Jumat, 3 Oktober 2025

Teror Lalat di Kintamani: Warganet Risih, Menteri Sandiaga Uno Colek Kadispar Bali

Teror serbuan lalat di Kintamani Bangli kini jadi perhatian Menparekraf Sandiaga Uno, dia minta Dinas Pariwisata Provinsi Bali segera bertindak.

(Foto: Tangkapan layar Instagram)
Kolase foto screenshoot video fenomena lalat di Kintamani. Lalat-lalat tampak memenuhi sebuah sepeda motor dan minuman di Kintamani, Bangli. Teror serbuan lalat di Kintamani Bangli kini jadi perhatian Menparekraf Sandiaga Uno, dia minta Dinas Pariwisata Provinsi Bali segera bertindak. 

Lanjut Jero Tindih, meningkatnya populasi lalat merupakan fenomena alam.

Karenanya sebagai solusi, ia menyarankan agar pemerintah daerah melepaskan burung ataupun predator alami untuk memakan lalat.

Jero Tindih mencontohkan seperti hama tikus di Tabanan.

Pemerintah Kabupaten sekitar melawan hama tersebut dengan cara melepaskan burung hantu (celepuk) yang merupakan predator alaminya.

"Kalau menurut saya, karena ini merupakan siklus alam, maka harus dilawan dengan alam juga. Artinya buyung di Kintamani harus dilawan dengan burung yang merupakan predator alaminya. Tentunya dibarengi dengan aturan daerah, terkait pelarangan memburu burung tersebut," ucapnya.

Baca juga: Rest Area Cibubur Gunakan Lalat Tentara Hitam Buat Olah Limbah Organik

Disamping itu sebagai solusi jangka panjang, pihaknya meminta agar penanganan lalat dilakukan dari hulu ke hilir.

Mulai dari pembinaan kepada petani terhadap pemakaian pupuk mentah, termasuk juga pembinaan kepada masyarakat mengenai hidup bersih.

Banyaknya Lalat di Kintamani Merupakan Fenomena Biasa

Terpisah, Kepala Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan, dan Perikanan (PKP) Bangli, I Wayan Sarma mengatakan, banyaknya lalat di Kintamani merupakan fenomena biasa.

Namun pada musim-musim tertentu, memang terjadi peningkatan populasi.

"Biasanya terjadi pada akhir tahun. Yakni dari bulan November hingga Maret, saat musim buah di Kintamani," ucapnya

Selain disebabkan oleh musim, peningkatan populasi lalat di Kintamani salah satunya diperkirakan akibat penggunaan limbah ternak sebagai pupuk.

Sarma menjelaskan limbah ternak berupa sekam kotoran ayam broiler, semestinya lebih dulu melalui proses fermentasi sebelum dimanfaatkan sebagai pupuk.

Pihaknya pun mengaku sudah sempat melakukan edukasi untuk mengolah limbah ternak, sebelum dijadikan pupuk.

Hanya saja diakui biayanya lebih mahal, dibandingkan dengan penggunaan limbah secara langsung.

Lebih lanjut dikatakan Sarma, pihaknya di tahun 2023 sudah menyerap pupuk organik pengadaan Dinas Pertanian Provinsi Bali secara maksimal.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved