan Kurban Prabowo di Demak |
![]() |
---|
Semangat Murid SDN 1 Bedono Pakai Kelas Baru usai 2 Bulan Sekolah di Kolong Gedung imbas Proyek Tol |
![]() |
---|
TMMD Bawa Arah Positif untuk Warga Bandungrejo Kabupaten Demak |
![]() |
---|
Usai Berkenalan di Medsos ABG Asal Demak Ini Ajak Gadis 13 Tahun Bersetubuh di Hotel Wonogiri |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.