Jumat, 3 Oktober 2025

Sebanyak 68,82 Persen Sampah di Bali Limbah Organik, Plastik dan Sachet Jadi Sorotan

68,82 persen sampah di Bali merupakan limbah organik, sedangkan sisanya 31,18 persen adalah sampah anorganik. 13,64 persen merupakan sampah plastik.

|
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Erik S
Istimewa
SAMPAH PLASTIK - Data menunjukkan botol PET hanya menyumbang sebagian kecil sampah plastik di Bali, jauh lebih kecil dibandingkan kantong plastik dan sachet yang mendominasi. (HO) 

TRIBUNNEWS.COM, BALI –  Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2024, sebanyak 68,82 persen sampah di Bali merupakan limbah organik, sedangkan sisanya 31,18 persen adalah sampah anorganik.

Dikutip dari data SIPSN, sepanjang 2024, timbulan sampah di Bali mencapai 1,2 juta ton, dengan Kota Denpasar menyumbang sekitar 360.000 ton.  

Sebagian besar sampah di Bali adalah sampah organik, terutama sisa makanan dan ranting kayu, yang mencapai 68,32 persen dari total timbulan sampah

Dari total sampah tersebut, 13,64 persen merupakan sampah plastik.

Baca juga: Anggota Komisi VII DPR Kritik Larangan Produksi Air Kemasan di Bawah 1 Liter oleh Pemprov Bali

Mantan anggota DPRD Bali, Anak Agung Susruta Ngurah Putra, menilai menilai permasalahnya bukan pada plastiknya, tapi manusianya. 

"Kurangnya disiplin dalam membuang sampah yang jadi akar persoalan,” ujarnya di Jakarta belum lama ini.

Diberitakan, Gubernur Bali, I Wayan Koster, mengeluarkan kebijakan pelarangan produksi dan distribusi air minum dalam kemasan plastik sekali pakai berukuran di bawah 1 liter.

AA Susruta menegaskan bahwa tugas pemerintah seharusnya adalah mendisiplinkan masyarakat.

“Sudah saatnya kita bergerak ke solusi yang lebih sistemik: mengelola; memberdayakan, bukan menghapus,” tegasnya.

Hal senada disampaikan oleh Muhamad Kholid Basyaiban, Koordinator Program Sensus Sampah Plastik BRUIN.

Baca juga: Anggota Komisi VII DPR Sebut Larangan Air Kemasan di Bawah 1 Liter Baik untuk Masa Depan Bali

Ia menyoroti dominasi limbah sachet dalam hasil brand audit yang dilakukan di Bali pada April 2024.

“Ketika kami melakukan brand audit, sachet sangat dominan. Ini limbah residu yang sangat sulit didaur ulang,” kata Kholid.

“Produk sachet yang tidak punya nilai ekonomi dan sulit didaur ulang tidak dilarang sama sekali untuk dijual atau didistribusikan di Bali,” tambahnya.

Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI) juga menyampaikan botol air kemasan kecil justru merupakan material bernilai tinggi yang paling dicari oleh industri daur ulang.

Sekretaris Jenderal ADUPI, Eddie Supriyanto, mengatakan, masyarakat akan kesulitan mengumpulkan dan memilah bahan daur ulang.

"Produksi akan menurun karena bahan baku semakin sulit didapat. Pemulung juga akan kesulitan mencari penghasilan,” ujarnya.

Data dari Sustainable Waste Indonesia (SWI) dan Indonesian Plastic Recyclers (IPR) menunjukkan bahwa sektor daur ulang plastik menyumbang hingga 19 persen terhadap produksi resin plastik nasional, dengan nilai ekonomi mencapai sekitar Rp19 triliun per tahun dari seluruh rantai proses, mulai dari pengumpulan hingga pengolahan ulang.

Pengusaha Diminta Tidak Menggunakan AMDK di bawah 1 Liter 

Diberitakan, Gubernur Bali, I Wayan Koster, mengeluarkan kebijakan pelarangan produksi dan distribusi air minum dalam kemasan plastik sekali pakai berukuran di bawah 1 liter.

