Senin, 6 Oktober 2025

Hari Pertama Sekolah

5 Kisah Pilu Hari Pertama Sekolah 2025: Gerbang Ditutup Warga, Siswa Duduk Lesehan, dan Sepatu Jebol

Lima kisah pilu hari pertama sekolah 2025: gerbang ditutup warga, murid lesehan, hingga siswa pakai sepatu jebol saat upacara.

Editor: Glery Lazuardi
TribunTangerang/Ikhwana Mutuah Mico
Siswa SMAN 6 Tangsel masuk satu per satu lewat celah kecil gerbang akibat aksi tutup akses oleh warga RW 10, Senin (14/7/2025). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Hari pertama masuk sekolah tahun ajaran baru 2025–2026 yang jatuh pada Senin, 14 Juli 2025, seharusnya menjadi momen penuh semangat, senyum ceria, dan harapan baru bagi jutaan siswa di seluruh Indonesia.

Namun kenyataan di lapangan menyuguhkan sisi lain dari dunia pendidikan yang masih jauh dari kata ideal.

Di tengah gaung kampanye Indonesia Emas 2045 dan janji pemerataan pendidikan, sejumlah sekolah justru menjadi saksi bisu kisah-kisah memilukan yang menimpa siswa, guru, hingga orangtua. 

Mulai dari gerbang sekolah yang ditutup warga karena kecewa terhadap sistem zonasi, murid yang terpaksa duduk lesehan karena ketiadaan kursi, hingga siswa yang tetap percaya diri meski sepatu yang dikenakan sudah rusak dan usang.

Baca juga: Sekolah Rakyat Mulai Beroperasi Hari Ini, Berikut Daftar Sekolahnya

Berikut 5 kisah pilu di hari pertama sekolah 2025 yang menggambarkan masih banyak pekerjaan rumah besar dalam sistem pendidikan di Indonesia.

1. Gerbang Sekolah Ditutup Warga, Siswa Masuk Lewat Celah 30 Sentimeter

Pemandangan tidak biasa terjadi di SMA Negeri 6 Kota Tangerang Selatan, pada hari pertama masuk sekolah. 

Alih-alih disambut gerbang terbuka, para siswa justru harus berdesakan dan antre masuk melalui celah sempit selebar 30 sentimeter.

Hal ini buntut dari aksi protes warga RW 10 Pamulang Barat yang menutup akses masuk sekolah sebagai bentuk kekecewaan atas sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ini.

Mereka merasa diabaikan, meski rumah mereka hanya berjarak belasan meter dari sekolah.

“Dari sembilan anak yang mendaftar di dua sekolah negeri di sini, tak satu pun diterima. Padahal rumah kami hanya beberapa langkah dari sekolah,” ujar Suhendar, Ketua RW 10.

Warga mengaku sudah tiga kali berdialog dengan pihak sekolah, namun tak ada solusi.

Spanduk-spanduk protes dipasang, menyuarakan rasa kecewa dan permintaan keadilan atas hak pendidikan anak-anak di lingkungan tersebut.

Kepala SMAN 6 Tangsel, Yanto, mengatakan pihaknya memahami tuntutan warga dan akan menyampaikan keluhan itu kepada Dinas Pendidikan Provinsi Banten.

Ia menegaskan, pihak sekolah hanya menjalankan kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved