Senin, 29 September 2025

Mahasiswa Lempari Sempak ke Arah Kantor Gubernur Jateng Saat Demo, Ini Maksudnya

Massa aksi meluapkan kekecewaannya dengan melempar sempak karena jengah terhadap rezim Jokowi.

Editor: Erik S
KOMPAS.COM/Titis Anis Fauziyah
Peserta aksi di Semarang melempari polisi dengan celana dalam di depan kantor Gubernur Jateng, Senin (12/2/2024) 

Berikutnya, wujudkan demokrasi berkeadilan untuk reformasi sistemik untuk menciptakan sebuah sistem demokrasi yang lebih inklusif, transparan, adil bagi semua lapisan masyarakat.

"Kelima, wujudkan perlindungan hak asasi manusia, kami mendesak pemerintah untuk serius melindungi hak asasi setiap warga negara tanpa terkecuali sebagai fondasi negara demokrasi," paparnya.

Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) kota Semarang, Aris Mulyawan menyampaikan pernyataan sikap dalam aksi tersebut.

Baca juga: Pesan Menohok Mahfud MD di Kampanye Pamungkas Hajatan Rakyat, Singgung Demokrasi hingga Ekonomi

Ia mengatakan, Indonesia telah mengalami kemunduran demokrasi yang luar biasa di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo. 

Penghormatan terhadap hak asasi manusia diabaikan demi mempertahankan investasi yang menguntungkan oligarki.

Kepemimpinan Presiden Jokowi yang anti-demokrasi telah ditunjukkan dengan pengesahaan sejumlah undang-undang yang justru mengancam HAM  dan memperlemah institusi demokrasi mulai dari  Perpres jabatan fungsional TNI, revisi UU KPK,UU Cipta Kerja.

Berikutnya, Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik yang masih memuat pasal-pasal berbahaya bagi kebebasan berekspresi dan kebebasan pers.

"Represi dan kriminalisasi terhadap kritik dan pembela hak asasi manusia telah mempersempit ruang kebebasan sipil," katanya saat membacakan pernyataan sikap. 

Alih-alih mendengarkan aspirasi rakyat, lanjut dia, masyarakat sipil yang berunjuk rasa atas berbagai undang-undang yang mengancam itu, justru ditindak dengan kekerasan. 

Selain itu, aktivis yang mengkritik kebijakan justru diancam dengan pasal-pasal pidana.

Di bawah rezim Jokowi pula, kebebasan pers mencapai situasi kritis. 

Pada tahun 2023, 89 kasus serangan menargetkan jurnalis dan media, tertinggi sepanjang satu dekade. 

"Kekerasan demi kekerasan yang terjadi tanpa diikuti penyelidikan yang serius dan imparsial, mengakibatkan siklus kekerasan pada jurnalis tak pernah berhenti," bebernya.

Baca juga: Profil Pratikno dan Ari Dwipayana, Penyambung Lidah Jokowi yang Diminta Pulang ke UGM Jaga Demokrasi

Tak hanya itu, oligarki media masih mencengkeram kuat sehingga mengintervensi independensi pers, UU Cipta Kerja memberangus kesejahteraan pekerja termasuk jurnalis, UU ITE disalahgunakan untuk mengancam 38 jurnalis pada tentang 2016-2023. 

"Kebebasan pers dikukung saat perannya jauh lebih dibutuhkan di tengah demokrasi yang turun," imbuhnya. 

Halaman
123
Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan