Penanganan Kasus Oknum Polisi Tembak Warga di Ketapang Dipertanyakan, Kini Briptu AR Segera Disidang
Penanganan kasus penembakan Briptu Agus Rahmadian alias Briptu AR terhadap Agustino (40), dinilai masih jauh dari prinsip keadilan dan transparansi.
Penulis:
abdul qodir
Editor:
Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penanganan kasus penembakan Briptu Agus Rahmadian alias Briptu AR terhadap Agustino (40), dinilai masih jauh dari prinsip keadilan dan transparansi.
Bahkan berdasarkan keterangan keluarga korban dan kuasa hukumnya, terdapat banyak kejanggalan dalam proses hukum terhadap pelaku.
"Pihak keluarga telah menyampaikan berbagai upaya hukum, termasuk melaporkan kasus ini ke Bareskrim Polri dan mengirim surat kepada Presiden serta Kompolnas, namun belum ada kejelasan mengenai keadilan yang mereka perjuangkan," kata Ketua Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Pontianak, Mikhael Tae, kepada wartawan, Jakarta, Rabu (5/2/2025).
Kasus penembakan ini terjadi pada 7 April 2023.
Warga Dusun Mendauk, Kecamatan Nanga Tayap, Kabupaten Ketapang, Agustino, tewas dalam insiden ini.
Mikhael menekankan kasus penembakan ini bukan hanya tentang penegakan hukum.
Baca juga: Peran 2 DPO dalam Kasus Penembakan di Pasar Mawar Bogor, Diduga Aktor Intelektual
Tetapi, menyangkut hak asasi manusia.
"Tidak ada alasan yang dapat membenarkan tindakan aparat yang berujung pada hilangnya nyawa warga sipil," ujar Mikhael.
PMKRI juga mempertanyakan sanksi yang diberikan kepada Briptu AR hanya berupa hukuman demosi selama tiga tahun dan penempatan khusus selama 30 hari.
Sanksi ini tidak sebanding dengan dampak yang ditimbulkan akibat perbuatannya.
"Seharusnya, oknum polisi yang melakukan pelanggaran berat seperti ini diproses secara transparan dan dihukum seadil-adilnya sesuai dengan hukum pidana yang berlaku," ucap dia.
Baca juga: Aiptu Kusno, Aipda Roy Legowo dan Aipda Robig Ditahan Bersama Buntut Pemerasan dan Penembakan
Mikhael berpandangan hukuman ringan terhadap aparat penegak hukum yang terlibat kasus pembunuhan tidak akan membuat jera.
Hukuman yang jauh dari kata adil itu justru dikhawatirkan memunculkan kasus serupa.
Atas hal tersebut, PMKRI pun melayangkan lima tuntutan atas kasus tersebut.
Tuntutan itu di antaranya mendorong Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo segera mengevaluasi dan mencopot Kapolda Kalimantan Barat (Kalbar) Irjen Pipit Rismanto.
Sebab, Pipit dinilai gagal menjamin keadilan bagi masyarakat dan justru diduga lebih melindungi anggotanya yang bersalah.
Dia mengingatkan tindakan Briptu AR adalah kejahatan serius, namun proses hukum masih penuh kejanggalan dan cenderung berpihak pada pelaku.
"Kepercayaan publik terhadap kepolisian semakin tergerus ketika aparat yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat justru mendapat perlakuan istimewa meskipun jelas melakukan pelanggaran berat," tegas dia.
Sikap Kapolda Kalteng
Sementara itu, Kapolda Kalimantan Barat (Kalbar), Irjen Pipit Rismanto, membenarkan adanya kasus penembakan ini.
Dia pun menegaskan anggotanya yang terlibat dalam penembakan sudah juga diproses pidana.
"Betul sudah lama dan kasus sudah diproses baik pidana maupun kode etik," ujar Pipit, beberapa waktu lalu.
Diserahkan ke Jaksa, Briptu AR Segera Disidang
Briptu AR, anggota polisi yang menjadi tersangka dalam kasus penembakan Agustino, diserahkan ke Kejaksaan Negeri Ketapang dan langsung ditahan di Lapas Ketapang, Kalimantan Barat (Kalbar) pada Senin, 3 Februari 2025.
Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Ketapang, Syahrul, mengatakan bahwa tahap dua pelimpahan tersangka dan barang bukti dari kepolisian telah dilakukan.
"Untuk tersangka kami titipkan penahanannya di Lapas Ketapang," kata Syahrul kepada wartawan, Senin sore.
Menurutnya, Briptu AR dijerat Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan atau Pasal 359 KUHP tentang Kelalaian yang Menyebabkan Kematian Orang Lain, dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.
"Secepatnya nanti kami akan limpahkan ke pengadilan untuk disidangkan," tutup Syahrul, dikutip Kompas.com.
Kronologis Kejadian
Kasus ini bermula pada Selasa (4/4/2023) sore, ketika dua warga, Akiang dan Joko, kaget karena eksavator mereka hilang.
Setelah mencari, mereka menemukan alat berat itu berada di halaman rumah Agustino (AG).
Saat ditanya, AG mengklaim bahwa eksavator itu miliknya, hasil dari pertukaran dengan sebidang tanah.
Namun, saat diminta klarifikasi, AG justru menyerang Akiang dan Joko dengan besi, sehingga mereka meminta bantuan ke anggota Polsek Nanga Tayap, Bripka Joko.
Ketika didatangi, AG kembali menyerang Bripka Joko dengan besi sok dan pisau carter, tetapi Bripka Joko berhasil menghindar dan pergi.
Tiga hari setelah kejadian, pada Jumat (7/4/2023) sore, Briptu Suhendri dan Briptu Agus Rahmadian alias Briptu AR dari Bhabinkamtibmas Polsek Nanga Tayap datang bersama perwakilan Akiang untuk melakukan mediasi di rumah AG.
Awalnya, pertemuan berlangsung di teras rumah AG. Namun, beberapa saat kemudian, AG masuk ke dalam rumah, lalu keluar sambil membawa parang dan mengejar Briptu Suhendri.
Melihat rekannya dalam bahaya, Briptu Agus melepaskan dua tembakan peringatan ke atas.
Bukannya mundur, AG justru berbalik arah dan menyerang Briptu Agus, bahkan membacok tangan kirinya sembari mencoba merebut senjata api yang dibawanya.
Saat itulah terjadi penembakan yang mengenai AG, hingga akhirnya ia meninggal dunia.
Dalam insiden ini, Briptu Agus mengalami luka bacok di tangan kiri dan kaki kanan, sementara perwakilan Akiang mengalami luka di kaki sebelah kiri.
(Tribunnews.com/Kompas.com)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.