Dedi Mulyadi Pimpin Jabar
Ragam Respons soal Dedi Mulyadi Terapkan Jam Malam Pelajar, Forum Orang Tua Siswa Protes
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi akan meluncurkan secara khusus program pembatasan jam malam bagi pelajar di Jawa Barat.
TRIBUNNEWS.COM - Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi akan meluncurkan secara khusus program pembatasan jam malam bagi pelajar di Jawa Barat.
Saat ini, Surat Edaran (SE) tentang pembatasan aktivitas malam bagi peserta didik sudah dikeluarkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan nomor 51/PA.03/DISDIK tertanggal 23 Mei 2025.
"Itu diluncurkan dulu. Nanti diluncurkan programnya," ujar Dedi Mulyadi, dilansir Tribun Jabar, Selasa (27/5/2025).
Setelah diluncurkan, program tersebut akan dipantau dan dilakukan evaluasi untuk melihat efektifitasnya.
"Setelah itu, kita lihat perjalanannya," ucapnya.
Kebijakan pembatasan jam malam bagi pelajar ini, pertama kali diungkapkan Dedi setelah melakukan MoU bersama bupati/walikota, Polda Jabar dan Polda Metro Jaya, terkait peningkatan keamanan di seluruh wilayah Jawa Barat di Gedung Negara Pakuan, Jumat (16/5/2025).
Menurutnya, potensi kenakalan remaja bermula ketika mereka keluar pada malam hari karena banyak godaan yang menjadi pemicu ketika mereka berkumpul di tempat yang salah.
"Jam tertentu, mungkin saya akan berlakukan pada hari belajar tidak boleh lagi nongkrong di atas jam 8 (Pukul 20.00 WIB) misalnya. Karena kan mereka harus di rumah, di luar godaannya terlalu banyak," terangnya.
Kebijakan yang akan diterapkan Dedi Mulyadi ini pun mendapatkan beragam respons, sebagai berikut.
1. Ketua Fraksi PPP
Ketua Fraksi PPP DPRD Jawa Barat, Zaini Shofari, menyambut positif SE tentang pembatasan jam malam untuk pelajar.
Menurutnya, pembatasan jam malam merupakan langkah preventif untuk menekan berbagai kenakalan remaja, seperti tawuran, balap liar, hingga penyalahgunaan narkoba.
Baca juga: Protes Kebijakan Dedi Mulyadi soal Jam Malam untuk Pelajar, Fortusis: Nilai Edukasinya di Mana?
Ia menyebut, SE itu harus dibarengi dengan kesadaran seluruh pihak, terutama orang tua.
Bahkan, perlu dilakukan kerja sama dengan pihak kepolisian untuk melakukan pengawasan secara langsung.
"Bagus ini upayanya, tapi keterlibatan banyak pihak harus lebih banyak, termasuk dengan jajaran kepolisian, karena kalau sudah masuk wilayah keamanan, pencegahan itu harusnya ada dari pihak kepolisian," ujar Zaini, Selasa.
Ia pun mendorong agar kepala sekolah dan guru aktif mengundang orang tua siswa untuk memberikan pemahaman mengenai surat edaran pembatasan tersebut.
"Orang tua harus diajak duduk bersama. Setelah itu, beri tahu mereka apa yang harus dilakukan. Sinergi semua pihak penting," jelasnya.
Selain itu, sekolah bisa memberikan tugas individu untuk para pelajar yang harus dikerjakan di rumah agar tidak berkeliaran di luar saat malam hari.
"Jadi ada tugas tambahan juga untuk dikerjakan di rumah, agar tidak perlu kerja kelompok. Karena biasanya kerja kelompok dijadikan alasan anak untuk keluar rumah. Jadi kalau ada laporan dari orang tua bisa dikontrol," ucapnya.
Terkait sanksi, Zaini menilai belum perlu diberlakukan secara tegas dalam tahap awal.
Menurutnya, efektivitas kebijakan ini perlu dievaluasi terlebih dahulu sebelum menetapkan tindakan yang lebih keras.
Dengan adanya pembatasan ini, diharapkan label “anak nakal” yang kerap melekat pada sebagian pelajar bisa semakin berkurang.
2. Pengamat
Pengamat kebijakan pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Prof Cecep Darmawan, mendukung SE Gubernur Jawa Barat tentang pembatasan jam malam bagi pelajar.
Cecep menyebut, SE tersebut merupakan bentuk kepedulian Dedi Mulyadi terhadap generasi muda.
"Bahwa pembatasan itu bukan berarti mengekang, pembatasan itu harus dimaknai sebagai melakukan pendidikan, khususnya pendidikan di rumah," ujar Cecep, Selasa.
"Jadi, surat ini sudah benar, saya sih mendukung sepenuhnya," tambahnya.
Menurutnya, dalam implementasinya dibutuhkan kerja sama semua pihak, bukan hanya pemerintah provinsi saja.
"Jadi, setelah Gubernur mengeluarkan kalau perlu membentuk semacam Satgas di daerah oleh kewenangan kabupaten-kota, kemudian menggerakkan tokoh-tokoh informal seperti tokoh agama, tokoh masyarakat," terangnya.
Cecep berujar, jika zaman dulu anak-anak memiliki kebiasaan mengaji di masjid setelah magrib, dengan adanya surat edaran pembatasan jam malam ini, kegiatan setelah mengaji dapat dilanjutkan belajar di rumah.
"Makanya ini bukan hanya tugas Gubernur, tapi orang tua juga, termasuk sekolah dengan memberikan tugas-tugas terukur agar anak senang di rumah," jelasnya.
Ia mengatakan, para pelajar masih dalam usia emas, sehingga aktivitasnya harus diisi dengan kegiatan positif.
"Harus diisi dengan belajar yang rajin, sehingga masa depannya bisa dirancang sejak hari ini. Kalau tidak dibenahi, sejak remaja akan sulit nantinya merancang masa depannya," ucapnya.
Lebih lanjut, cecep menilai, SE tersebut juga sejalan dengan anjuran Kementerian Pendidikan Dasar Menengah tentang tujuh kebiasaan pelajar.
"Salah satunya tidur sekitar pukul 21.00 WIB, jadi selaras antara Pemprov Jabar dengan Pusat," ucapnya.
Supaya lebih memiliki kekuatan hukum Cecep mendorong supaya kebijakan ini ditingkatkan tidak cuma sebatas imbauan dalam SE, tapi menjadi peraturan Gubernur (Pergub).
"Memang SE masih sebatas imbauan, tetapi harus ada tindak lanjut. Kalau memang ingin kuat dalam Pergub, Perwal, atau Perbup di masing-masing kabupaten/kota untuk menyasar anak dan ini harus ada kesepakatan bersama dengan kabupaten-kota," ucapnya.
Baca juga: Dedi Mulyadi Akan Terapkan Jam Malam untuk Siswa di Jabar, Tak Boleh Nongkrong di Atas Jam 8 Malam
3. Forum Orang Tua Siswa
Ketua Forum orangtua siswa (Fortusis) Jawa Barat, Dwi Soebawanto, menolak kebijakan pembatasan jam malam yang dikeluarkan dalam SE Gubernur Jabar.
Dwi mengatakan, seharusnya pemerintah memenuhi sarana prasarana untuk remaja hingga ke tingkat kelurahan, baru mengeluarkan aturan.
Misalnya, menyiapkan sarana prasarana untuk anak-anak muda berkreativitas seperti sarana olahraga, ruang kesenian, dan budaya hingga tingkat desa.
"Faktanya kan masih kurang. Jadi, harus dibangun dulu insfrastruktur, baru diterapkan aturan seketat apa pun," ujar Dwi, Selasa.
Ia dengan tegas menolak SE tersebut, karena tidak ada nilai edukasinya. Ia menyebut, anak-anak sudah sekolah sejak pagi hingga sore.
"Iya sangat keberatan. Jadi nilai edukasinya dimana, itu kan anak sudah sekolah dari pagi sampai sore, terus malam gak boleh main, keliru dong," ungkapnya.
Dwi mengaku, sepakat jika jam malam digunakan anak-anak untuk kegiatan negatif seperti pacaran atau hal-hal yang tidak produktif, tapi tak semua seperti itu.
"Tidak semua pelajar keluar malam itu berbuat hal yang negatif. Ada anak yang di malam hari justru mendapat inspirasi. Misalnya bawa laptop, ngobrol sama temannya menemukan gagasan, mendapat ide baru."
"Kan orang macam-macam cara mencari inspirasinya. Jadi anak itu mencari inspirasi dengan berbagai model, itu harus dipahami oleh pemerintah," tambahnya.
Pihaknya pun mengeklaim, pernyataannya ini mewakili seluruh orang tua siswa di Jabar.
"Iya, jadi pernyataan saya sangat bisa mewakili teman-teman juga, karena basisnya adalah sekolah atau unit kegiatan. Walaupun tidak menyeluruh tapi ada di sekolah SD, SMP, SMA," ucapnya.
Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Apresiasi Ide Dedi Mulyadi Soal Jam Malam Pelajar, Ketua Fraksi PPP Zaini Shofari: Libatkan Polisi.
(Tribunnews.com/Deni)(TribunJabar.id/Nazmi Abdurrahman)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.