Diserbu Komentar, Dedi Mulyadi Minta Maaf Jelaskan Cerita Telat Merespons Perusakan Rumah Sukabumi
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi menjelaskan kehadirannya dalam kasus perusakan sebuah rumah di Sukabumi terkesan telat respons.
TRIBUNNEWS.COM - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi menjelaskan kehadirannya dalam kasus perusakan sebuah rumah di Sukabumi terkesan telat respons.
Pria yang akrab disapa Kang Dedi Mulyadi atau KDM ini memiliki alasan tersendiri.
Memang dalam kasus perusakan yang terjadi pada 27 Juni 2025 lalu di sebuah rumah di Desa Tangkil, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, KDM tidak segera bertindak hingga Senin (30/6/2025) pagi.
Unggahan-unggahannya di media sosialnya bahkan tak ada yang menyinggung kasus tersebut pascakejadian.
KDM yang memiliki hampir 5 juta pengikut di Instagram itu dihiasi oleh serbuan komentar warganet.

Tak hanya satu postingan, warganet juga menyerang sejumlah unggahan Dedi Mulyadi dengan komentar-komentar.
Komentar yang ditinggalkan kebanyakan mempertanyakan perihal sikap Dedi Mulyadi sebagai gubernur untuk menindak pelaku perusakan rumah di Sukabumi.
Baru pada Senin siang sekitar pukul 12.00 WIB, ia memberikan klarifikasi terkait pemicu dan tindak lanjut perusakan rumah di Sukabumi.
Klarifikasi diucapkan dalam sebuah video unggahan terbaru di Instagram pribadi Dedi Mulyadi @dedimulyadi71.
Ia pun membubuhkan tambahan komentar dalam postingannya setelah unggahan video itu terlanjut terbit.
Isi komentar terbarunya menjelaskan penyebab KDM telat merespons keluhan dan komentar warganet terkait sikapnya dalam kasus perusakan di Sukabumi.
Baca juga: Dedi Mulyadi dan Korban Klarifikasi Penyebab Perusakan Rumah di Sukabumi: Waktu & Tempat Disilakan
Berikut isinya:
"Yth netizen yang budiman.
Mohon maaf jika dianggap telat respon.
Tapi sebenarnya bukan telat respon.
Justru, saya membutuhkan informasi utuh untuk melakukan tindak lanjut, bukan sekedar bermodal postingan sosial media.
Demikian, harap maklum dan hatur nuhun."

Pemicu Masalah
Dedi Mulyadi akhirnya keluar ke publik setelah kejadian perusakan tempat yang diduga digunakan untuk beribadah di Sukabumi, Jawa Barat beberapa waktu lalu.
Bersama korban, Dedi Mulyadi memberikan penjelasan terkait penyebab perusakan tersebut.
Hal itu ia ungkap pada akun Instagram pribadinya @dedimulyadi71 pada Senin (30/6/2025) sekitar pukul 12.00 WIB.
Dedi dan korban yang diberi kuasa pemilik rumah tersebut mengatakan, perusakan terjadi di sebuah rumah.
Artinya bukan tempat ibadah atau gereja seperti yang ramai dibicarakan akhir-akhir ini.
Kemudian pemicu masalah hingga terjadinya perusakan juga diungkap Dedi Mulyadi.
Warga atau para perusak tersebut diduga mempermasalahkan adanya ritual atau nyanyian keagamaan.
Tindak lanjutnya, Dedi menyatakan akan menyelesaikan kasus ini secara komprehensif..
Termasuk untuk membawanya ke ranah hukum.
Berikut unggahannya:
"Jadi gini intinya itu adalah rumah bukan gereja, rumah itu berada di Desa Tangkil pastinya dingin, suasana pedesaan, teman teman bapak yang berada di berbagai daerah biasa kumpul di situ.
Dalam kumpulnya itu sering ada kegiatan ritual, artinya nyanyian pembinaan mental bapak kan ada nyanyaian, dan itu yang memicu masalah di Desa Tangkil," ungkapnya dalam video.
Baca juga: Sikap Tokoh Sukabumi soal Viral Perusakan: Rumah Tak Jadi Tempat Ibadah, Tidak Lanjut Proses Hukum
"Ya sudah nanti kita akan bersama-sama menyelesaikan masalah secara komprehensif, dari sisi sosialnya dari sisi huukumnya harus diselesaikan dengan baik."
"Dan saya akan dampingi bapak ke Sukabumi hari ini."
"Sudah kewajiban pemerintah untuk menjaga kerukunan hidup masyarakatnya."

Tokoh Masyarakat
Tokoh masyarakat di Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, menyikapi soal perusakan bangunan yang diduga tempat ibadah agama Kristen yang viral di media sosial.
Adapun pernyataan sikap tersebut diunggah di akun Instagram @sukabumitoday, Senin (30/6/2025).
Dalam video tersebut, puluhan tokoh masyarakat dari Forum Koordinasi Pimpinan Kecamatan (Forkopimcam) Cidahu menyatakan beberapa poin sikap.
Pertama, pasca viralnya perusakaan bangunan yang diduga tempat ibadah agama Kristen itu, situasi di Kecamatan Cidahu sudah kondusif.
"Bahwa situasi dan kondisi di Kecamatan Cidahu kondusif dan siap memelihara dan menjaga stabilitas keamanan di wilayah Kecamatan Cidahu," kata salah satu tokoh masyarakat yang diikuti oleh tokoh lainnya.
Kedua, tokoh masyarakat berjanji insiden perusakan tidak bakal terulang kembali di Kecamatan Cidahu.
Ketiga, adanya permintaan agar perusakan tersebut tidak dilanjutkan ke proses hukum.
"Ketiga, jangan sampai insiden itu lanjut ke proses hukum dan diharapkan diselesaikan dengan cara musyawarah mufakat," kata mereka.
Keempat, para tokoh masyarakat di Cidahu siap untuk mengganti kerusakan materil yang diterima pemilik bangunan setelah adanya peristiwa perusakan tersebut.
Baca juga: Anggota DPR Kecam Pembubaran Retret Pelajar Kristen di Sukabumi, Minta Pelaku Ditangkap
Kelima, korban diminta agar tidak memakai bangunan yang dimilikinya tersebut sebagai tempat ibadah.
"Kelima, meminta kepada pemilik rumah agar rumah tersebut sebagai rumah atau tempat tinggal dan tidak dijadikan rumah ibadah," jelasnya.
Terakhir, tokoh masyarakat menegaskan perusakan yang dilakukan massa bukanlah perusakan tempat ibadah.
Sebelumnya, viral di media sosial aksi intoleransi yang disebut terjadi di Desa Tangkil, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Salah satu akun Instagram yang mengunggah video aksi tersebut adalah @sukabumi_satu pada Sabtu (28/6/2025).
Dalam video tersebut, tampak sejumlah massa merusak bangunan hingga memecahnya.
Bahkan, ada salah satu pelaku pengrusakan yang sampai mengambil kayu berbentuk salib dan menjatuhkannya ke lantai.
Selain itu, salib itu juga digunakan massa untuk memecahkan jendela.
Berdasarkan narasi yang dituliskan oleh akun Instagram tersebut, aksi perusakan itu disebabkan bangunan tersebut digunakan tempat ibadah dan setiap kegiatan keagamaan yang dilakukan, selalu menutupi jalan warga.
"Rumah ini sudah tiga kali digunakan untuk melakukan ibadah Misa. Pernah saat misa beberapa waktu yang lalu sampai ada 23 mobil serta menggunakan bis dan hal itu sebelumnya pernah dilakukan peneguran bahkan sudah melarang dan menolak agar tempat ini digunakan untuk sarana peribadatan," kata ketua RT setempat.
Polisi Sebut Pemilik Ogah Rumahnya Dijadikan Tempat Ibadah Lagi
Di sisi lain, Kapolsek Cidahu, AKP Endang Slamet, mengungkapkan pihaknya sudah mendatangi lokasi dan meminta keterangan dari pengelola rumah yang dirusak tersebut.
Tak cuma itu, pengelola juga wajib memberitahu ke warga setempat jika rumahnya kembali akan dilakukan kegiatan.
“(Pengelola rumah) menyampaikan bahwa mulai saat ini tidak akan melakukan kegiatan yang bersifat ibadah bagi umat non-Muslim, dan akan selalu berkoordinasi kepada lingkungan dan pemerintah setempat apabila ada kegiatan di rumah singgahnya sehingga tidak terjadi miskomunikasi atau salah paham,” ujar Endang pada Minggu (29/6/2025), dikutip dari Kompas.com.
Endang menuturkan rumah tersebut kini dalam pantauan Forkopimcam Cidahu dan tokoh masyarakat setempat.
Dia mengatakan pemantauan tersebut untuk meminimalisir potensi gesekan terkait isu SARA.
Ia mengaku sepakat dengan langkah tersebut karena adanya sensitivitas di mana mayoritas penduduk setempat beragama Islam.
“(Monitoring) tersebut untuk meminimalisir kerawanan Gunkamtibmas karena tidak menutup kemungkinan akan dikaitkan dengan isu SARA, mengingat secara umum warga masyarakat sangat sensitif perihal (kegiatan) tersebut,” pungkasnya.
(Tribunnews.com/ Chrysnha, Yohanes Liestyo Poerwoto)(Kompas.com/Riki Achmad Saepulloh)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.