Keputusan itu ditegaskan Gubernur Bali, I Wayan Koster setelah bertemu dengan para pelaku usaha dan produsen AMDK di Pulau Bali

Pihak yang dihadirkan tidak hanya dari usaha perhotelan, tetapi juga restoran, pasar modern, hingga pengelola wisata. 

Pertemuan penting tersebut berlangsung di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Denpasar. 

Koster meminta setelah pertemuan itu maka para pengusaha tidak lagi menggunakan AMDK di bawah 1 liter. 

"Sudah harus mengolah sampah dari sumbernya langsung, memanfaatkan sampah organik, serta tidak menggunakan minuman kemasan plastik di bawah satu liter. Sudah harus dijalankan mulai hari ini," katanya.

Koster ingin mempercepat penanganan sampah di Bali dalam dua tahun ke depan.

 "Pariwisata Bali berlandaskan alam dan wisata budaya, itulah yang menjadikan Bali menarik di mata wisatawan dunia. Semua pelaku pariwisata harus mendukung," kata dia.

“Saya minta produksinya dihentikan. Hanya bisa habiskan produk yang sudah diproduksi sampai Desember 2025. Semuanya, jadi Januari 2026 tidak boleh ada lagi,” ujarnya.  

Dia menegaskan, tindakan ini untuk menekan penggunaan sampah plastik sekali pakai.

Pengolahan sampah dan pembatasan sampah plastik ini disebutnya sudah masuk prioritas Kementerian Lingkungan Hidup.

Para produsen AMDK telah menyatakan kesiapan mereka untuk menghentikan produksi dan distribusi AMDK plastik di bawah 1 liter pada bulan Desember 2025.  

Produsen didorong untuk melakukan inovasi dalam pengemasan agar tetap bisa berproduksi tanpa merusak lingkungan.

Galon dan kemasan kaca tetap diperbolehkan.  

Bagi pelaku usaha yang tidak mengikuti aturan, akan ada sanksi administratif seperti pencabutan izin usaha dan pengumuman di media sosial.  

Satpol PP bersama perangkat daerah dan komunitas lingkungan akan melakukan pengawasan untuk memastikan implementasi kebijakan ini.  
Kebijakan ini diharapkan dapat mengurangi timbulan sampah plastik di Bali, yang selama ini menjadi masalah serius.  

Gubernur Koster juga menekankan bahwa kebijakan ini bukan berarti anti-teknologi, tetapi lebih pada bagaimana setiap pihak bertanggung jawab terhadap sampah yang dihasilkan dari kegiatan mereka.

Dia berharap kebijakan itu akan membantu Bali menjadi model bagi daerah lainnya di Indonesia terkait pengadopsian kebijakan yang ramah lingkungan.

Selain itu, pihaknya mengeluarkan surat edaran pada April yang menyoroti isu terkait.

Dalam surat itu, penggunaan plastik sekali pakai seperti kantong dan sedotan dilarang di berbagai tempat.

Pihak pengelola tempat dan fasilitas tersebut wajib memiliki sistem pengelolaan limbah dan polusi yang memadai, misalnya, pemilahan sampah, pengomposan bahan organik, dan tempat daur ulang sampah anorganik.

Menurut Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional, yang dioperasikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia, tumpukan sampah di Bali tahun lalu mencapai 1,2 juta ton, dengan Denpasar sebagai kontributor terbesar, menghasilkan limbah sekitar 360.000 ton.

Menteri Lingkungan Hidup (LH)/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Hanif Faisiol Nurofiq mengatakan pihaknya mengapresiasi Pemprov Bali yang mengeluarkan aturan mengenai pembatasan botol air kemasan di bawah satu liter dengan hanya satu produsen yang belum menyatakan kesanggupan mematuhi ketentuan tersebut.

Dia mengingatkan adanya urgensi untuk menekan sampah plastik, merujuk kepada laporan United Nations Environment Programme (UNEP) pada 2021 bahwa terdapat produksi 400 juta ton plastik setiap tahun di mana hanya 10 persen di antaranya yang berhasil didaur ulang. Hal itu juga terjadi di Indonesia.  

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved