Kematian Vina Cirebon
PK Ditolak, Susno Duadji Sebut 7 Terpidana Kesatria, Kubu Iptu Rudiana Minta Terpidana Bertobat
Respons berbeda datang dari kubu Iptu Rudiana yang minta 7 terpidana kasus Vina bertobat usai PK ditolak, Susno Duaji malah sebut mereka kesatria.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus Vina Cirebon ramai lagi di penghujung tahun 2024 usai Mahkamah Agung (MA) menolak Peninjauan Kembali (PK) tujuh terpidana kasus tersebut.
Kuasa hukum tujuh terpidana, Jutek Bongso, menyebut tujuh kliennya enggan mengajukan pengampunan atau grasi usai MA menolak permohonan PK mereka.
Para terpidana ini tidak mau mengakui telah melakukan pembunuhan terhadap Vina.
Sebagai informasi, salah satu syarat agar grasi dikabulkan oleh presiden adalah terpidana mengakui telah melakukan perbuatannya melakukan tindak kejahatan.
Merespons itu, Eks Kabareskrim Komjen Pol (Purn) Susno Duadji mendukung dan mengapresiasi tujuh terpidana kasus pembunuhan terhadap Vina dan pacarnya, Eky tidak mengajukan pengampunan atau grasi.
Menurutnya, sikap para terpidana itu adalah kesatria dan lebih baik ketimbang para hakim yang menjatuhkan vonis penjara seumur hidup kepada mereka.
"Saya menghargai, ya. Itu mereka ksatria. Daripada dibebaskan tapi harus mengaku padahal dia tidak melakukan, maka lebih baik mati dan busuk di penjara, ya bagus."
"Jadi, dia lebih mulia dari hakim yang sembarang menjatuhkan hukuman itu," katanya dalam program On Focus di YouTube Tribunnews, Selasa (17/12/2024).
Baca juga: PK Kasus Vina Ditolak, Pakar Usul Advokat Ajukan Judicial Review soal Terdakwa Bisa Ajukan Barbuk
Susno mengatakan sikap para terpidana ini akan dibalas saat berada nanti di akhirat.
Respons berbeda datang dari kubu Iptu Rudiana, ayah Eky kekasih Vina Cirebon. Mereka minta 7 terpidana bertobat.
Pengacara Iptu Rudiana, Pitra Romadoni, meminta agar ketujuh terpidana kasus pembunuhan Vina segera bertobat setelah permohonan peninjauan kembali (PK) ditolak oleh Mahkamah Agung (MA).
"Atas ditolaknya putusan PK tersebut, Pitra menyarankan agar para terpidana segera insyaf dan bertaubat kepada Tuhan Yang Maha Kuasa," katanya dalam keterangan tertulis kepada Tribunnews.com, Selasa (17/12/2024).
Pitra menilai ditolaknya PK terpidana kasus Vina adalah pertanda Tuhan marah akan segala kebohongan yang disampaikan.
Susno Duadji: 7 Terpidana Kasus Vina Lebih Kesatria dari Hakim
Eks Kabareskrim, Komjen Pol (Purn) Susno Duadji mengapresiasi tujuh terpidana kasus pembunuhan terhadap Vina dan pacarnya, Eky tidak mengajukan pengampunan atau grasi.
Menurutnya, sikap para terpidana itu adalah kesatria dan lebih baik ketimbang para hakim yang menjatuhkan vonis penjara seumur hidup kepada mereka.
"Saya menghargai, ya. Itu mereka ksatria. Daripada dibebaskan tapi harus mengaku padahal dia tidak melakukan, maka lebih baik mati dan busuk di penjara, ya bagus."
"Jadi, dia lebih mulia dari hakim yang sembarang menjatuhkan hukuman itu," katanya dalam program On Focus di YouTube Tribunnews, Selasa (17/12/2024).
Susno mengatakan sikap para terpidana ini akan dibalas saat berada nanti di akhirat.
Susno Duadji Temui 7 Terpidana Kasus Vina
Lebih lanjut, Susno mengungkapkan telah bertemu dengan tujuh terpidana pasca ditolaknya permohonan Peninjauan Kembali (PK) oleh Mahkamah Agung (MA) pada Senin (17/12/2024).
Dia menyebut dirinya dan kuasa hukum para terpidana kaget akan putusan MA tersebut.
Menurutnya, putusan penolakan PK itu diluar nalar serta sebagai tragedi di peradilan Indonesia.

"Semua kaget. Di luar nalar (penolakan PK oleh MA). Yang lain menyatakan, ini tragedi hukum."
"Kita yakin betul hakim yang menyidangkan kasus ini tidak tahu kasus, tidak tahu peristiwa, tidak pernah melihat media sosial, atau sengaja buta dan tuli," jelas Susno.
Susno juga menjelaskan bahwa fokus saat ini dari pengacara adalah menenangkan keluarga para terpidana.
Pengacara Iptu Rudiana Minta Terpidana Kasus Vina Cirebon Bertobat
Pengacara Iptu Rudiana, Pitra Romadoni, meminta agar ketujuh terpidana kasus pembunuhan Vina segera bertobat setelah permohonan peninjauan kembali (PK) ditolak oleh Mahkamah Agung (MA).
"Atas ditolaknya putusan PK tersebut, Pitra menyarankan agar para terpidana segera insyaf dan bertaubat kepada Tuhan Yang Maha Kuasa," katanya dalam keterangan tertulis kepada Tribunnews.com, Selasa (17/12/2024).
Pitra menilai ditolaknya PK terpidana kasus Vina adalah pertanda Tuhan marah akan segala kebohongan yang disampaikan.
Selain itu, dia menganggap meninggalnya pemimpin padepokan yang melakukan sumpah pocong terhadap mantan terpidana, Saka Tatal bernama Raden Gilap Sugiono menjadi wujud kekuasaan Tuhan dalam kasus ini.
"Semestinya mereka menyadari tanda-tanda kekuasaan Tuhan dalam kasus tersebut sudah terlihat di mana meninggalnya pemimpin padepokan yang pimpin sumpah pocong Saka Tatal dan meninggalnya mantan napi, Abi yang memberikan kesaksian tidak benar terhadap kroban yang telah meninggal dunia tersebut," jelasnya.

Lebih lanjut, Pitra menyambut baik atas ditolaknya permohonan PK dari tujuh terpidana oleh MA.
Menurutnya, putusan tersebut sudah bersifat obyektif dan mencerminkan keadilan.
"Selaku pengacara korban pembunuhan yang menewaskan Alm. Eky dan Vina menyambut baik putusan Peninjauan Kembali yang telah diputuskan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia."
"Peninjauan Kembali yang telah diputuskan oleh Hakim Agung tersebut adalah putusan yang obyektif dan telah mencerminkan rasa keadilan bagi korban yang telah meninggal dunia," jelasnya.
Pitra juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang turut berpartisipasi dalam penanganan kasus Vina ini.
Dia juga mengucapkan terima kasih secara khusus kepada MA dan Kejaksaan Agung (Kejagung) yang menurutnya sudah memperjuangkan keadilan bagi Vina dan Eky.
"Terima kasih kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia yang telah menunjukkan keagungannya dalam memberikan keadilan kepada para korban pembunuhan atas perkara tersebut."
"Tak lupa juga ucapan terimakasih kami kepada Kejaksaan Republik Indonesia selaku pengacara negara yang telah memperjuangkan keadilan abgi korban yang telah meninggal dunia di muka persidangan mulai tingkat pertama sampai kepada tingkat akhir Peninjauan Kembali," pungkasnya.
PK 7 Terpidana Kasus Vina Ditolak, Reza Indragiri: Ini Membersihkan Nama Iptu Rudiana dan Penyidik
Pakar psikologi forensik, Reza Indragiri menanggapi putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak Peninjauan Kembali (PK) tujuh terpidana kasus Vina dan Eky di Cirebon, Jawa Barat.
Reza teringat dengan apa yang ia sampaikan di hadapan majelis hakim pada sidang PK di Pengadilan Negeri Cirebon, beberapa bulan lalu.
Saat itu, Reza menyampaikan permintaan maaf kepada ayah Eky, Iptu Rudiana.
"Karena sekian lama saya berprasangka buruk, sekian lama saya barangkali juga mengeluarkan kata-kata tidak pantas kepada Iptu Rudiana."
"Yang saya anggap sudah melakukan pelanggaran etik, bahkan mungkin juga pidana," katanya, dikutip dari tayangan YouTube Nusantara TV, Selasa (17/12/2024).
