Sabtu, 4 Oktober 2025

Sosok Bagus Robyanto, Warga Ponorogo Tutup Akses Jalan Warga dengan Tembok, Ngaku Sering Dikucilkan

Seorang warga Ponorogo, Bagus Robyanto menutup akses jalan warga dengan tembok karena kerap dikucilkan. Ini sosoknya.

Penulis: Sri Juliati
KompasTV/Istimewa TribunJatim.com
Seorang warga Ponorogo, Bagus Robyanto menutup akses jalan warga dengan tembok karena kerap dikucilkan. Ini sosoknya. 

TRIBUNNEWS.COM - Bagus Robyanto nekat membangun tembok jalan di RT 1 RW 7, Kelurahan Bangunsari, Kecamatan Ponorogo, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur.

Tembok tersebut dibangun Bagus Robyanto di atas tanah hak milik keluarganya alias lahan pribadi.

Imbasnya, ada 13 keluarga yang terjebak dan terisolasi tidak bisa keluar dari rumah mereka.

Sebab lahan pribadi yang ditutup pakai tembok itu digunakan warga sekitar untuk jalan umum selama bertahun-tahun.

Baca juga: Kontroversi Warga di Ponorogo Tembok Akses Jalan, Dikucilkan 3 Tahun hingga Bawa-bawa Nama Jokowi

Lantas, siapa Bagus Robyanto dan apa alasannya menembok tanah yang biasanya menjadi akses warga?

Bagus Robyanto adalah anak dari Sudoko Harijanto yang menjadi pemilik tanah setapak (gang) tersebut.

Dikutip dari KompasTV, Bagus Robyanto memiliki alasan tersendiri hingga nekat membangun akses jalan warga dengan tembok.

Ia mengaku kerap dikucilkan oleh warga selama bertahun-tahun.

"Betul (dikucilkan, red). Itu sudah terjadi sejak 2020," kata Bagus Robyanto dalam wawancaranya.

Bagus Robyanto lantas menjelaskan perlakuan kurang menyenangkan dari warga yang didapatkan dirinya dan keluarga.

Misalnya tidak dilibatkan dalam sejumlah acara di desa seperti kenduren, pernikahan, dan kegiatan warga lainnya.

"Padahal mereka bila berkegiatan melewati pekarangan milik orangtua saya," ucap Bagus Robyanto.

Seorang warga Ponorogo, Bagus Robyanto
Seorang warga Ponorogo, Bagus Robyanto menutup akses jalan warga dengan tembok karena kerap dikucilkan

Baca juga: Duduk Perkara Warga Ponorogo Bangun Tembok di Jalan Gang, Akui Tanah Hak Miliknya Diklaim Jalan Umum

Tak hanya Roby, sang istri juga mendapati hal kurang menyenangkan, yaitu ditolak arisan PKK dan dasawisma.

Kendaraan pengambil sampah yang melewati pekarangannya juga tidak pernah mengambil sampah dari rumahnya.

Kondisi itu mengakibatkan keluarganya membuang sampah sendiri ke tempat pembuangan sampah.

"Warga juga seperti itu bahkan lewat depan rumah meludah kemudian naik sepeda motor kencang dan blayer-blayer."

"Seperti memancing saya untuk melakukan tindak pidana seperti memukul," lanjut Roby, dikutip dari Kompas.com.

Menurut Roby, keluarganya sebenarnya bisa mempidanakan setiap warga yang masuk ke tanah miliknya dengan membuat laporan masuk pekarangan orang tanpa izin.

Terlebih sejak dua tahun terakhir, dirinya sudah memasang tulisan jalan itu merupakan pekarangan miliknya bukan jalan umum.

Ia mengatakan tidak langsung menutup ruas jalan tersebut. Dua minggu lalu, Roby baru mempersiapkan material.

Namun proses pembangunan tembok sempat dihentikan lantaran memberikan toleransi bagi warga yang sementara memiliki hajatan.

"Tukang saya suruh berhenti dulu. Nanti ditutup kalau sudah selesai acara hajatannya. Sekitar Sabtu (24/6/2023) saya tutup," kata Roby.

Baca juga: Kontroversi Warga di Ponorogo Tembok Akses Jalan, Dikucilkan 3 Tahun hingga Bawa-bawa Nama Jokowi

Tak Ada Titik Temu dalam Mediasi

Inilah ruas jalan yang ditutup dengan tembok setinggi empat meter di Kelurahan Bangunsari, Kecamatan Ponorogo, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, sejak sepekan lalu (Kompas.com/Dokumentasi Polsek Ponorogo)
Inilah ruas jalan yang ditutup dengan tembok setinggi empat meter di Kelurahan Bangunsari, Kecamatan Ponorogo, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, sejak sepekan lalu  (Kompas.com/Dokumentasi Polsek Ponorogo)

Bagus Robyanto lantas menjelaskan proses mediasi yang pernah dijalaninya dengan warga sekitar.

Mediasi itu terjadi pada 2020 di tingkat kelurahan hingga dirinya dan sang ayah dipanggil ke kantor Bupati Ponorogo.

Dalam pertemua itu, Bagus Robyanto bertemu dengan dinas terkait, perwakilan warga, dan sempat ke BPN.

"Saat itu saya juga membawa notulensi, ada bukti tanda tangan mereka juga, bahwa tanah tersebut telah resmi sebagai hak milik atas nama bapak saya," ucap Roby.

Mengira permasalahan ini sudah selesai, ternyata warga melayangkan gugatan ke pengadilan pada Januari 2021 dan inkrah pada Februari 2021.

Kemudian pada April 2021, warga kembali menggugat dan putusannya inkrah pada Agustus 2021.

Dalam gugatannya, warga meminta kepada majelis hakim untuk memecah tanah bersertifikat untuk dijadikan jalan umum.

Selama melayangkan gugatan tersebut, Bagus Robyanto mengaku tidak ada iktikad baik dari warga untuk berbaikan dengan keluarganya.

"Sejak 2021 sampai 2023, nggak ada iktikad baik untuk meminta maaf kepada orangtua juga bagaimana solusinya."

"Dari awal, warga merasa tanah jalan tersebut bukan milik saya, padahal jelas sekali di dalam surat hak milik atas nama bapak saya itu milik keluarga kami," ungkap dia.

Roby juga mengatakan, sebenarnya ada jalan lain bagi warga untuk tetap keluar dari rumah.

"Memang ada jalan ke utara, ada jalan lain. Jadi itu bukan satu-satunya jalan," kata dia.

Tolak Mediasi

Jalan gang yang ditutup dengan tembok di Ponorogo - Duduk perkara warga di Ponorogo bangun tembok di jalan gang. Tanah hak miliknya tapi diklaim sebagai jalan umum hingga dikucilkan warga selama 3 tahun
Jalan gang yang ditutup dengan tembok di Ponorogo - Duduk perkara warga di Ponorogo bangun tembok di jalan gang. Tanah hak miliknya tapi diklaim sebagai jalan umum hingga dikucilkan warga selama 3 tahun (KompasTV/TribunJogja)

Kini, Roby menyatakan menolak untuk hadir bila dilakukan upaya mediasi sebab kasusnya sudah masuk ranah eksekusi.

Dengan demikian bila kembali ke ranah mediasi, maka dia akan melemahkan putusan yang inkrah.

"Saya minta maaf. Saya hanya menjalankan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap."

"Selanjutnya untuk toleransi kemanusiaan dan lain-lain, kami juga melekat sanksi sosial dan tidak ada suatu cara yang baik untuk dibicarakan. Maka saya tutup (jalan tersebut)," kata Roby.

Menyoal Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko yang datang ke lokasi dan potensi mediasi, Roby menolaknya.

Dia mengatakan seharusnya perdamaian itu sudah dilakukan sejak dua tahun lalu.

"Mboten wonten (Tidak ada). Seandainya Pak Jokowi menelepon pun saya tidak mau. Berdamai itu seharusnya dua tahun lalu."

"Sekarang kalikan saja 365 hari kali tiga tahun. Dan itu yang kami rasakan per hari dengan suatu bentuk perlakuan itu."

"Kalau mendasarkan pada suatu nilai kemanusiaan saya kira pertimbangan keputusan majelis hakim itu sudah melalui saksi, bukti dan pemeriksaan setempat."

"Dan itu jauh lebih manusiawi dan adil daripada kesepakatan-kesepakatan yang saat ini," ungkap Roby.

(Tribunnews.com/Sri Juliati) (Kompas.com)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved