Penerimaan Siswa Baru
Jawaban Dedi Mulyadi soal Penambahan Kuota Siswa: Daripada Siswa Tidak Sekolah
Dedi Mulyadi jawab soal polemik penambahan rombongan belajar yang dinilai mencekik sekolah swasta di Jawa Barat.
TRIBUNNEWS.COM - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi jelaskan kenapa program penambahan jumlah rombongan belajar (rombel) dari 36 ke 50 siswa di SMA dan SMK negeri harus dilakukan.
Dedi Mulyadi menuturkan, program tersebut dibuat supaya para siswa di Jawa Barat bisa sekolah.
"Negara tidak boleh menelantarkan warganya, sehingga tidak bersekolah, jangan sampai warga mendaftar capek-capek ingin sekolah, tapi negara tidak memfasilitasi, maka saya sebagai Gubernur Jabar bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak di Jabar, saya tidak menginginkan anak-anak Jabar putus sekolah,” ujar Dedi, Kamis (3/7/2025).
Ia menuturkan, kebijakan menambah kuota siswa ini dilakukan sebagai salah satu upaya supaya tak ada lagi warga jabar yang putus sekolah.
Dalam kebijakannya, maksimal ada 50 siswa dalam satu rombel.
Jadi, bisa saja satu kelas berisi 30 hingga 50 siswa tergantung kemampuan sekolah dan ekonomi warganya di suatu daerah di Jabar.
Dedi berujar, misal di suatu daerah terdapat siswa yang tak bisa masuk ke SMA atau SMK negeri terdekat karena ketidakmampuan ekonomi dan tak sanggup ke sekolah swasta, atau terkendala biaya perjalanan menuju sekolah, maka kebijakan tersebut bisa meminimalisir warga supaya bisa bersekolah di dekat rumah.
"Tidak mampu itu bukan hanya tidak mampu membayar setiap bulan,"
"Bisa saja dia membayar setiap bulan Rp200 atau Rp300 ribu, tetapi misalnya dia berat di ongkos menuju sekolahnya, maka Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengambil kebijakan, daripada tidak sekolah, dia lebih baik sekolah walaupun di kelasnya 50 siswa," kata Dedi, dikutip dari TribunJabar.id.
Ia menuturkan, rencana ini masih awal, pihaknya masih menyiapkan langkah berikutnya untuk membangun ruang kelas baru dan bisa menurunkan jumlah rombel siswanya.
Dedi Mulyadi menyebut, kebijakan ini merupakan hal darurat karena banyak warga Jabar yang tidak bersekolah.
Baca juga: Penambahan Jumlah Siswa Sekolah Negeri di Jabar Berpotensi Bunuh Swasta, Disdik Singgung Kualitas
"Kenapa cara ini dilakukan, karena darurat,"
"Kenapa darurat, karena daripada rakyat tidak sekolah lebih baik sekolah, daripada mereka nongkrong di pinggir jalan kemudian berbuat sesuatu yang tidak sesuai usianya, lebih baik dia sekolah walaupun sederhana, itu prinsip saya," ucapnya.
Dedi menjabarkan, Provinsi Jabar merupakan provinsi dengan angka putus sekolah yang cukup tinggi.
Dengan kebijakan penambahan rombel ini, ia berharap bisa menekan angka tersebut.
Untuk mendukung rencana ini, Dedi pun meminta SMA dan SMK negeri untuk mau menampung siswa yang mendaftar demi mencegah putus sekolah.
“Sekolah negeri yang dimaksud adalah SMA dan SMK Negeri yang merupakan kewenangan Pemprov Jabar, semoga kebijakan ini bisa mencegah masyarakat Jabar untuk tidak putus sekolah,” katanya.
Keluhan SMA Swasta
Kebijakan ini dinilai merugikan sekolah swasta di Jawa Barat.
Jenal Mustofa selaku Kepala SMA Bhakti Putra Indonesia yang berada di Kampung Cicariu, Desa Cikarang, Kecamatan Cisewu, Kabupaten Garut langsung merespons saat mendengar adanya rencana dari Pemprov Jabar tersebut.
"'Kami semua menjerit," ujarnya, dikutip dari TribunJabar.id.
Ia menuturkan, aturan tersebut memberatkan bagi sekolah swasta.
"Buat kami aturan ini memberatkan. Forum Kepala Sekolah Swasta (FKSS) di Garut pun dapat keluhan yang sama semuanya menjerit," ujar Jenal, Rabu (2/7/2025).
Jenal mengatakan bahwa aturan tersebut memperkecil masuknya siswa baru ke sekolah swasta karena kuota untuk sekolah negeri ditambah.
Bahkan, di tahun 2025 ini, sekolahnya baru menerima 13 calon siswa baru.
Jika aturan ini resmi dijalankan, maka kondisi tersebut akan makin parah.
Baca juga: Nasib SMA di Kota Bandung, Baru Dapat Belasan Siswa di SPMB 2025 Imbas Kebijakan Pemprov Jabar
"Jelas ini membunuh kami, membunuh secara perlahan. Soal ini kami juga tengah aktif membahasnya di FKSS," kata Jenal.
Ia juga menyinggung Program Penanggulangan Anak Putus Sekolah (PAPS) di wilayah pelosok yang tak begitu berpengaruh lantaran tidak semua anak memiliki keinginan untuk melanjutkan pendidikan.
Padahal, niat awal sekolah yang dipimpin Jenal didirikan di selatan Garut ini didasari untuk membantu anak yang ingin melanjutkan pendidikan.
"Biasanya kan kalo tidak masuk ke negeri, pilihan mereka ya ke swasta, itu dipilih karena mereka ingin sekali bersekolah," ucapnya.
Ia pun berharap kepada para pemangku kebijakan untuk tidak pilih kasih antara sekolah negeri dan swasta.
"Tolong para pemangku kebijakan jangan pilih kasih antara negeri dan swasta, karena dalam administrasi pelaporan keduanya sama tidak ada perbedaan," ungkapnya.
Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Alasan Gubernur Dedi Mulyadi Tambah Rombel SMA/SMK di Jabar Jadi 50 Siswa: Ini Darurat
(Tribunnews.com, Muhammad Renald Shiftanto)(TribunJabar.id, Nazmi Abdurrahman/Sidqi Al Ghifari)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.