Senin, 6 Oktober 2025

BMKG: 39 Persen Wilayah Indonesia Masuk Musim Kemarau pada Juli 2025, Ini Daftarnya

BMKG: 39 persen wilayah Indonesia masuki musim kemarau awal Juli 2025, dipicu Monsun Australia

Editor: Glery Lazuardi
Freepik
ILUSTRASI MUSIM KEMARAU - Foto ini diambil dari Freepik pada Senin (23/6/2025) yang menampilkan ilustrasi musim kemarau. BMKG mengatakan musim kemarau yang seharusnya sudah mulai terasa di sebagian besar wilayah Indonesia ternyata mengalami keterlambatan signifikan 

Sulawesi Selatan.

Pulau Papua:

Papua Barat

Papua.

Terkait cakupan wilayah yang sudah memasuki musim kemarau ini, BMKG mengimbau masyarakat untuk tetap menggunakan tabir surya dan mencukupi asupan cairan tubuh.

Hal ini penting karena cuaca terik dapat terjadi sewaktu-waktu selama musim kemarau berlangsung, sehingga menjaga hidrasi dan melindungi kulit menjadi krusial.

Pakar manajemen air dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Agus Maryono, mengingatkan pentingnya mewaspadai potensi kekeringan.

Menurutnya, bencana kekeringan di musim kemarau dan banjir di musim hujan terjadi karena masyarakat belum memiliki pemahaman yang utuh dan sistematis tentang kedua musim tersebut.

"Musim kemarau dan musim penghujan adalah satu kesatuan yang tidak boleh dipisahkan. Saat musim hujan kita perlu mengelola air hujan untuk musim kemarau, saat kemarau kita mempersiapkan diri untuk menghadapi musim penghujan. Itu suatu siklus yang tidak terputus," jelas Agus, seperti dikutip dari laman UGM.

Baca juga: Kepala BMKG: Mundurnya Musim Kemarau di Indonesia Picu Cuaca Ekstrem Berkepanjangan

Pemanenan Air Hujan sebagai Solusi Utama

Agus menyoroti metode pemanenan air hujan sebagai cara efektif untuk mengantisipasi kekeringan.

Metode ini tergolong sederhana dan bisa diterapkan di berbagai skala, mulai dari rumah tangga, lahan pertanian, perkampungan, hingga industri.

Implementasinya bisa dimulai dengan membuat penampungan air di rumah dan mengalirkannya ke sumur resapan.

Untuk area pertanian, petani dapat membangun kolam konservasi sebagai wadah penampungan air hujan.

"Di Australia sekitar 40 persen rumah di perkotaan sudah memiliki tampungan air hujan, di pedesaan jumlahnya sekitar 60 persen. Di Indonesia masih nol koma sekian persen, padahal potensinya besar sekali," ungkap Agus.

Ia juga menegaskan bahwa kualitas air hujan aman untuk dikonsumsi dan berpotensi menjadi sumber daya air masa depan bagi kebutuhan manusia.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved