Pendaki Tewas di Gunung Rinjani
Mengapa Evakuasi Juliana Marins dari Jurang di Gunung Rinjani Butuh Waktu Berhari-hari?
Evakuasi Juliana Marins dari jurang Rinjani butuh 5 hari karena cuaca ekstrem dan lokasi jatuh yang curam dan sulit dijangkau.
TRIBUNNEWS.COM, LOMBOK – Proses evakuasi terhadap pendaki asal Brasil, Juliana Marins (27), yang terjatuh ke dalam jurang sedalam 600 meter di kawasan Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat (NTB), membutuhkan waktu lima hari penuh.
Banyak pihak bertanya-tanya: mengapa tim SAR Indonesia memerlukan waktu selama itu?
Kepala Basarnas Marsdya TNI Mohammad Syafii menyebut, operasi penyelamatan telah dimulai sesaat setelah laporan masuk pada Sabtu (21/6/2025).
Namun, kondisi geografis yang ekstrem, cuaca buruk, serta keterbatasan peralatan menjadi tantangan besar di balik lamanya proses evakuasi tersebut.
Baca juga: Viral Sosok Agam, Pahlawan dari Rinjani yang Bantu Evakuasi Juliana Marins, Pendaki Brasil

Medan Ekstrem di Ketinggian 9.000 Kaki
Juliana terjatuh di jurang curam kawasan Cemara Nunggal, jalur menuju puncak Rinjani. Lokasinya berada di ketinggian 9.000 kaki atau sekitar 2.743 meter di atas permukaan laut.
“Medan tempat korban jatuh adalah tebing terjal dengan kedalaman lebih dari 600 meter. Lokasinya benar-benar sulit dijangkau dan tidak memungkinkan dilakukan evakuasi biasa,” ujar Syafii dalam konferensi pers, Selasa (24/6/2025).
Tim SAR memerlukan waktu 8 jam hanya untuk mencapai titik awal pencarian dari Pos Sembalun.
Perjalanan menempuh tebing berbatu, semak belukar, dan jalur licin akibat hujan yang mengguyur kawasan pegunungan selama dua hari berturut-turut.
Drone Thermal Gagal, Pencarian Terhambat Cuaca
Pada hari pertama dan kedua, tim Basarnas mengerahkan drone thermal untuk mendeteksi panas tubuh korban. Namun, drone gagal mendeteksi keberadaan Juliana akibat kabut tebal dan hujan deras.
“Pada awalnya, drone tidak bisa melihat apa pun. Jarak pandang kami hanya sekitar 5 meter. Ini sangat menyulitkan observasi,” jelas Syafii.
Baru pada Senin (23/6/2025), drone berhasil menangkap gambar tubuh Juliana dalam posisi tak bergerak.
Titik jatuh korban diperkirakan berada pada kedalaman 600 meter dari bibir jurang.
Baca juga: Hancurnya Hati Ayah Juliana Marins, Anaknya Tewas di Pelukan Gunung Rinjani: Kau Selalu Istimewa
Tali Vertikal Terbatas, Tambatan Tak Aman
Salah satu kendala utama adalah peralatan vertical rescue.
Tali yang tersedia di awal pencarian hanya sepanjang 250 meter. Tim SAR harus menyambung tali secara bertahap dan memasang tambatan pengaman pada tebing yang hampir tidak memiliki titik penahan yang kokoh.
“Panjang tali itu tidak cukup. Kami harus sambung-sambung, dan lokasi tambatan tali pun sangat terbatas dan berisiko,” ungkap Syafii.
Pasokan oksigen tipis di ketinggian Rinjani juga menjadi masalah serius. Tim hanya bisa bekerja dalam waktu terbatas untuk mencegah kelelahan atau sesak napas.
Vertical Lifting hingga Jalur Darat ke Rumah Sakit
Pada Rabu (25/6/2025) pukul 13.51 WITA, jenazah Juliana akhirnya berhasil diangkat dari jurang menggunakan metode vertical lifting.
Proses ini dilakukan dengan sistem pulley dan tim pengangkut bergiliran menarik tali dari ketinggian.
Setelah berhasil dievakuasi ke bibir tebing, jenazah ditandu menyusuri jalur curam menuju Posko SAR Sembalun, memakan waktu hampir 6 jam.
Pukul 20.41 WITA, jenazah tiba di Posko dan langsung dibawa dengan ambulans menuju RS Bhayangkara Mataram dengan pengawalan ketat. Jenazah tiba pukul 22.44 WITA dan langsung masuk ruang autopsi.

Warganet Brasil Meradang, Serbu Akun Instagram Basarnas
Tragedi ini tak hanya menyita perhatian di dalam negeri, tapi juga di Brasil. Ribuan komentar muncul di akun Instagram resmi @sar_nasional, menyampaikan kekecewaan atas lambannya evakuasi.
“Butuh waktu lama bagi mereka menolong Juliana. Ini memalukan!” tulis akun @patri******.
“Kami orang Brasil kecewa dengan pemerintah Indonesia,” kata akun lain, @eulo******.
Juliana Marins: Solo Traveler dan Penari Tiang dari Niterói
Juliana dikenal sebagai publicist dan penari tiang profesional yang aktif membagikan perjalanannya ke berbagai negara di Asia, seperti Vietnam, Thailand, dan Filipina.
Ia memulai pendakian bersama lima wisatawan asing lainnya dengan seorang pemandu lokal. Karena kelelahan, Juliana meminta istirahat. Namun nahas, ia terpeleset dan jatuh ke jurang vulkanik sedalam 600 meter.
Juliana digambarkan sebagai sosok ceria dan pemberani, yang ingin menaklukkan Rinjani sebagai bagian dari perjalanan solo backpacking-nya.
Baca juga: Tragedi Rinjani: Jenazah Pendaki Brasil Juliana Dievakuasi dari Jurang 600 M, Dipulangkan Hari Ini
Pemerintah NTB Tanggung Biaya Pemulangan
Plh Sekda NTB, Lalu Mohammad Faozal, mengatakan jenazah Juliana akan dipulangkan ke Brasil melalui Bali pada Kamis (26/6/2025). Karena tidak ada penerbangan langsung dari Lombok ke Brasil, jenazah diangkut melalui jalur darat ke Denpasar.
“Biaya pemulangan sepenuhnya ditanggung pemerintah provinsi sebagai bentuk tanggung jawab moral dan simpati kepada korban,” ujarnya.
Gubernur NTB Sampaikan Duka dan Evaluasi Prosedur SAR
Gubernur NTB, Lalu Muhammad Iqbal, menyatakan belasungkawa mendalam. Ia juga menyampaikan evaluasi atas kesiapan fasilitas penyelamatan di kawasan wisata alam.
“Kami harus lebih siap dalam prosedur penyelamatan ekstrem, terutama di area wisata berisiko tinggi seperti Rinjani,” tegasnya.
Kronologi Lengkap Tragedi:
21 Juni 2025, 06.30 WITA: Juliana dilaporkan terjatuh di Cemara Nunggal.
23 Juni 2025: Drone berhasil mengidentifikasi jasad korban.
24 Juni 2025, 18.00 WITA: Tim SAR mulai proses pengangkatan.
25 Juni 2025, 13.51 WITA: Jenazah diangkat dari jurang.
25 Juni 2025, 20.41 WITA: Jenazah tiba di Posko Sembalun.
25 Juni 2025, 22.44 WITA: Jenazah tiba di RS Bhayangkara Mataram.
Tragedi ini menjadi pengingat keras bahwa wisata ekstrem memerlukan kesiapan penuh dari semua pihak: wisatawan, pemandu, dan otoritas penyelamat.
Proses evakuasi yang penuh risiko ini bukanlah kelambanan, melainkan upaya maksimal yang dilakukan di tengah kondisi geografis dan cuaca yang tak bersahabat.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.