Minggu, 5 Oktober 2025

Dedi Mulyadi Pimpin Jabar

APBD Jawa Barat Bikin Dedi Mulyadi Dikritik Mendagri, Tangan Kanan KDM Beri Pembelaan

Tangan kanan Kang Dedi Mulyadi (KDM) buka suara soal realisasi APBD Jabar per semester I 2025 disebut merosot hingga membuat sang Gubernur dikritik.

Penulis: Nina Yuniar
Editor: Febri Prasetyo
Tribunnews.com/Mario Christian Sumampaow
KANG DEDI MULUADI - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dalam jumpa pers di kawasan perkebunan Agroforestry Gunung Hejo di Purwakarta, Jawa Barat, Sabtu (5/7/2025). Terbaru, KDM dikritik karena persentase realisasi APBD Jabar per semester I 2025. 

TRIBUNNEWS.COM - Realisasi anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) semester I 2025 Jawa Barat menjadi sorotan.

Terlebih, realisasi itu membuat Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mendapat kritik dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian.

Sekretaris Daerah (Sekda) Jawa Barat Herman Suryatman pun menegaskan bahwa informasi APBD Jabar anjlok dan merosot adalah hoaks atau kabar tidak benar.

Berdasarkan data yang dimiliki tangan kanan Gubernur Jabar itu, pendapatan dan belanja Provinsi Jabar hingga Juli 2025 masih di atas rata-rata Nasional.

Rata-rata belanja daerah secara nasional, ungkap Herman, berada di angka 31,81 persen dan Jabar 38,79.

Adapun pendapatan rata-rata Nasional 43,62 persen, sementara itu, Jabar 44,72 persen. 

"Di atas rata-rata nasional. Hanya kita persentasenya peringkat ketiga," kata Herman, Kamis (10/7/2025), dilansir TribunJabar.id.

"Jadi yang hoaks itu punteun ya, yang mengatakan belanja Jabar merosot, pendapatan anjlok. Padahal targetnya Rp31 triliun, realisasi bulan ini kebetulan dari sisi presentase daerah lain ada yang lebih bagus," sambungnya.

Diketahui bahwa Provinsi Jabar selalu berada di peringkat pertama.

Namun, kali ini turun ke posisi ketiga nasional, kalah dari Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Nusa Tenggara Barat (NTB).

Dijelaskan Herman bahwa membandingkan belanja dan pendapatan daerah Provinsi Jabar dengan Provinsi Yogyakarta dan Provinsi NTB tidaklah sebanding karena fiskalnya berbeda.

Baca juga: Dedi Mulyadi Dikritik Tito Karnavian dan Ono Surono gegara APBD Jabar, Gubernur Beri Penjelasan

"Jabar Rp31 triliun (APBD-nya) cek Yogyakarta dan NTB berapa, itu kan jauh di bawah Jabar. Jadi kita uangnya besar, ada posisi di atas (tiga Nasional) kan hebat," terangnya.

Herman mengaku bahwa setiap bulan, pihaknya rutin melakukan evaluasi dengan para kepala organisasi perangkat daerah (OPD) agar belanja dan pendapatannya dioptimalkan.

Sebab, lanjut Herman, kalau anggaran diserap maka uang bergulir.

"Bulan depan, kita pacu pengadaan barang dan jasanya sudah mulai selesai dan dilaksanakan, pasti bisa kita kecot lagi nih, Yogyakarta dan NTB, tenang saja. Ini mah dinamis, tidak bisa setiap bulannya harus optimal, karena masih ada yang berproses pengadaan barang dan jasanya," ungkap Herman.

Sebelumnya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar menjadi sorotan Mendagri Tito Karnavian karena peringkat capaian realisasi pendapatan dan belanja daerah APBD 2025 merosot ke posisi ketiga nasional.

Tito menyebutkan bahwa selama ini Provinsi Jabar selalu berada di peringkat pertama.

“Dulu Jawa Barat nomor satu, sekarang Kang Dedi Mulyadi (KDM) kalah sama Ngarso Dalem Sri Sultan (Sri Sultan Hamengkubuwono X). Dan Pak Lalu Iqbal dari NTB sekarang di atas Jawa Barat," ujar Tito, saat Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah.

Tito Karnavian lantas meminta Dedi Mulyadi dan jajarannya untuk segera melakukan evaluasi dan percepatan realisasi anggaran.

“Gubernur Dedi Mulyadi harus bergerak cepat. Jawa Barat selama ini selalu menduduki puncak klasemen nasional dalam hal serapan APBD. Sekarang, posisinya merosot dan ini patut jadi perhatian serius,” ucap Tito.

Baca juga: Usai Teras Cihampelas, Kini Dedi Mulyadi Minta Walkot Urus Bandung Zoo, Farhan: Mau Apa Lagi?

Klarifikasi Dedi Mulyadi

Dedi Mulyadi mengaku bahwa APBD 2025 banyak dialokasikan untuk membayar utang dan sejumlah kewajiban.

Disebutkan bahwa APBD 2025 yang ditetapkan mencapai Rp37 triliun.

Dari jumlah tersebut, Rp6 triliun dianggarkan untuk dibagi ke kabupaten/kota sebagai dana bagi hasil kendaraan bermotor.

Sisanya yang berjumlah Rp31 triliun tidak sepenuhnya bisa digunakan untuk program-program publik.

Hal itu lantaran pemerintah harus membayar sejumlah utang dan kewajiban seperti utang Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Rp600 miliar, tunggakan BPJS Rp334 miliar, biaya operasional Bandara Kertajati Rp60 miliar, operasional Masjid Al-Jabbar sekitar Rp40 miliar, dan tunggakan ijazah siswa Rp1,2 triliun, yang dibayarkan melalui dana Bantuan Pendidikan Menengah Universal (BPMU).

"Banyak yang tanya, berapa anggaran Jabar tahun ini? Rp31 triliun. Tapi jangan dikira semuanya bisa dipakai. Kami harus bayar dulu utang PEN, BPJS, operasional Kertajati, sampai Masjid Al Jabbar," papar Dedi Mulyadi, Rabu (9/7/2025), dilansir TribunJabar.id.

Menurut KDM, meski kebutuhannya banyak, Pemprov Jabar tetap berupaya mengelola anggaran dengan ketat agar dampak dari pembangunan bisa dirasakan oleh masyarakat.

"Uangnya terbatas, tapi kebutuhan rakyat tetap harus dilayani. Jalan harus bagus, bencana harus ditangani, anak sekolah harus bisa lanjut, santri tetap dapat beasiswa. Itu komitmen saya," tutur KDM.

KDM juga mengakui bahwa situasi ini tidak mudah. Namun, ia menjamin tak akan lari dari tanggung jawab.

Dedi Mulyadi menegaskan bahwa pihaknya akan melakukan pengetatan belanja dilakukan, tetapi tidak dengan mengorbankan hak rakyat.

"Mohon doa dari masyarakat. Kami akan terus bekerja meski dengan napas fiskal yang pendek," sebutnya.

Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Klaim Belanja dan Pendapatan di Atas Rata-rata Nasional, Sekda Jabar: Yang Bilang Merosot itu Hoax

(Tribunnews.com/Nina Yuniar) (TribunJabar.id/Nazmi Abdurrahman)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved