Penerimaan Siswa Baru
Dianggap Curangi SPMB Jalur Domisili, SMA Negeri 3 Tangsel Digeruduk Warga, Bukan Kali Pertama
SMA Negeri 3 Tangerang Selatan digeruduk warga yang protes dan menganggap pihak sekolah menyalahi prosedur SPMB jalur domisili, pada Rabu (2/7/2025).
Penulis:
Nina Yuniar
Editor:
Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Ratusan warga Benda Baru, Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Banten, menggelar aksi unjuk rasa di SMA Negeri 3 Tangsel pada Rabu (2/7/2025).
Aksi dilakukan sebagai bentuk protes warga terhadap SMAN 3 Tangsel yang diduga memanipulasi sistem domisili dalam Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB).
Massa merasa SPMB jalur domisili justru tidak berpihak kepada warga sekitar.
Oleh karena itu, warga menilai pihak SMAN 3 Tangsel telah melakukan kecurangan terkait domisili calon siswa.
Menurut salah satu perwakilan warga, Mujianto, aksi ini juga dilakukan dalam rangka memperjuangkan hak warga sekitar, untuk bisa bersekolah di dekat daerah tempat tinggalnya.
"Kami dari 'perkumpulan wong pitoe' yautu warga sekitar SMAN 3 Tangsel, menyuarakan agar anak-anak kami yang mau bersekolah di sini bisa diterima," ujar Mujianto, Rabu, dilansir TribunBanten.com.
Terlebih, lanjut Mujianto, sebelum sekolah tersebut dibangun, terdapat perjanjian antara pihak sekolah dengan warga untuk bisa menyekolahkan anak-anaknya di SMAN 3 Tangsel.
Tetapi kenyataannya, pada gelaran SPMB 2025 ini, banyak anak-anak warga sekitar yang tidak diterima, dengan alasan nilainya tidak mencukupi.
Baca juga: Nasib SMA di Kota Bandung, Baru Dapat Belasan Siswa di SPMB 2025 Imbas Kebijakan Pemprov Jabar
Pria yang juga merupakan Ketua RW 15, Kelurahan Benda Baru itu menyebutkan, dari 64 anak yang mendaftar lewat SPMB jalur domisili, hanya 16 yang diterima.
Padahal, menurut Mujianto, rata-rata nilai rapor calon siswa tersebut terbilang tinggi, dan hanya selisih koma saja dengan yang diterima.
"Karena di sini (SMAN 3 Tangsel) adanya sekolahan ini disini karena ada perjanjian-perjanjian dulu bahwa warga sekitar bisa masuk di SMAN 3 ini," jelas Mujianto.
"Tapi karena masalah nilai anak-anak kami tidak diterima, padahal nilainya yang saya lihat di atas 85 semuanya yang ditolak. Bahkan selisih koma saja," sambungnya.
Mujianto juga menegaskan, keberadaan mereka itu bukan menolak sistem zonasi, melainkan untuk meminta penerapan sistem domisili yang benar dan adil.
"Karena kita kan terdekat, bahkan ada yang jaraknya 7 meter dan nilainya selisih koma aja ditolak," terangnya.
Mujianto pun berharap agar pihak sekolah dapat mengakomodir keinginan warga untuk menyekolahkan anak-anaknya di SMAN 3 Tangsel.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.