Baca juga: Penolakan PK Kasus Vina Cirebon, Farhat Abbas Optimis Masih Ada Celah Hukum
Dengan putusan MA yang menolak PK tujuh terpidana kasus Vina, Senin (16/12/2024), membuat Reza harus mengulangi kalimat tersebut.
"Segala penilaian negatif yang sudah saya berikan kepada Iptu Rudiana plus juga para penyidik Polda Jabar pada 2016 dan 2024 tampaknya harus saya koreksi besar-besaran," urainya.
Menurut Reza, suka tidak suka, putusan MA itu telah membersihkan nama Iptu Rudiana dan penyidik di kasus Vina.
"Mau tidak mau, putusan PK di hari keramat ini membersihkan nama Iptu Rudiana, membersihkan nama penyidik tahun 2016 dan 2024 di Polda Jabar," tandasnya.
Meski getir, lanjut Reza, ia tak punya pilihan lain selain mengatakan hal tersebut.
Dengan putusan itu juga, ia mengasumsikan proses penegakan hukum dalam kasus Vina sudah sesuai prosedur dan profesional.
"Kita hanya boleh satu asumsi, proses penegakan hukum atas kasus ini sudah berlangsung secara prosedural, proporsional, dan profesional."
"Getir, saya tidak punya pilihan kecuali mengatakan itu," tukasnya.
MA Tolak PK 7 Terpidana Kasus Vina
MA mengumumkan menolak PK yang diajukan tujuh terpidana kasus Vina Cirebon pada Senin (16/12/2024).
Juru Bicara MA Yanto menyampaikan, alasan adanya bukti baru atau novum dan kekhilafan hakim tidak terbukti dalam proses persidangan.
“Pertimbangan majelis dalam menolak permohonan PK tersebut antara lain tidak terdapat kekhilafan judex facti dan judex juris dalam mengadili para terpidana,” kata Yanto dalam konferensi pers di Gedung MA, Jakarta.
Selain itu, kata Yanto, bukti baru yang diajukan oleh para terpidana bukan merupakan bukti baru sebagaimana ditentukan dalam Pasal 263 Ayat (2) huruf a KUHAP.
“Dengan ditolaknya permohonan PK para terpidana tersebut, maka putusan yang dimohonkan PK tetap berlaku,” ucapnya.
Delapan permohonan PK itu terbagi dalam tiga perkara. Pertama, teregister dengan nomor 198/PK/PID/2024 dengan terpidana atas nama Eko Ramadhani dan Rivaldi Aditya.
Kemudian, PK lima terpidana atas nama Eka Sandy, Hadi Saputra, Jaya, Sudirman, dan Supriyanto yang teregister dengan nomor 199/PK/PID/2024.
Selain itu, ada perkara eks narapidana anak dengan nomor 1688 PK/PID.SUS/2024 atau Saka Tatal yang diadili oleh Hakim Agung Prim Haryadi.
Adapun perkara Eko Ramadhani dan Rivaldi Aditya diadili oleh Ketua Majelis PK Burhan Dahlan serta dua anggota majelis, Yohanes Priyana dan Sigid Triyono.
Majelis PK atas nama Eka Sandi, Hadi Saputra, Jaya, Sudirman, dan Supriyanto yaitu Burhan Dahlan serta dua anggota majelis, Jupriyadi dan Sigid Triyono.
Dalam kasus ini, total ada delapan orang terpidana. Tujuh di antaranya divonis penjara seumur hidup.
Sementara itu, Saka Tatal dihukum delapan tahun penjara. Saka Tatal kini sudah bebas murni.

Diketahui 7 terpidana kasus Vina Cirebon menangis setelah tahu PK yang mereka ajukan ditolak MA.
"Mereka menangis, manusiawi lah ya mereka sedih. Kami juga sebagai PH (penasihat hukum) sedih, kecewa pasti," kata Jutek.
Kendati pihaknya dan kliennya kecewa, Jutek mengaku tetap menghormati keputusan yang telah diambil Mahkamah Agung terkait PK tersebut.
Dirinya juga menekankan kepada kliennya tidak bisa melawan putusan hukum tersebut dengan cara-cara di luar jalur konstitusional.
"Tapi sekali lagi ini keputusan yang harus kita hormati bersama tidak bisa di luar hal-hal konstitusional, kita harus lawan secara hukum karena negara kita adalah negara hukum," ucapnya.
(tribun network/thf/Tribunnews.com)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.